Monumen di Pekalongan Hidupkan Kembali Keteladanan Jenderal Hoegeng
Kesederhanaan, kejujuran, dan keberanian Jenderal Hoegeng Iman Santoso perlu terus diteladani. Lewat peresmian Monumen Hoegeng di Pekalongan, teladan itu dihidupkan kembali.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PEKALONGAN, KOMPAS — Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo meresmikan Monumen Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso di Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (11/11/2023). Lewat monumen itu, diharapkan kejujuran, kesederhanaan, serta keberanian Hoegeng dapat dicontoh oleh para anggota Polri sehingga mereka menjadi pengayom, pelindung, dan penegak hukum yang profesional.
”Polri memiliki tokoh idola dan panutan mantan Kapolri (Jenderal Hoegeng) yang saya kira sudah dikenal masyarakat, juga dikenal di lingkungan Polri. Beliau adalah seorang yang jujur, berani, dan juga mengambil keputusan untuk menjadi seorang abdi negara yang kemudian di dalam kehidupannya banyak nilai-nilai yang beliau ajarkan,” kata Listyo, seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu.
Menurut Listyo, monumen tersebut didirikan untuk menghormati keteladanan Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso sebagai Insan Bhayangkara yang jujur, sederhana, dan berintegritas. Listyo menyebut, keteladanan yang diwariskan Jenderal Hoegeng harus menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa dan personel kepolisian.
”Tentunya, kami yang muda-muda melihat beliau sebagai tokoh panutan, teladan yang harus kita warisi keteladanannya, kejujuran, keberaniannya. Dan nilai-nilai lain yang tentunya ini menjadi sangat penting untuk generasi polisi, baik yang sekarang maupun yang akan datang,” ucap Listyo.
Dalam kesempatan tersebut, Listyo juga sempat berdialog secara virtual dengan Meriyati Roeslani atau Meri Hoegeng, istri Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Meri pun mengucapkan terima kasih kepada Listyo. Dia juga meminta para anggota polisi menjadi contoh yang baik.
”Pak Listyo, saya banyak-banyak terima kasih atas hal yang dikerjakan. Sungguh besar pastinya karena Pekalongan membawa pesan yang manis bagi saya. Dan Pak Listyo, saya minta semua anggota Bhayangkara-Bhayangkari agar menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Terus menolong dan berbagi,” tutur Meri.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Stefanus Satake menyampaikan, monumen tersebut dibangun di Pekalongan karena kota itu merupakan tempat kelahiran Jenderal Hoegeng. ”Beliau adalah tokoh Polri yang bisa menjadi contoh teladan dan kebetulan beliau lahir di Pekalongan. Maka, dibangunlah monumen di sana,” katanya.
Menurut Satake, Hoegeng adalah seorang pemimpin yang berani dan sederhana. ”Ya, kita harus contoh kesederhanaannya itu. Beliau tegak lurus dengan aturan-aturan sehingga dia berani mengambil keputusan, misalnya kalau ada kejahatan, ya harus dibasmi. Kemudian juga kesederhanaan itu yang harus menjadi teladan,” tuturnya.
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho, mengatakan, pembangunan Monumen Hoegeng menjadi pengingat bagi para anggota Polri agar meneladani sikap Hoegeng selama menjadi kapolri.
”Polisi itu penegak hukum yang disebutkan dalam konstitusi. Polisi sebagai pengayom, pelindung, dan penegak hukum. Oleh karena itu, tugasnya harus betul-betul mencerminkan bagaimana melindungi masyarakat, bagaimana mengayomi masyarakat, dan bagaimana jadi penegak hukum yang profesional,” kata Hibnu.
Beliau adalah seorang yang jujur, berani, dan juga mengambil keputusan untuk menjadi seorang abdi negara.
Hibnu menilai, agar bisa meneladani sikap Hoegeng, para anggota Polri harus benar-benar memegang teguh profesionalisme. Untuk menjalankan profesionalisme itu, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas sekaligus memiliki integritas.
”Polisi harus betul-betul menjadi polisi rakyat yang jauh dari intervensi kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai kekuasaan ataupun uang,” ucapnya.