Meski semasa hidupnya penuh dengan kisah keteladanan, tidak bisa dimungkiri bahwa warga terutama generasi muda tidak mengenal sosok Kapolri (1968-1971) Jenderal Hoegeng Iman Santoso secara utuh.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keteladanan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (1968-1971) Jenderal Hoegeng Iman Santoso sebagai polisi dan pejabat negara yang sederhana, jujur, dan tidak mengenal kompromi untuk menegakkan hukum telah diakui berbagai kalangan. Namun, hingga saat ini pengenalan sosok tersebut pada generasi muda dinilai belum optimal. Diharapkan ia segera ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto mengatakan, sosok Hoegeng Iman Santoso merupakan teladan bagi setiap insan Bhayangkara. Meski tidak pernah mengenal secara langsung, anggota kepolisian selalu mendengar kisah tokoh yang menjabat sebagai Kapolri ke-5 tersebut dari para senior dan mempelajari lewat berbagai buku.
Untuk meneruskan keteladanannya, pengetahuan mengenai Hoegeng juga menjadi salah satu hal yang diberikan dalam lembaga pendidikan kepolisian.
”Di lembaga-lembaga pendidikan saat ini, sosok Pak Hoegeng meski bukan dalam pelajaran khusus, tetapi pengetahuan tentang karismatiknya sosok beliau selalu diberikan, terutama di Akpol. Selalu kami sampaikan kepada adik-adik kita untuk meneladani beliau. Walaupun tidak bisa menjadi sosok yang sama persis karena kami hidup di zaman yang berbeda, pendirian, integritas, dan loyalitas itu harus kita jadikan contoh,” kata Agung dalam diskusi buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan yang ditulis oleh wartawan Kompas, Suhartono, Selasa (26/10/2021).
Dalam diskusi yang digelar secara daring itu, selain Irwasum Polri dan penulis buku, hadir pula Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, Ketua MPR Bambang Soesatyo, dan putra pertama Presiden Soekarno, Guntur Soekarnoputra. Selain itu, turut hadir wartawan dan politisi senior PDI-P Panda Nababan serta Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti.
Bambang Soesatyo menambahkan, kehadiran buku tersebut merupakan kesempatan untuk memperkenalkan kembali sosok Hoegeng kepada masyarakat.
Sebab, meski hidupnya penuh dengan kisah keteladanan, tidak bisa dimungkiri bahwa warga terutama generasi muda tidak mengenal sosok ini secara utuh. Perkenalan dengan Hoegeng sering kali sebatas dari ucapan Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid yang amat populer terkait tiga polisi jujur, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng.
Oleh karena itu, Bambang pun mendukung agar Hoegeng ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Sejak 2020, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah mengusulkan Hoegeng sebagai pahlawan nasional dari Jawa Tengah. Namun, pengajuan itu belum menuai hasil hingga saat ini.
”Di tengah rujukan local hero kita yang masih sedikit, usulan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk mendorong Hoegeng menjadi pahlawan nasional itu layak dipertimbangkan,” kata Bambang.
Menurut Guntur Soekarnoputra, sejumlah peran dan referensi keteladanan Hoegeng sudah cukup untuk memperkuat sosoknya sebagai pahlawan nasional. Gelar tersebut dibutuhkan agar mantan Kapolri itu lebih dikenal oleh generasi muda. Keberadaannya pun tidak menjadi sekadar legenda.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti pun sepakat dengan usulan Hoegeng sebagai pahlawan nasional.
Terkait dengan hal itu, pihaknya berencana untuk mengirimkan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan gelar tersebut. Sebab, selain bermanfaat bagi keteladanan masyarakat, dukungan secara simultan juga dapat mendorong percepatan reformasi kultural di internal Polri.
Melahirkan Hoegeng baru
Meski pernah memiliki sosok Hoegeng yang sederhana, jujur, antikorupsi, serta teguh menjunjung nilai hak asasi manusia (HAM), saat ini institusi Polri menghadapi tantangan terkait sejumlah hal tersebut.
Dua pekan terakhir, kepolisian menjadi sorotan publik lantaran sejumlah oknum ditengarai melakukan kekerasan berlebihan saat menjalankan tugas. Beberapa waktu sebelumnya, dua perwira tinggi Polri juga terbukti menerima suap untuk memuluskan pelarian koruptor Joko Tjandra.
”Saat ini kita prihatin akan tindakan buruk beberapa oknum anggota Polri yang kemudian viral dan mencoreng nama baik institusi. Pimpinan Polri diharapkan dapat menghasilkan Hoegeng-Hoegeng baru di masa kini,” kata Poengky.
Menurut dia, untuk mereproduksi para polisi dengan kualitas setara Hoegeng diperlukan contoh baik dari pimpinan yang senantiasa membimbing dan mengawasi anggotanya. Mekanisme reward and punishment perlu dilaksanakan secara tegas dan konsisten. Selain itu, dibutuhkan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan profesionalitas, pengawas internal yang tegas dan mandiri, serta penguatan penugasan dengan dukungan teknologi guna meningkatkan profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas Polri.
”Prinsip hidup yang dipraktikkan Hoegeng dalam kehidupan sehari-hari sebagai sosok polisi yang baik harus menjadi panutan, teladan pimpinan dan seluruh anggota Polri,” kata Poengky. Prinsip hidup yang dimaksud terkait dengan integritas, kesederhanaan, kejujuran, tegas, tanpa kompromi, dan tidak menyalahgunakan kewenangan. Selain itu, Hoegeng juga dikenal sebagai sosok yang tertib administrasi, profesional, serta menghormati HAM.
Panda Nababan mengatakan, saat ini Polri memiliki modal yang kuat untuk bisa melahirkan Hoegeng-Hoegeng yang baru untuk memperkuat institusi.
Modal tersebut ialah keberadaan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Agus Andrianto, dan Kepala Divisi Propam Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Keempat tokoh ini dinilai mampu menggerakkan institusi ke arah yang jauh lebih baik sesuai dengan apa yang telah ditanamkan Hoegeng sejak puluhan tahun lalu.