Penanganan Kasus Penembakan Warga dalam Tragedi Seruyan Dipertanyakan
Lebih dari tiga minggu berlalu, kasus penembakan yang menewaskan seorang warga Seruyan, Kalteng, belum menemukan titik terang. Polisi justru memanggil 28 warga terkait kasus lain.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Setelah lebih dari tiga minggu berlalu, kasus penembakan yang menewaskan seorang warga Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, belum menemukan titik terang. Kepolisian justru memanggil 28 warga Desa Bangkal terkait kasus lain. Keseriusan polisi menangani kasus penembakan itu pun dipertanyakan.
Kasus penembakan yang menewaskan Gijik (35) itu terjadi pada 7 Oktober 2023. Penembakan terjadi di tengah bentrokan warga dan polisi saat unjuk rasa menuntut sebuah perusahaan perkebunan sawit menyediakan lahan plasma.
Setelah kejadian itu, sejumlah lembaga membentuk Tim Advokasi Solidaritas untuk Masyarakat Adat Bangkal. Tim ini terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Pada Jumat (3/11/2023), tim advokasi tersebut mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta untuk melaporkan hasil investigasi terkait tewasnya Gijik.
Kepala Divisi Hukum Kontras Andrie Yunus, saat dihubungi dari Palangkaraya, mengungkapkan, dalam waktu sekitar tiga minggu ini, polisi seperti tidak menunjukkan perhatian terhadap kasus penembakan Gijik. Polisi justru memanggil 28 warga Desa Bangkal dalam kasus kekerasan terhadap pejabat yang sedang bertugas.
”Pemanggilan 28 warga ini merupakan proses sewenang-wenang dan bentuk pengaburan kasus penembakan yang membuat satu orang tewas. Hukum jadi alat untuk menakuti warga,” katanya.
Andrie menilai, pemanggilan warga itu mengarah pada upaya kriminalisasi. Dia juga mempertanyakan pemeriksaan terhadap 45 polisi yang bertugas saat terjadi bentrokan.
”Kalau hanya diperiksa Propam, berarti ini hanya soal etik. Padahal, ada tindak pidana yang membuat warga negara tewas ditembak. Harusnya ini jadi prioritas,” kata Andrie.
Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalteng Komisaris Besar Erlan Munaji menyatakan, polisi masih terus melakukan penyelidikan kasus tewasnya Gijik. Bahkan, pemeriksaan tersebut dibantu oleh Mabes Polri.
Terkait hasil otopsi Gijik yang belum keluar, Erlan menyebut, hal itu akan disampaikan oleh tim Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Kalteng. ”Sabar, ya, belum ada kabar dari Mabes Polri. Semoga bisa segera. Nanti tim yang akan sampaikan,” ujarnya.
Pemanggilan 28 warga ini merupakan proses sewenang-wenang dan bentuk pengaburan kasus penembakan yang membuat satu orang tewas.
Pihak keluarga Gijik pun berharap agar penyelidikan kasus tersebut segera tuntas. ”Kalau bisa pelakunya segera ditangkap,” ujar Piter (59), paman Gijik.
Piter menyebut, saat kejadian itu, warga hanya berhadapan dengan polisi. Dia menambahkan, waktu itu tidak ada warga yang membawa senjata api.