Jerubu Karhutla Kembali, Udara Kota Palangkaraya Tidak Sehat
Kebakaran hutan dan lahan belum usai di Kalimantan Tengah meski sudah memasuki musim hujan. Kota Palangkaraya bahkan kembali diselimuti jerubu kebakaran hutan dan lahan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kota Palangkaraya kembali diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Kualitas udara pun kembali ke kategori tidak sehat. Hal itu terjadi sejak dua hari belakangan sejak hujan tak lagi turun di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Pada Selasa (31/10/2023) pagi, kabut asap cukup tebal menyelimuti Kota Palangkaraya di berbagai wilayah. Kabut kian tebal hingga siang hari. Hal serupa terjadi pada Senin (30/10/2023).
Dari pantauan Kompas, beberapa wilayah seperti di Jalan Rajawali dan G Obos ditutupi kabut asap. Bau serasah terbakar begitu menyengat, terlihat warga Kota Palangkaraya kembali menggunakan masker.
Seperti yang dilakukan Nurul (23), mahasiswi IAIN Kota Palangkaraya. Ia mengaku kabut asap tidak hanya menyesakkan dada, tetapi juga mengganggu penglihatan dirinya saat menggunakan sepeda motor ke kampus.
”Sudah dua hari begini (kabut asap) lagi, mungkin karena tidak ada hujan sudah hampir seminggu ini,” kata Nurul.
Kebakaran hutan dan lahan memang belum usai. Di Kota Palangkaraya, asap masih terlihat di wilayah Kameloh Baru yang berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau. Selain itu, di wilayah Sabaru, asap tipis dari lahan gambut juga masih mengepul, tetapi hingga Selasa sore tidak ada petugas yang memadamkan api di dalam gambut tersebut.
Sebelumnya, Kota Palangkaraya sudah menurunkan status dari tanggap darurat bencana menjadi pemulihan bencana. Kebijakan itu diambil dari beberapa indikator, salah satunya kualitas udara yang membaik.
Namun, sejak dua hari belakangan kualitas udara di ibu kota Provinsi Kalteng itu kembali masuk ke kategori tidak sehat. Berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) pada Selasa siang, kualitas udara di Kota Palangkaraya tidak sehat dengan nilai particulate matter (PM) 2.5 mencapai 136. Sementara 24 jam sebelumnya, ISPU menunjukkan angka PM 2.5 mencapai 125.
PM 2.5 merupakan material bakaran yang terbang dan menyatu di udara dengan ukuran sangat kecil, bahkan bisa menembus masker biasa. Material itu bisa berbahaya bagi manusia, bahkan hewan dan tumbuhan.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Berlianto menjelaskan, masih terdapat dua titik api yang sedang ditangani oleh tim petugas gabungan untuk dipadamkan. Ia tidak mengetahui pasti apakah kabut asap yang menyelimuti Kota Palangkaraya berasal dari titik api di dalam wilayah kota atau di luar.
”Titik api tersebut merupakan titik api dari kebakaran lama yang kembali berasap. Untuk memadamkan lahan gambut memang cukup sulit, suatu waktu bisa kembali terbakar, apalagi dua hari ini cuaca memang panas sekali,” kata Berlianto.
Berlianto menjelaskan, berdasarkan laporan dari tim di lapangan, titik api yang ditemukan tidak dalam skala besar dan bisa cepat ditangani. Walakin, kabut asap tetap menyelimuti Kota Palangkaraya.
”Laporan terakhir, titik api sudah bisa diamankan petugas, artinya memang sudah padam,” ujar Berlianto.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng, dalam 48 jam terakhir terdapat 1.037 titik panas dengan berbagai tingkat kepercayaan dengan total empat kejadian kebakaran lahan. Selama 2023 tercatat setidaknya 61.721 titik panas dengan total luas hangus terbakar mencapai 11.443,95 hektar dari total 4.111 kejadian kebakaran di seluruh wilayah Kalteng.
Titik api tersebut merupakan titik api dari kebakaran lama yang kembali berasap.
Prakirawan cuaca dari Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya, Muhamad Ihsan Sidiq, menjelaskan, beberapa wilayah di Kalimantan Tengah sudah memasuki musim hujan, seperti di wilayah Kabupaten Katingan, wilayah Kotawaringin Timur bagian utara, Lamandau, Seruyan, dan Kabupaten Kotawaringin Barat bagian utara. Wilayah-wilayah tersebut sudah memasuki musim hujan sejak dasarian II bulan Oktober.
Sementara saat ini, lanjut Ihsan, wilayah yang diguyur hujan pada dasarian III bulan Oktober adalah wilayah Kabupaten Murung Raya, sebagian wilayah Barito Utara dan Sukamara. Adapun Kota Palangkaraya dan kabupaten lainnya di Kalimantan Tengah akan memasuki musim hujan pada awal November.
Meski sudah memasuki musim hujan, fenomena alam El Nino masih berada di tingkat moderat. Tingkatan ini bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 2019 di mana saat itu kebakaran hebat juga terjadi di seluruh wilayah Kalteng.
”Indeks anomali permukaan laut pada periode II Oktober 2023 sebesar +1,71 atau El Nino moderat,” kata Ihsan.
Ihsan menjelaskan, baik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) maupun beberapa lembaga pusat iklim dunia memprediksi El Nino bakal bertahan di level moderat hingga periode Desember 2023 sampai Februari 2024.
Fenomena El Nino membuat suhu permukaan laut menjadi jauh lebih panas dari waktu normal. Hal itu berdampak pada cuaca dan iklim di Indonesia, termasuk di Kalimantan Tengah. Tanah menjadi jauh lebih kering sehingga kebakaran jauh lebih rentan dibandingkan dengan waktu normal.