Taman Hiburan Rakyat dan Taman Remaja Surabaya Segera Hidup Lagi
Seniman tradisi menunggu langkah nyata pemerintah mengembalikan THR sebagai jantung kebudayaan di Surabaya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
Suasana pementasan ludruk tobong oleh Perkumpulan Kesenian Ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara Surabaya di Taman Hiburan Rakyat, Sabtu (26/5/2018) malam, Surabaya, Jawa Timur.
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya mengklaim telah dapatkan investor untuk membangun kembali kompleks Taman Hiburan Rakyat dan Taman Remaja Surabaya. Keduanya sebagai tujuan wisata keluarga.
”Mudah-mudahan akhir bulan ini tanda tangan kontrak,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Rabu (25/10/2023).
Pemerintah belum mengumumkan identitas investor dan skema kerja sama. Namun, investor diketahui merupakan pengusaha hiburan dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Eri melanjutkan, jika kerja sama ditandatangani pekan ini, berarti pembangunan mulai dikerjakan akhir bulan. Pembangunan kembali atau revitalisasi tidak akan lama. ”Paling cepat pertengahan tahun depan bisa diluncurkan dan dimanfaatkan kembali,” kata Eri.
Pemerintah telah mendapat komitmen investor bahwa harga tiket masuk untuk kawasan hiburan itu berkisar Rp 25.000-Rp 30.000 yang dianggap terjangkau atau sesuai daya bayar warga ibu kota Jatim ini.
Revitalisasi, kata Eri, masih sejalan dengan keinginan pemerintah menyinergikan kompleks Hi-Tech Mall, Taman Hiburan Rakyat (THR), dan Taman Remaja Surabaya (TRS) sebagai jantung kegiatan kebudayaan dan hiburan masyarakat. TRS perlu ditata ulang bukan sekadar kompleks wahana permainan, melainkan ada ruang untuk museum budaya. Di THR perlu diadakan lagi plaza atau panggung terbuka untuk pementasan seni tradisi seperti masa silam.
Ini persoalan rasa yang memerlukan pertimbangan nurani, bukan sekadar rasionalitas.
Secara terpisah, Koordinator Srimulat Surabaya Eko Meiyono mengatakan, para seniman tradisi masih menunggu langkah nyata pemerintah yang ingin mengembalikan THR sebagai jantung kebudayaan seperti sebelumnya. ”Srimulat pernah mengalami masa kejayaan ketika di THR,” ujarnya.
Budayawan dan peludruk senior Meimura mengingatkan, revitalisasi jangan lagi mengakomodasi tindakan-tindakan yang tak sesuai dengan rasa berkebudayaan. Contohnya, penyegelan Gedung Pringgodani dan pengusiran terhadap keluarga seniman yang tinggal di THR mengusik rasa kemanusiaan. Seolah tiada penghargaan bagi pegiat kebudayaan.
Meimura mengatakan, bekas gedung-gedung yang akan direvitalisasi tidak sekadar bangunan, tetapi memiliki rekaman sejarah. Program revitalisasi jangan sampai meruntuhkan monumen kebudayaan, terutama yang bernarasi. ”Ini persoalan rasa yang memerlukan pertimbangan nurani, bukan sekadar rasionalitas,” ujarnya.
Catatan Kompas, kompleks THR berada di belakang Hi-Tech Mall. THR terdiri dari empat bangunan utama kesenian, yakni Gedung Srimulat, Gedung Ketoprak, Gedung Pringgodani (Wayang Orang), dan Gedung Ludruk. Selain itu, ada plaza untuk publik dan beberapa rumah. Letaknya yang di belakang Hi-Tech Mall selama ini menurunkan minat publik untuk datang dan melihat aktivitas kesenian di THR sampai tak lagi difungsikan sejak 2019.
TRS berdiri sejak 20 Februari 1971. Lokasinya terletak di sisi selatan Hi-Tech Mall dan THR. Sebelum kembali ke pemerintah, area hiburan seluas 1,3 hektar ini berada dalam pengelolaan PT Sasana Taruna Aneka Ria (Star).
Pada Agustus 2018, TRS disegel oleh pemerintah karena pengelola dianggap melanggar beberapa kesepakatan. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa PT Star dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya yang berdampak tidak dapat lagi mengelola TRS.
Gedung Hi-Tech Mall, seperti kebanyakan pusat belanja, merupakan satu bangunan besar dengan beberapa lantai. Pemerintah menawarkan aktivitas kesenian THR pindah ke sebagian bangunan mal. Tawaran itu memantik silang pendapat karena ada yang menilai konstruksi dan desain gedung kesenian berbeda dengan pusat belanja.
Pemerintah berpandangan aktivitas kesenian perlu lebih ditonjolkan ketimbang perekonomian di kawasan itu sehingga selaras dengan peruntukan sejak masa lampau, yakni sebagai jantung aktivitas kebudayaan dan hiburan. Dalam konteks ini, denyut perekonomian tetap ada, tetapi sepatutnya tidak menonjol.
Sebelum kembali ke pemerintah, Hi-Tech Mall dikelola oleh PT Sasana Boga melalui skema bangun guna serah (build operate transfer/BOT) selama 30 tahun. Masa pengelolaan supermarket komputer dan perangkat telekomunikasi terbesar di Surabaya itu berakhir pada 31 Maret 2019.