Dari tujuh kota/kabupaten di Banjarmasin, baru tiga mencapai cakupan kesehatan semesta dengan cakupan di atas 95 persen.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Cakupan peserta Jaminan Kesehatan Nasional di wilayah Banjarmasin, Kalimantan Selatan, saat ini sebesar 86,67 persen dari sekitar 2,8 juta penduduk. Dari tujuh kota/kabupaten, baru tiga kota/kabupaten yang mencapai cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage dengan cakupan di atas 95 persen.
Kepala Cabang Banjarmasin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Asmar di Banjarmasin, Kamis (19/10/2023), menyampaikan, sampai dengan 30 September 2023, jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di wilayah kerjanya sebanyak 2,47 juta jiwa atau 86,67 persen. Masih ada 381.015 jiwa (13,33 persen) yang belum menjadi peserta JKN.
Wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Banjarmasin mencakup tujuh kota/kabupaten di Kalimantan Selatan, yaitu Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
”Dari tujuh kota/kabupaten tersebut, baru tiga yang mencapai universal health coverage (UHC), yaitu Banjarbaru, Tanah Laut, dan Tanah Bumbu,” katanya.
Asmar menyebutkan, cakupan peserta JKN di empat kota/kabupaten lainnya masih di bawah 90 persen, termasuk di Banjarmasin yang saat ini baru mencapai 85,65 persen. Karena itu, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengupayakan agar bisa secepatnya mencapai UHC.
”Mayoritas yang belum menjadi peserta JKN adalah masyarakat umum. Sebagian dari kalangan masyarakat menengah ke bawah, sebagian lagi justru dari kalangan masyarakat menengah ke atas,” ungkapnya.
Menurut Asmar, masih cukup banyak masyarakat dari kalangan menengah ke atas di Banjarmasin yang belum menjadi peserta JKN karena mereka merasa mampu membiayai pengobatan sendiri ketika sakit. Mereka juga sepertinya masih melihat-lihat dulu apa saja keuntungan menjadi peserta JKN.
Sebagian lagi yang belum terdaftar menjadi peserta JKN memang tergolong masyarakat menengah ke bawah. Mereka tidak mampu membayar iuran sendiri. Karena itu, pemerintah daerah diharapkan bisa menanggung iuran bagi kelompok ini.
”Untuk masyarakat tidak mampu, kami telah melakukan pendekatan ke pemda supaya pemda bisa mendaftarkan warganya sebagai peserta JKN. Iuran mereka akan ditanggung oleh pemda. Dengan harapan, mereka juga mempunyai jaminan kesehatan ketika sakit,” katanya.
Transformasi layanan
Di samping terus mengupayakan cakupan kesehatan semesta, ujar Asmar, mulai tahun ini pihaknya juga fokus ke transformasi mutu layanan BPJS Kesehatan. Tujuannya agar peserta JKN bisa dilayani dengan baik, mudah, cepat, dan setara. Baik itu di pelayanan administrasi BPJS Kesehatan maupun dalam pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama dan faskes lanjutan.
”Kami berharap semua peserta JKN mendapatkan layanan yang mudah dan cepat saat memanfaatkan layanan di faskes tingkat pertama ataupun faskes lanjutan. Dalam pelayanan itu juga tidak ada perbedaan perlakuan antara peserta JKN dan non-peserta JKN,” katanya.
Marsiana (47), warga Banjarmasin, menilai layanan kesehatan yang didapatkan peserta JKN kini sudah cukup optimal. Beberapa waktu lalu ia sempat menggunakan BPJS Kesehatan untuk pengobatan anaknya yang sakit demam berdarah dengue di salah satu rumah sakit swasta di Banjarmasin.
”Waktu itu anak saya langsung dibawa ke UGD dan menjalani rawat inap di rumah sakit tersebut selama tiga hari. Semua ditangani dengan baik dan tidak ada biaya. Kami cuma bayar selisih harga kamar rawat inap karena upgrade dari kelas I ke VIP,” katanya.
Rahmadani (44), warga Banjarmasin lainnya, juga merasakan manfaat sebagai peserta JKN. Sejauh ini ia dan keluarga cukup kerap menggunakan BPJS Kesehatan untuk pengobatan rawat jalan. ”Kalau berobat, sudah tidak keluar biaya lagi. Pelayanan juga bagus,” ujar karyawan swasta itu.
Asisten Deputi Sumber Daya Manusia, Umum, dan Komunikasi Kedeputian Wilayah VIII BPJS Kesehatan Agung Utama Muchlis mengatakan, transformasi mutu layanan yang sudah berjalan saat ini sebagian di antaranya terkait dengan transformasi digital. Ini dalam rangka layanan yang mudah dan cepat demi kepuasan peserta JKN ataupun faskes.
”Kami di kedeputian wilayah juga didorong untuk membuat inovasi dalam rangka transformasi mutu layanan. Salah satu inovasi kami yang saat ini mulai diterapkan di beberapa cabang adalah Simpelin Saja (Sistem Pelayanan dan Informasi di Desa Tanpa Jarak),” katanya.
Menurut Agung, inovasi Simpelin Saja dibuat untuk mempermudah komunikasi antara peserta JKN dan petugas saat ada masalah. Namun, syarat utamanya di daerah tersebut harus ada jaringan internet dan faskes juga menyediakan perangkat komputer.
”Simpelin Saja lebih menghemat biaya dan waktu peserta daripada ke kantor BPJS Kesehatan. Inovasi ini akan kami terapkan dulu di kedeputian wilayah, baru kemudian diusulkan ke pusat agar bisa diterapkan secara nasional,” katanya.