Wapres Amin: Suara dari Asia dan Afrika Penting Didengarkan
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak negara-negara Asia dan Afrika untuk mengupayakan dan mendorong perdamaian dunia. Dalam pembukaan Sesi Tahunan Ke-61 AALCO di Bali, Wapres mengingatkan semangat Bandung 1955 dan KAA.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA, MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Dengan mengusung semangat dan solidaritas Bandung 1955, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengajak negara-negara di kawasan Asia dan Afrika untuk tetap mengupayakan dan mendorong terciptanya perdamaian dunia. Suara dan semangat dari negara-negara Asia dan Afrika menjadi penting untuk didengarkan.
Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menyampaikan hal itu ketika menghadiri acara Sesi Tahunan Ke-61 Organisasi Konsultasi Hukum Asia Afrika (Asian-African Legal Consultative Organization/AALCO) di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Badung, Bali, Senin (16/10/2023). Dalam konferensi pers seusai membuka acara pertemuan AALCO 2023, Wapres Amin menyatakan keinginannya agar konferensi AALCO di Bali juga mendorong upaya penghentian perang di dunia.
”Saya ingin menjelaskan bahwa Konferensi AALCO ini merupakan kelanjutan dari Konferensi Asia Afrika 1955. Dan (pertemuan) AALCO ini sudah ke-61 dengan membahas berbagai kepentingan yang terkait Asia Afrika,” ujarnya.
Wapres menyampaikan pesan itu dalam konferensi pers bersama Presiden Sesi Tahunan Ke-61 AALCO yang juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bersama Sekretaris Jenderal AALCO Kamalinne Pinitpuvadol dan Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya di Nusa Dua, Badung, Senin (16/10/2023).
Menurut Wapres Amin, perang menyangkut persoalan kemanusiaan. Konflik antara Israel dan pejuang Palestina, Hamas, misalnya, menurut Wapres, mengakibatkan ribuan orang tewas ataupun menjadi korban perang itu. Wakil Presiden menegaskan, sikap Indonesia sudah jelas, yakni ingin mengupayakan dan membangun perdamaian di dunia.
”Untuk itu, upaya menyelesaikan kembali persoalan di Palestina kembali kepada kesepakatan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang penyelesaian dua negara. Itu yang barangkali harus terus kembali dilakukan,” kata Wapres.
AALCO dibentuk dengan didasari semangat bahwa tata politik dan hukum internasional harus mencerminkan pandangan dan kepentingan bangsa-bangsa Asia dan Afika.
Dalam sambutannya di pembukaan Sesi Tahunan Ke-61 AALCO, Wakil Presiden juga menyebut sejarah pembentukan AALCO yang bermula dari Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 di Bandung.
AALCO dibentuk dengan didasari semangat bahwa tata politik dan hukum internasional harus mencerminkan pandangan dan kepentingan bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Wapres meminta agar semangat AALCO tersebut terus dilanjutkan.
”Saya yakin seluruh negara anggota KAA dan (juga) AALCO masih teguh memegang semangat dan aspirasi mewujudkan tatanan dunia, yang damai, adil, dan makmur secara berkelanjutan serta memberikan ruang bagi kepentingan bangsa-bangsa Asia dan Afrika,” ujar Wapres Amin.
Perihal isu Palestina juga dibahas dalam Sesi Tahunan Ke-61 AALCO di Bali selain isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, hukum investasi dan hukum dagang internasional, dan pengembalian aset serta hukum laut, yang juga mencakup isu kegiatan perikanan tidak sah (illegal fishing). Isu menyangkut Palestina itu disoroti terkait dengan pelanggaran hukum internasional dan hak asasi manusia dalam peristiwa perang.
Hal itu disampaikan Yasonna H Laoly dalam laporannya sebagai Presiden Sesi Tahunan Ke-61 AALCO dalam pembukaan Sesi Tahunan Ke-61 AALCO, Senin (16/10/2023). Yasonna, yang dipilih sebagai Presiden Sesi Tahunan Ke-61 AALCO pada sidang negara anggota AALCO pada Senin (16/10/2023) pagi, juga menyatakan, pertemuan AALCO di Bali mengagendakan pembahasan upaya mengurangi kerugian sipil dan penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional (humanitarian law) dalam kondisi perang kota sebagai salah satu topik dalam agenda sampingan (side event) dalam Konferensi Tahunan Ke-61 AALCO.
Yasonna menyebutkan, untuk ketiga kali, Indonesia menjadi tuan rumah sesi tahunan AALCO sejak organisasi konsultasi hukum Asia Afrika itu dibentuk, yakni pada konferensi tahun 1980, 2004, dan 2023.
Sebelumnya, Sekjen AALCO Kamalinne Pinitpuvadol juga mengutarakan, konferensi AALCO di Bali turut membahas topik Palestina terkait isu hukum internasional dan hak asasi manusia. Dalam sambutannya, Kamalinne menyatakan, AALCO mengemban semangat Bandung mengawali Konferensi Asia Afrika 1955 dan konferensi tahunan negara-negara anggota AALCO tetap mengingatkan akan semangat mengusung perdamaian, selain mengharmonisasi hukum internasional. Kamalinne mengharapkan pertemuan tahunan AALCO di Bali akan memberikan hasil nyata terkait agenda yang dibahas.
Konferensi tahunan negara-negara anggota AALCO tetap mengingatkan akan semangat mengusung perdamaian, selain mengharmonisasi hukum internasional.
Adapun pertemuan tahunan AALCO di Nusa Dua, Badung, Bali, seperti disampaikan Yasonna dalam laporannya di pembukaan Sesi Tahunan Ke-61 AALCO, diikuti oleh 130 delegasi, baik delegasi dari negara-negara anggota AALCO sejumlah 47 negara, Sekretariat Jenderal AALCO, maupun 11 negara observer (pengamat) serta 14 organisasi internasional sebagai pengamat.
Dalam pertemuan tahunan AALCO di Bali itu, Indonesia akan mengajukan proposal (concept note) perihal usulan untuk mengategorikan kegiatan perikanan tidak sah (illegal fishing) sebagai bentuk kejahatan terorganisasi lintas negara (transnational organized crime). Usulan itu juga dilatari dampak illegal fishing yang menimbulkan kerugian finansial bagi negara, sedangkan kejahatan illegal fishing masih dipandang sebagai masalah administratif dan bukan sebagai masalah hukum.
Terkait proposal menyangkut kejahatan illegal fishing, Yasonna menyatakan, pihak Indonesia akan meminta persamaan persepsi dan pendapat dari negara-negara anggota AALCO mengenai usulan mengategorikan illegal fishing sebagai kejahatan terorganisasi lintas negara dalam sesi tahunan AALCO di Bali.