Pisang, Tradisi dan Harapan Baru Sulsel
Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin berikhtiar menjadikan pisang sebagai solusi kemiskinan dan pengangguran.
Tak sulit menemukan pisang ke mana pun bepergian ke seantero Sulawesi Selatan. Dalam wujud tanaman, aneka kudapan, wadah, hingga ritual, pisang tak pernah lepas. Di daerah ini, pisang adalah budaya.
Sepanjang perjalanan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sejauh mata memandang, tanaman pisang mudah ditemui di halaman rumah warga atau di kebun-kebun mereka.
Banyak tanaman pisang yang bahkan lebih serupa tanaman pagar ketimbang tanaman yang dipelihara. Sebagian warga menjadikannya tanaman penanda batas tanah. Dalam kondisi demikian, tanaman ini dibiarkan begitu saja. Tak sedikit juga yang menjadikannya sumber penghasilan utama.
”Saya sudah puluhan tahun menanam pisang. Menanamnya mudah, ongkos pemeliharaan minim, tetapi hasilnya lumayan. Dari daun, buah, hingga jantung pisang, semua bisa dijual,” kata Daeng Tuppu (63), petani pisang di Kelurahan Romang Polong, Kecamatan Somba Opu, Gowa, Kamis (12/10/2023).
Ia memiliki ratusan pohon pisang di kebunnya. Sembari menunggu pisang berbuah, Daeng Tuppu mengambil daun yang sudah bisa dijual. Tiga kali sebulan, pembeli daun pisang datang ke kebunnya. Selembar daun pisang dihargai Rp 2.500. Dia hanya mengizinkan paling banyak dua lembar daun per pohon. Dari menjual daun saja, sedikitnya dia mendapatkan Rp 1,5 juta per bulan.
Tak terpikir dalam benak Daeng Tuppu, pisang bisa diekspor. Begitu juga dengan petani lain di Kecamatan Parangloe, Gowa. Pisang ibarat tanaman yang dibiarkan begitu saja akan tetap tumbuh.
”Kalau ada hasilnya dijual ke pasar atau kadang diambil pedagang. Daunnya juga menghasilkan. Padahal biasanya hanya dibiarkan begitu saja. Tidak butuh pupuk atau pestisida,” kata Narang (54), petani di Kecamatan Parangloe.
Namun, belakangan ini pisang menjadi kata yang paling sering disebut dan banyak dibicarakan di Sulsel. Hal ini setelah Penjabat Gubernur Bahtiar Baharuddin mengumumkan program prioritasnya, tak lama setelah memulai menjalankan tugas. Dari sekian program yang disusun, budidaya pisang menjadi salah satu fokus.
Baca juga: Pisang Indonesia, Varietas Unggul Baru
Ada banyak alasan mengapa pisang menjadi prioritas unggulan. Salah satunya masih banyak lahan kurang produktif yang bakal cocok untuk budidaya pisang. Fakta lainnya, pisang punya peluang besar untuk jadi komoditas ekspor. Bahtiar berkeyakinan Indonesia mampu memenuhi permintaan ekspor ke sejumlah negara.
Lebih dari itu, Bahtiar melihat budidaya pisang bisa menjadi solusi atas persoalan tengkes (stunting), kemiskinan, hingga pengangguran di Sulsel. Berdasarkan data BPS Sulsel tahun 2023, tingkat pengangguran terbuka di daerah ini sebesar 4,51 persen. Adapun penduduk miskin berdasarkan data September 2022, jumlahnya 777.440 atau 8,63 persen dari total penduduk Sulsel yang lebih dari 9,2 juta jiwa.
”Kami sedang berikhtiar untuk menurunkan angka kemiskinan, stunting, dan pengangguran di Sulsel melalui budidaya pisang. Ini sudah diawali penanaman bibit pisang cavendish di Kecamatan Mare, Kabupaten Bone. Selanjutnya ke kabupaten lain. Kita berharap akan tumbuh hingga ke pasar ekspor,” kata Bahtiar, Senin (9/10/2023).
Untuk pengembangan pisang, Bahtiar menganggarkan Rp 1 triliun. Targetnya ialah menanam 1 miliar pohon di lahan seluas 500.000 hektar. Penanaman akan dilakukan secara bertahap.
Kalau ada hasilnya dijual ke pasar atau kadang diambil pedagang. Daunnya juga menghasilkan. Padahal biasanya hanya dibiarkan begitu saja. Tidak butuh pupuk atau pestisida.
Bahtiar mencontohkan kota Davao di Filipina yang menjadikan negara itu pengekspor pisang terbesar kedua di dunia setelah Ekuador. Luas lahan pisang di negara tersebut 450.000 hektar. Jika di Sulsel bisa ditanami 500.000 hektar, bahkan 1 juta hektar, Bahtiar meyakini Sulsel bisa mengalahkan Filipina.
Tak sekadar mengalokasikan anggaran, Bahtiar bahkan sudah beberapa kali bertemu dengan instansi terkait, termasuk mengundang sejumlah pengusaha nasional yang bergerak dalam ekspor dan pengolahan pisang.
Ia juga berharap ada dukungan dari perbankan terhadap program ini, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan, perusahaan-perusahaan di Sulsel juga diimbau untuk mendukung pembinaan ke petani-petani melalui program pertanggungjawaban sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).
Menurut Bahtiar, di tengah tanaman pangan utama, yakni padi dan jagung yang tak menunjukkan peningkatan signifikan, pisang bisa menjadi alternatif pendapatan baru.
Baca juga: Transformasi Oleh-oleh Pisang ala Bandar Lampung
Tak terpisahkan
Terlebih lagi, pisang adalah bagian dari budaya yang tak terpisahkan dari orang Sulsel. Banyak sekali makanan khas Sulsel yang berbahan dasar pisang. Barongko, roko-roko uti, es pisang ijo, es pallubutung, sanggara blanda, dan pisang epe adalah sedikit saja makanan Sulsel yang berbahan dasar pisang. Barongko, misalnya, adalah pisang yang dibalut adonan santan, telur, gula, kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dimasak dengan cara dikukus. Adapun roko-roko uti berisikan adonan terigu, santan dan gula, yang dikukus, lalu diisi potongan pisang dan dibungkus pula daun pisang.
Pisang juga menjadi bagian dari tradisi orang Sulsel. Ketika akan menempati rumah baru, biasanya ada ritual menggantung setandan pisang di tiang utama. Pisang juga selalu disediakan dalam berbagai acara khusus, seperti saat pembacaan doa untuk acara khitanan, akikah, dan ketika memasuki bulan Ramadhan. Dalam acara-acara itu, pisang selalu ada di atas baki didampingi kue-kue tradisional.
Baca juga: Memuliakan Pisang dalam Keseharian
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Sumbangan Baja mengatakan, tidak sulit merintis pisang sebagai komoditas ekspor.
”Di mana-mana di Sulsel mudah menemukan tanaman pisang. Masyarakat sudah sangat familiar. Menanam dan pemeliharaannya juga mudah. Saya yakin tak akan sulit. Intinya bagaimana petani didampingi untuk menanam dan mengurusi pisang sebagai komoditas lebih bernilai. Pendampingan terutama perlu dilakukan di awal,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Sulsel Imran Jausi mengakui, karena familiarnya tanaman ini bagi masyarakat di Sulsel, tak banyak yang melirik sebagai tanaman yang bisa punya nilai lebih.
”Mereka melihat pisang sebagai tanaman abadi. Sesudah panen, anakannya muncul dan nanti dipanen begitu lagi. Makanya banyak tetapi belum diurus serius. Sebagai komoditas ekspor, tentu harus disesuaikan dengan keinginan pasar. Jenisnya apa, perlakuannya seperti apa, sudah harus berbeda,” katanya.
Berdasarkan data Pemprov Sulsel, produksi pisang di daerah ini menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, jika tahun 2018 produksinya 136.099,50 ton, tahun 2022 menjadi 179.749,05 ton.
Imran mengatakan, dari 6 juta hektar lahan di Sulsel, masih ada 2 juta hektar yang selama ini kurang produktif yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan alternatif. Saat ini, sejumlah daerah sudah menyatakan kesiapan untuk budidaya pisang. Daerah ini antara lain Kabupaten Luwu Timur, Luwu, Bulukumba, Wajo, Soppeng, Maros, Takalar, Pinrang, Sidrap, Jeneponto, dan Bone.
Untuk budidaya pisang, Bahtiar berkeyakinan akan lebih mudah mengingat tanaman ini. Budidaya tanaman tropis ini juga tak perlu dilakukan dengan mengganti tanaman lain. Petani hanya perlu memanfaatkan lahan tidur dan memaksimalkan lahan yang sudah ada.
”Karena lahannya sudah ada. Tinggal mengembangkan budidaya. Kalau selama ini ditanam ala kadarnya 10-20 pohon buat dimakan sendiri atau dibagikan ke tetangga, sekarang bagaimana itu diproduksi dalam jumlah besar supaya punya nilai ekonomi. Karena ini bukan sesuatu yang baru. Maka, saya bilang ini adalah taman budaya karena setiap hari ada dalam sajian menu kita,” katanya.
Bahtiar mengatakan, setelah penanaman perdana bulan ini, setidaknya Maret tahun depan sudah bisa dipanen. Dia berharap program ini tak berhenti saat dia meninggalkan Sulsel, tetapi akan diteruskan oleh gubernur definitif nantinya.
Memasuki usia ke-354 tahun, Sulsel ingin mengembangkan pisang dengan orientasi yang berbeda dengan masa lalu. Tidak hanya menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, pisang juga diharapkan bisa mengungkit perekonomian warga secara langsung.
Baca juga : Es Pisang Ijo Makassar, Kudapan Segala Suasana