Gugur Gunung Pangkas Prevalensi Tengkes di Jateng
Penanganan tengkes di Jawa Tengah terus digenjot melalui berbagai program. Di wilayah itu, penurunan prevalensi tengkes diupayakan secara gotong royong oleh masyarakat hingga pemerintah.
Menekan prevalensi tengkes demi menjaga kualitas sumber daya manusia di masa depan terus diupayakan oleh sejumlah pihak di Jawa Tengah. Di wilayah itu, masyarakat hingga pemerintah gugur gunung mengikis prevalensi tengkes.
HNS (4) membuka lebar mulutnya, menyambut sendok berisi nasi dan telur dadar yang disuapkan oleh ibunya, Warningsih (30), di sebuah rumah di Kecamatan Margadana, Kota Tegal, Jateng, Selasa (3/10/2023). Setelah makanan itu masuk ke mulutnya, HNS langsung mengunyahnya dengan penuh semangat.
Dalam waktu kurang dari satu menit, mulut HNS kembali kosong. Ia lantas membuka mulutnya, pertanda siap menyambut suapan berikutnya. Melihat hal itu, Warningsih langsung bergegas memasukkan kembali makanan ke mulut anak sulungnya tersebut. Setelah beberapa suapan, makanan di kotak makan hijau itu tandas. Warningsih pun tersenyum semringah.
”Kalau anak makan lahap seperti ini, saya senang sekali. Semoga begini terus supaya berat badan anak saya bisa cepat naik,” kata Warningsih, Selasa siang.
Masih jelas betul dalam ingatan Warningsih, beberapa bulan sebelumnya, HNS amat susah makan. HNS selalu berhenti makan setelah suapan kedua atau ketiga. Kalau dipaksa, ia menangis sejadi-jadinya. Hal itu membuat Warningsih tak sampai hati untuk memaksa.
Baca juga : Tekan Tengkes, Pemda di Jateng Luncurkan Aneka Program
Berbagai upaya telah dilakukan Warningsih, mulai dari memasak makanan kesukaan HNS, mengajaknya makan sambil jalan-jalan, hingga makan sambil menonton tayangan kartun kesukaan si buah hati. Namun, upayanya itu tak pernah berbuah. HNS tetap tak mau makan.
Perilaku susah makan itu berlangsung bertahun-tahun hingga membuat berat badan HNS susah naik. Di umurnya yang sudah lebih dari empat tahun, berat badan HNS sekitar 10,5 kilogram, jauh dari berat badan rata-rata anak perempuan seusianya, sekitar 16 kilogram. HNS pun dikategorikan sebagai anak balita tengkes atau menderita gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Status gizinya masuk pada kategori gizi kurang.
Setelah bertahun-tahun limbung, Warningsih mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki status gizi HNS. Awalnya, HNS mendapatkan tambahan makanan berupa telur rebus dan bubur kacang hijau sekali dalam sebulan. Sejak 16 Agustus 2023, bantuan untuk HNS bertambah. HNS mendapatkan bantuan tambahan berupa makan siang bergizi seimbang, seperti yang dikonsumsinya pada Selasa siang.
Makanan yang terdiri dari nasi, satu jenis sayur, satu jenis lauk berprotein nabati, dan dua lauk berprotein hewani itu diberikan kepada HNS setiap hari selama 180 hari. Menu makanan yang diberikan kepada HNS dan para penderita tengkes di wilayah itu disusun oleh ahli gizi dari puskesmas setempat. Sementara itu, yang mengolah makanan itu adalah kader kesehatan di setiap kecamatan.
Seusai mengonsumsi bantuan makanan bergizi seimbang itu, berat badan HNS naik. Saat ditimbang pada awal Oktober 2023, berat badan HNS 11,5 kilogram. Angka itu lebih tinggi dari berat badannya awal September 2023, yakni 10,5 kilogram. Hal itu amat disyukuri Warningsih karena sudah berbulan-bulan berat badan HNS tidak pernah lebih dari 10,5 kilogram.
Penyaluran bantuan berupa makan siang bergizi seimbang itu merupakan bagian dari program Bapak Asuh Anak Stunting yang digagas oleh Camat Margadana Ari Budi Wibowo.
Dalam program tersebut, ada 14 bapak asuh yang bertugas untuk membantu 35 anak tengkes. Selain memberikan uang Rp 2.700.000 untuk biaya makan siang satu anak tengkes selama 180 hari, para bapak asuh juga diwajibkan ikut memantau tumbuh kembang anak asuhnya.
”Bapak asuh yang terlibat dalam program ini terdiri dari berbagai unsur, antara lain pegawai pemerintahan, perwakilan organisasi masyarakat, tokoh masyarakat, pengusaha, dan pekerja media. Semua pendanaan dari kantong pribadi mereka, tidak pakai anggaran negara karena anggaran negara, kan, terbatas. Jadi, konsepnya swadaya masyarakat,” ujar Ari.
Baca juga : Pencegahan Tengkes Tidak Selalu Mahal
Joko Margo Purnomo (54), warga Margadana, menuturkan, dirinya tergerak menjadi bapak asuh karena prihatin dengan masih adanya anak balita tengkes di wilayahnya. Dengan menjadi bapak asuh, Joko berharap bisa membantu memperbaiki status gizi anak-anak balita penderita tengkes tersebut.
”Saya juga ingin membantu pemerintah dalam mengatasi persoalan stunting di Kota Tegal. Kebetulan, saya punya kemampuan untuk itu, jadi saya daftar saja. Keluarga saya juga sangat mendukung (keputusan saya ini),” tutur ayah dari tiga anak tersebut.
Sehari-hari, Joko bekerja sebagai tenaga kesejahteraan sosial di Kecamatan Margadana. Dalam program Bapak Asuh Anak Stunting, ia mewakili organisasi masyarakat Paguyuban Saduluran Selawase Margadana.
Efektif
Kendati baru berjalan selama satu bulan, program itu disebut ahli gizi Puskesmas Margadana, Wahyu Rizki Rindani, efektif dalam meningkatkan berat badan anak balita tengkes. Mayoritas anak balita tengkes mengalami kenaikan berat badan hingga 1 kilogram. Status gizi anak balita yang awalnya gizi buruk juga membaik menjadi gizi kurang.
”Selama tidak ada penyakit penyerta, kalau terus-terusan diasup dengan makanan bergizi seimbang pasti cepat kenaikan berat badannya,” ucap Rindani.
Selain memperbaiki status gizi melalui asupan makanan, Pemerintah Kecamatan Margadana juga melakukan perbaikan sanitasi dan pengadaan jamban bagi rumah-rumah anak balita tengkes. Akses sanitasi dan jamban yang layak disebut Ari turut berpengaruh dalam pencegahan tengkes.
”Percuma diperbaiki gizinya kalau kebersihannya tidak diperhatikan. Kalau kebersihannya kurang, anak-anak akan mudah sakit. Padahal, anak-anak yang sedang sakit itu lebih gampang turun berat badannya,” kata Ari.
Menurut Ari, di Margadana ada 212 anak balita. Dari jumlah itu, 52 anak balita tergolong tengkes dengan status gizi kurang dan gizi buruk. Kendati demikian, hanya orangtua dari 35 anak balita tengkes yang bersedia anaknya dibantu. Adapun 17 balita tengkes ditangani secara mandiri oleh orangtuanya.
”Para orangtua dari 17 anak ini tidak terima anaknya masuk dalam kategori stunting, jadi menolak dibantu. Kebanyakan mereka dari keluarga berada. Jadi, masalahnya bukan kesulitan mengakses makanan bergizi seimbang, tapi soal pola asuh. Misal, anaknya tidak mau makan terus malah diberi jajanan kekinian, yang penting makan, tanpa memperhitungkan kandungan nutrisinya,” imbuh Ari.
Minimnya kesadaran para orangtua terkait penanganan tengkes dinilai Ari turut menjadi tantangan. Kendati demikian, pihaknya bertekad tidak akan menyerah. Segala daya upaya akan dilakukan, termasuk membuat inovasi-inovasi lain untuk mencapai target Kota Tegal bebas tengkes dalam beberapa tahun ke depan.
Percuma diperbaiki gizinya kalau kebersihannya tidak diperhatikan. Kalau kebersihannya kurang, anak-anak akan mudah sakit.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tegal, prevalensi anak balita tengkes di wilayahnya pada 2021 sebesar 23,9 persen. Pada tahun 2022, prevalensi tengkes di wilayah itu turun sebanyak 7,1 persen menjadi 16,8 persen. Penurunan prevalensi tengkes di Kota Tegal tersebut menjadi yang tertinggi ketiga di Jateng.
Diupayakan
Sekitar 165 kilometer dari Kecamatan Margadana, tepatnya di Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, penurunan prevalensi tengkes juga diupayakan.
Di wilayah itu, Pemerintah Kota Semarang mendirikan Rumah Pelita, tempat penitipan bagi anak balita penderita tengkes. Di tempat itu, anak-anak balita tengkes dibantu meningkatkan status gizinya dengan cara diberi asupan makanan bergizi seimbang dan susu serta diatur pola tidurnya.
Setiap Senin-Jumat, anak balita tengkes yang dititipkan di Rumah Pelita dari pagi hingga petang itu diberi sarapan serta makan siang yang mengandung dua jenis protein hewani, satu jenis protein nabati, sayur, dan karbohidrat. Selain itu, mereka juga diberi susu dan kudapan berupa buah-buahan atau puding. Semua itu gratis.
”Sejak didirikan pada Februari 2023 hingga Oktober, Rumah Pelita menerima 30 balita tengkes. Dari jumlah itu, sebanyak delapan balita dinyatakan lulus karena berat badan, tinggi badan, dan status gizinya telah naik,” ucap Lana Muthia, salah satu pengasuh di Rumah Pelita, Selasa (10/10/2023).
Sementara itu, di Demak, pencegahan tengkes dilakukan dengan memantau tumbuh kembang anak balita, meningkatkan cakupan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai bayi berusia enam bulan, memberikan asupan tambahan berupa makanan pendamping ASI pada bayi berusia 6-23 bulan, serta memastikan pemberian imunisasi dasar lengkap. Sementara itu, anak balita yang terdeteksi berstatus gizi kurang dalam pemeriksaan tumbuh kembang diberi makanan tambahan bergizi seimbang.
Selain pada anak balita, pencegahan tengkes juga dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan ibunya. Dinas Kesehatan Demak memastikan, pemeriksaan kehamilan atau antenatal care yang berkualitas pada setiap ibu hamil dilakukan minimal enam kali selama kehamilan, termasuk pemeriksaan ultrasonografi.
”Ibu hamil juga kami beri bantuan berupa tablet tambah darah minimal 90 tablet selama hamil. Adapun ibu hamil yang terdeteksi kekurangan energi kronis kami beri makanan tambahan bergizi seimbang,” tutur Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Demak Sri Pudji Astuti.
Tak hanya ibu hamil, para remaja putri di Demak juga menjadi salah satu kelompok yang dipantau kesehatannya oleh dinas kesehatan setempat. Mereka rutin menjalani penapisan anemia. Remaja putri yang terdeteksi anemia diberi tablet penambah darah satu kali dalam sepekan.
Target
Pemerintah Provinsi Jateng menargetkan prevalensi tengkes di wilayahnya bisa turun menjadi 14 persen pada 2024. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan, prevalensi anak balita tengkes di Jateng pada 2022 sebesar 20,8 persen. Angka ini turun 0,1 dari prevalensi tengkes tahun sebelumnya, yakni 20,9.
”Dalam waktu dua tahun, kami harus menurunkan 6 persen atau 3 persen per tahun agar target 14 persen pada 2024 tercapai. Berbagai upaya telah kami lakukan, misalnya memastikan data stunting itu sesuai dengan kondisi sebenarnya sehingga penanganan bisa tepat sasaran,” tutur Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jateng Yuni Rahayuningtyas, Jumat (13/10/2023).
Mereka juga membantu penganggaran penanganan stunting di kabupaten/kota dan membentuk tim percepatan penurunan stunting tingkat provinsi. Dinas kesehatan juga disebut Yuni kerap mengadakan pembinaan teknis dan pengembangan program penanganan tengkes kepada pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota yang memerlukan rujukan juga difasilitasi.
Dalam keterangan tertulisnya, Sekretaris Daerah Jateng Sumarno mengatakan, pihaknya bakal menggenjot berbagai program, seperti gerakan Jogo Tonggo, Jogo Konco, Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng, dan Jo Kawin Bocah untuk mengakselerasi penurunan prevalensi tengkes. Program-program itu disebut Sumarno merupakan bentuk kepedulian dan perhatian yang berakar dari sifat gotong royong masyarakat Jateng.
Saat memberikan sambutan dalam serah terima jabatan, Rabu (6/9/2023), mantan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyebut, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang belum diselesaikannya, salah satunya menurunkan prevalensi tengkes. Ganjar berharap program-program penanganan tengkes yang telah dilakukan di masa jabatannya terus dilanjutkan dan dikembangkan oleh gubernur-gubernur selanjutnya.
Baca juga : Rumah Penitipan Balita Tengkes di Semarang
Seusai dilantik, Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana berkomitmen akan mengatasi pekerjaan rumah yang belum tuntas. ”Kami akan meningkatkan kinerja. Karena kami masih baru, jadi saya akan petakan dulu. Kami minta juga turunan dari Pak Ganjar,” ujar Nana.
Perjalanan Jateng menuju target prevalensi tengkes 14 persen memang tidak mudah. Namun, seperti kata pepatah, hasil juga tidak akan mengkhianati usaha semua unsur, mulai dari masyarakat hingga pemerintah, untuk mencapai target itu.