Tekan Tengkes, Pemda di Jateng Luncurkan Aneka Program
Sejumlah daerah mengupayakan penurunan prevalensi tengkes di Jateng, mulai dari melibatkan remaja untuk sosialisasi, membangun rumah penitipan, hingga menggalakkan program orangtua asuh. Target optimistis dicapai.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Berbagai program diluncurkan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah agar prevalensi anak balita tengkes di daerah itu bisa turun, bahkan bisa mencapai target nihil kasus pada tahun 2024. Di Jateng, prevalensi anak balita tengkes pada tahun 2022 menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kendati demikian, penurunannya tak terlalu signifikan, yakni dari 20,9 persen menjadi 20,8 persen.
Untuk mencapai target anak balita tengkes 14 persen pada tahun 2023 secara nasional, pemerintah kabupaten/kota begerak meluncurkan aneka program. Di Kota Semarang, misalnya, pemerintah setempat berencana menggandeng anak-anak muda untuk menekan prevalensi tengkes di daerahnya.
Pada 17 Agustus mendatang, Pemerintah Kota Semarang bakal meluncurkan program Milenial Gotong Royong Atasi Stunting atau Melon Mas. Dalam program itu, pemerintah akan melibatkan sejumlah organisasi kepemudaan setempat, seperti Generasi Berencana, Forum Anak, Karang Taruna, dan Forum OSIS.
”Jadi, ini adalah bagian dari kolaborasi kami mengajak milenial, karena milenial ini akan juga bisa membantu memberi penjelasan kepada teman-temannya. Ini nanti bisa menjadi contoh, bagaimana anak milenial mendorong upaya penurunan stunting,” kata Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/8/2023).
Pada Selasa (8/8/2023), Hevearita juga meresmikan Rumah Sigap (Siapkan Generasi Anak Berprestasi) di Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Di Rumah Sigap tersebut, sejumlah orang akan bertugas dalam penanganan anak-anak yang memiliki risiko tengkes sehingga kemunculan kasus tengkes baru bisa dicegah.
Kegiatan di Rumah Sigap akan diintegrasikan dengan Rumah Pelita (Penanganan Stunting Lintas Sektor bagi Bayi di Bawah Dua Tahun). Rumah Pelita adalah rumah penitipan bayi tengkes. Di rumah itu, nutrisi bayi-bayi itu akan dipenuhi oleh juru masak dan ahli gizi. Petugas dari dinas kesehatan, dokter anak, psikolog anak, terapis motorik, dan bidan juga akan turut mendampingi pemulihan kondisi anak-anak itu.
Hevearita menargetkan wilayahnya bebas dari anak balita tengkes pada tahun 2024. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Jateng, prevalensi anak balita tengkes di Kota Semarang pada tahun 2022 sebesar 10,4 persen. Angka itu turun signifikan dari prevalensi tahun 2021, yakni 21,3 persen. Penurunan prevalensi anak balita tengkes di Kota Semarang tersebut menjadi yang tertinggi di Jateng pada tahun 2022.
Bapak asuh
Sementara itu, di Kota Tegal, penurunan prevalensi anak balita tengkes juga terus diupayakan. Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengatakan, di wilayahnya, para camat dan lurah ditugaskan untuk rutin mengadakan rembuk stunting dan dan kunjungan ke rumah-rumah warga. Dari kegiatan itu, pemerintah bisa memonitor kondisi para anak balita di wilayahnya.
Beberapa waktu lalu, Dedy juga meluncurkan program baru, yakni Bapak Asuh Anak Sunting. Dalam program itu, Dedy mengajak pihak pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan pekerja media massa untuk menjadi bapak asuh bagi bayi tengkes yang ada di sekitarnya. Di Kecamatan Margadana, Kota Tegal, misalnya, ada 14 bapak asuh yang ditugaskan membantu 35 anak balita tengkes.
”Perlu diketahui bahwa stunting bukan hanya karena masalah makanan dan minuman saja, tetapi juga karena pola asuh yang kurang memperhatikan anak. Bapak Asuh Anak Stunting harus menjadi langkah strategis dalam upaya menurunkan angka stunting di Kota Tegal dan bisa memotivasi semua pihak agar bergerak bersama menangani stunting,” ucap Dedy.
Perlu diketahui bahwastunting bukan hanya karena masalah makanan dan minuman saja, tetapi juga karena pola asuh yang kurang memperhatikan anak.
Pada tahun 2022, prevalensi tengkes di Kota Tegal sebesar 16,8 persen. Angka itu menurun dari prevalensi tengkes tahun sebelumnya, yakni 23,9 persen. Kota Tegal menjadi daerah dengan penurunan prevalensi tengkes tertinggi ketiga di Jateng. Adapun prevalensi tengkes yang ditentukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Tegal tahun 2019-2024 sebesar 4,76 persen.
Meningkat
Upaya menurunkan prevalensi anak balita tengkes juga dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan. Di wilayah itu, prevalensi tengkes pada 2022 tercatat meningkat menjadi 23,1 persen dari prevalensi tahun sebelumnya, yakni 20,6 persen. Wakil Wali Kota Pekalongan Salahudin meminta jajarannya melakukan langkah-langkah strategis untuk menekan tengkes.
”Kami perlu meneliti, ini faktor penyebab peningkatannya apa. Lalu, kami akan melihat daerah lain yang punya masalah serupa. Kami akan mencoba meniru langkah-langkah yang akan ditempuh daerah lain untuk menangani hal tersebut,” ujar Salahudin.
Menurut dia, sejumlah program penurunan tengkes sudah dilakukan di Kota Pekalongan. Program-program itu meliputi Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting, penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan calon pengantin, pemberian makanan tambahan bagi anak balita berisiko tengkes, serta dapur sehat atasi stunting.
Dalam berbagai kesempatan, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengungkapkan, dirinya optimistis wilayahnya mampu mencapai target penurunan tengkes menjadi 14 persen pada tahun 2024. Sebab, pemerintah di sejumlah daerah dinilai Ganjar telah melakukan berbagi inovasi untuk membantu mencapai target tersebut.
Ganjar menyebut, masyarakat juga turut bergotong royong membantu penurunan prevalensi tengkes di Jateng. Di beberapa daerah, misalnya, ada warga yang berinisiatif menggalang iuran dari warga dan uangnya digunakan untuk penanganan tengkes.
”Sudah kami siapkan untuk melakukan percepatan (pencapaian) target (prevalensi anak balita tengkes) nasional 14 persen. Kalau hari ini cara penanganannya sudah sistematis, satu datanya benar, penanganannya sudah benar, saya kira tidak terlalu sulit untuk kita lakukan,” tutur Ganjar.
Hasil SSGI tahun 2022 menunjukkan bahwa prevalensi anak balita tengkes secara nasional pada tahun 2022 sebesar 21,6 persen. Angka itu lebih rendah dari prevalensi anak balita tengkes pada tahun sebelumnya, yakni 24,4 persen. Pemerintah menargetkan pada tahun 2024 prevalensi anak balita tengkes secara nasional turun menjadi 14 persen.