Titik Api Tak Terpantau Lagi di Gunung Lawu, Karanganyar
Titik api tak lagi terpantau di Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat ini. Pemantauan akan dilanjutkan lewat udara untuk memastikan titik api sudah benar-benar hilang.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KARANGANYAR, KOMPAS — Perkembangan kondisi kebakaran hutan dan lahan terus dipantau di Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Titik api dilaporkan tak lagi terpantau pada Jumat (13/10/2023) ini. Pemantauan akan dilanjutkan lewat udara untuk memastikan titik api sudah benar-benar hilang. Namun, pemantauan melalui udara bakal bergantung kondisi cuaca.
”Dari pantauan semalam (Kamis, 12/10/2023) hingga (Jumat) pagi ini tidak ada titik api maupun asap. Ini nanti semoga cuaca cerah sehingga nanti bisa lihat keadaan gunungnya secara persis,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karanganyar Juli Padmi Handayani lewat pesan singkatnya, Jumat pagi.
Juli mengungkapkan, titik api yang muncul dan bisa dijangkau tim pemadaman darat sudah bisa dipadamkan seluruhnya. Upaya pemadaman menggunakan water bombing sebenarnya terus diupayakan untuk menjangkau titik-titik sulit, seperti di Hargo Tiling dan Hargo Puruso. Namun, metode itu kerap terganjal kondisi cuaca yang tak mendukung berupa kabut tebal maupun angin kencang.
Saat ini, lanjut Juli, titik api memang sudah tidak terlihat lagi dari pantauan sukarelawan. Meski demikian, pihaknya bakal tetap melakukan pemantauan guna memastikan titik api sudah hilang sepenuhnya.
”Pemantauan akan dilakukan melihat cuaca nanti (via udara). Kalau yang dari darat, memantau dari tempat tertinggi. Misalnya, dari kawasan Candi Cetho maupun kawasan Paralayang. Tidak tertutup kemungkinan juga dari tempat-tempat lainnya,” kata Juli.
Kebakaran hutan dan lahan di Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, mulai muncul pada Minggu (1/10/2023). Itu terjadi karena api merembet dari Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dengan kemunculan titik api, segenap sukarelawan terjun untuk membantu proses pemadaman agar paparan api tidak terus meluas.
Tahapan awal, pemadaman api dilakukan secara manual lewat metode gepyok dan pembuatan sekat. Tetapi, angin kencang membuat api menyebar lebih cepat sehingga kawasan hutan yang terpapar api lebih luas.
Perkiraan luas hutan yang terbakar mencapai 170 hektar.
Kondisi itu mendorong Pemerintah Kabupaten Karanganyar menetapkan status tanggap darurat bencana mulai 3 Oktober 2023. Menurut rencana, masa tanggap darurat akan berlangsung hingga 16 Oktober 2023. Penetapan status kebencanaan disertai permohonan bantuan pemadaman lewat metode water bombing atau bom air.
Operasi pemadaman bom air sebenarnya dilaksanakan mulai 4 Oktober 2023. Akan tetapi, saat itu, kabut tebal menutupi kawasan gunung sehingga helikopter kesulitan mendekat guna melakukan penyiraman. Kabut tebal kerap kali menjadi kendala penyiraman.
Paling efektif, menurut Juli, penyiraman bom air berlangsung pada 10 Oktober 2023. Ketika itu, cuaca cerah tercipta mulai pukul 07.00 hingga 12.00. Dalam kesempatan itu, penyemprotan bisa dilakukan 22 kali.
”Rata-rata hariannya itu kira-kira bisa lima kali penyiraman. Itu karena tiba-tiba kabut tebal muncul. Pernah juga hanya satu kali penyiraman. Jadi, sangat bergantung cuaca,” kata Juli.
Luas lahan terbakar
Kepala Pemangkuan Kesatuan Hutan Perhutani Surakarta Herri Merkussiyanto Putro menyampaikan, perkiraan luas hutan yang terbakar mencapai 170 hektar. Namun, pihaknya perlu memastikan jumlah rinciannya. Hitungan sementara itu baru perkiraan mengingat penghitungannya berlangsung sembari memadamkan api.
Peristiwa kebakaran, menurut Herri, bakal berdampak pada berkurangnya pakan satwa, khususnya berupa tumbuh-tumbuhan. Adanya kebakaran juga tak menutup kemungkinan menyebabkan kawasan vegetasi terbuka. Keadaan itu berpotensi membuat resapan air tidak terproses sempurna. Akan tetapi, ia menilai luasan lahan yang terbakar tidak signifikan.
”Kebetulan vegetasi bawah masih lebat dan basah. Kalau kami bicara persentase luasan, katakanlah nanti mencapai 170 hektar sampai 200 hektar yang terdampak, ini persentasenya lumayan kecil,” kata Herri.