Pemerintah Kabupaten Karanganyar menetapkan status tanggap darurat atas bencana kebakaran hutan di wilayah lereng Gunung Lawu. Penetapan status diikuti permohonan penggunaan metode ”water bombing” untuk pemadaman api.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KARANGANYAR, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, menetapkan status tanggap darurat atas bencana kebakaran hutan di wilayah lereng Gunung Lawu. Penetapan status diikuti permohonan penggunaan metode water bombing untuk pemadaman api pada kawasan yang sulit dijangkau.
Status tanggap darurat itu mulai berlaku pada 3-16 Oktober 2023. Langkah itu diambil agar pemerintah daerah bisa bertindak cepat menyikapi keadaan darurat bencana kebakaran hutan tersebut. Lebih-lebih dua daerah lain yang berada dalam kawasan Gunung Lawu, yakni Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi di Jawa Timur, sudah lebih dahulu menetapkan status tersebut.
”Dua kabupaten lain sudah menetapkan lebih dahulu. Ini perlakuannya harus sama secara administratif sembari kami terus berkoordinasi bersama-sama menangani bencana kebakaran hutan dan lahan ini,” kata Bupati Karanganyar Juliyatmono, di Candi Cetho, Kecamatan Jenawi, Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (10/4/2023).
Kebakaran hutan di Gunung Lawu pertama kali terjadi di wilayah Kabupaten Ngawi. Api merembet ke wilayah Karanganyar mulai Minggu (1/10/2023). Upaya pemadaman dilakukan segenap sukarelawan, Polri, hingga TNI sejak munculnya titik api tersebut. Tantangan pemadaman ialah lokasi terjal menuju titik-titik api.
Untuk itu, Juliyatmono mengajukan permohonan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk penggunaan helikopter agar bisa memadamkan api menggunakan metode water bombing atau penyiraman bom air. Pihaknya sedang berkoordinasi mencari lokasi sumber air yang akan digunakan. Setidaknya ada dua titik yang dijadikan sasaran, yakni Telaga Madirda di Kecamatan Ngargoyoso dan Waduk Gondang di Kecamatan Kerjo.
”Ini sambil uji coba melihat sumber air yang dimungkinkan untuk diambil. Perjalanan (helikopter) juga memerlukan waktu karena digunakan juga di daerah lainnya. Sekarang masih dilakukan pemetaan supaya bisa segera memadamkan api,” kata Juliyatmono.
Sejauh ini upaya pemadaman baru dilakukan secara manual dengan menerjunkan sukarelawan yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Para sukarelawan memadamkan api menggunakan gepyok. Pencegahan meluasnya api dilakukan lewat penyekatan titik api.
Sementara itu, Administratur atau Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Surakarta Herri Merkussiyanto Putro mengatakan, perkiraan luas lahan yang terbakar mencapai 60 hektar. Jumlahnya meningkat tiga kali lipat dibandingkan sehari sebelumnya, yakni 20 hektar. Pihaknya tak memungkiri ada potensi penambahan luasan lahan terbakar.
”Informasinya kawasan Hargo Tiling dan Hargo Puruso sudah terbakar. Tetapi, ini kami perlu menghitung lagi sambil menunggu laporan dari tim yang sedang melakukan pemadaman,” kata Herri.
Herri mengatakan, penghitungan luasan lahan terbakar baru sebatas perkiraan. Pasalnya, ia belum bisa melakukan pemantauan menggunakan drone guna mencari hitungan yang lebih terperinci mengenai luasan lahan. Oleh karenanya, penghitungannya berdasarkan titik koordinat yang dikirim dari para sukarelawan pemadam kebakaran.
Sejauh ini upaya pemadaman baru dilakukan secara manual dengan menerjunkan sukarelawan yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Para sukarelawan memadamkan api menggunakan gepyok. Pencegahan meluasnya api dilakukan lewat penyekatan titik api.
Lebih lanjut, kata Herri, kawasan lahan terbakar menyerupai sabana. Jenis tanamannya berupa cemara dan semak-semak. Kondisi kering meningkatkan risiko perluasan api. Apalagi sebagian semak-semak belum pernah mengalami kebakaran sejak 2019. Keadaan itu membuat risiko terjadinya kebakaran semakin tinggi pula.
Sekretaris Daerah Kabupaten Karanganyar Timotius Suryadi mengungkapkan, pemetaan titik api terus dilakukan. Lantas, pihaknya membekali para sukarelawan dengan GPS (global positioning system) untuk menandai lokasi-lokasi kemunculan api. Pemetaan itu bertujuan mempermudah upaya pemadaman dengan water bombing, khususnya guna menjangkau lokasi-lokasi curam yang sulit dijangkau para sukarelawan.
”Dengan alat itu, semoga bisa dipetakan titik-titik mana yang perlu diintervensi. Jadi, nanti ketika water bombing melalui helikopter digunakan titik-titik kritis bisa tertangani. Utamanya kami mau menangani sumber air yang sangat vital bagi masyarakat,” kata Timotius.