Pengelolaan Data Beasiswa Otsus Papua Perlu Perbaikan
Pemprov Papua masih melaksanakan penyaluran dana Beasiswa Unggul Papua sembari menyesuaikan data. Forum orangtua meminta pemerintah hasilkan basis data yang akurat dan penganggaran yang matang.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Basis data penerima Beasiswa Unggul Papua perlu dievaluasi. Buruknya pengelolaan dari Pemerintah Provinsi Papua tersebut membuat kegiatan akademik dan kelangsungan hidup mahasiswa penerima beasiswa menjadi tidak menentu.
Ketua Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua John Reba menilai, sebagai instansi berwenang, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Papua tidak mampu mengelola data dengan baik. Hal ini terbukti banyak data tidak valid. Proyeksi penganggaran menjadi tidak jelas dari beasiswa yang bersumber dari dana otonomi khusus (otsus) Papua ini.,
”Niat untuk validasi data baru muncul akhir-akhir ini. Seharusnya, ini bisa dilakukan jauh-jauh hari serta dengan proyeksi anggaran yang tepat,” kata John, Selasa (10/10/2023).
Sebanyak 1.717 mahasiswa Provinsi Papua penerima beasiswa berkuliah di dalam dan luar negeri. Di luar negeri, mereka berkuliah di Singapura, China, Jepang, Australia, Selandia Baru, Rusia, Jerman, Kanada, hingga Amerika Serikat.
Akibat verifikasi data buruk, banyak mahasiswa tidak bisa mendapatkan haknya tepat waktu. Bahkan, berdasarkan penelusuran dari forum orangtua, ditemukan ada mahasiswa yang tidak menerima dana karena ketidaksesuaian data rekening.
”Dengan begitu, mahasiswa yang tidak mampu membayar biaya kuliah mendapat desakan hingga ancaman dikelurkan dari pihak kampus. Selain itu, muncul stigma jelek untuk Papua,” ujarnya.
Ditemui terpisah, Kepala BPSDM Papua Aryoko Rumaropen menyatakan, Pemprov Papua tetap berkomitmen memenuhi kewajiban mereka menanggung biaya pendidikan anak-anak Papua.
Pihaknya masih menunggu penerima maupun orangtua untuk turut menunjukkan bukti aktivitas akademik sehingga penyaluran dana bisa tepat sasaran.
Kendati demikian, dia mendorong orangtua juga turut menyiapkan dana darurat. ”Karena uang dari pemerintah tidak selalu ada. Seperti sekarang ini, seharusnya orangtua juga punya rencana cadangan sehingga tidak begitu bergantung pada dana dari pemerintah,” tutur Aryoko.
Tidak semua mampu
Menurut John, pemerintah seharusnya bisa membuat proyeksi penganggaran yang matang. Adapun hal tersebut bisa terlaksana jika BPSDM Papua memiliki basis data yang baik.
Di sisi lain, dia keberatan jika orangtua harus turut dibebani biaya pendidikan. Menurut dia, tidak semua orangtua mahasiswa memiliki ekonomi yang sama.
”Ini, kan, program dan menjadi tanggung jawab pemerintah. Apalagi beasiswa ini merupakan program yang menggunakan dana otsus, di mana pendidikan merupakan program prioritas. Seharusnya, ada perhitungan yang matang,” ucapnya.
John menyebut, sejumlah orangtua harus melakukan peminjaman dengan jumlah besar. ”Mereka harus meminjam dengan jumlah besar untuk menanggung biaya yang tidak sedikit. Apalagi jika anaknya berkuliah di luar negeri,” tuturnya.
Saya sambil bekerja di kantin asrama kampus, baik itu cuci piring dan kegiatan bersih-bersih lain. Teman lain juga melakukan hal yang sama.
Sejumlah mahasiswa yang terpaksa harus mencari pekerjaan sambilan agar tetap bisa memenuhi biaya hidup maupun biaya kuliah. Chelsea Nusy, misalnya, mahasiswa jurusan akuntansi di Corban University, Amerika Serikat, ini menjalani kuliah sambil bekerja.
”Saya sambil bekerja di kantin asrama kampus, baik itu cuci piring dan kegiatan bersih-bersih lain. Teman lain juga melakukan hal yang sama,” kata Chelsea.
Dengan demikian, John berharap pemerintah bisa membenahi pengelolaan Beasiswa Unggul Papua. Menurut John, jika hal ini tidak segera diperbaiki, akan memengaruhi dalam perbaikan kualitas sumber daya manusia orang asli Papua.
”Orang Papua juga bisa kehilangan kepercayaan pada program ini. Jika dilihat, banyak penerima program ini lulus dengan nilai memuaskan di kampus luar negeri,” ucapnya.
Sementara itu, perwakilan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) untuk Provinsi Papua, Alberth Yoku, menyampaikan, pengelolaan dana otsus harus sesuai dengan tujuannya. Dana otsus seharusnya bisa dimaksimalkan sebesar-besarnya untuk perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan, serta ekonomi kerakyatan orang asli Papua.
”Tetapi nyatanya saat ini, upaya mencerdaskan anak papua serta hal lainnya belum signifikan,” katanya.