Beri Keterangan Berbelit, Dua Polisi Saksi Kasus Pembunuhan Banjarnegara Dicecar Hakim
Persidangan terdakwa Slamet Tohari, dukun pengganda uang di Banjarnegara, menghadirkan 2 polisi sebagai saksi. Sidang berlangsung tegang karena saksi dinilai memberikan keterangan yang berbelit-belit.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Dua anggota Kepolisian Resor Banjarnegara, Setyanto (45) dan Agus Prayitno (48), dicecar majelis hakim saat menjadi saksi persidangan dukun Slamet Tohari. Mereka dinilai memberikan keterangan berbelit-belit dan normatif di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (10/10/2023).
Majelis hakim mencecar Setyanto karena membuang barang bukti GPS dan HP korban lalu menerima upah Rp 2 juta. Adapun Agus dicecar karena menerima uang Rp 5 juta terkait pelaporan hilangnya mobil yang dirental korban Paryanto (53).
”Saya berusaha sabar dari tadi, Pak! Bapak ini muter-muter dari tadi. Kami berusaha mengikuti Bapak. Jadi tolong kasihan korban-korban ya Pak. Bapak hanya memperjuangkan diri Bapak dari tadi, tidak memberikan kebenaran di sini,” kata Hakim Ketua Niken Rochayati kepada saksi Agus Prayitno dalam persidangan, Selasa.
Dengan nada tinggi dan mengacungkan telunjuk, Niken tampak geram ketika memeriksa keterangan dari Agus. Sebagai polisi, Agus dalam kasus ini menjadi saksi lantaran dirinyalah yang menerima laporan kehilangan mobil serta kehilangan orang di Polres Banjarnegara.
Niken yang didampingi hakim anggota Tomi Sugianto serta Arief Wibowo berupaya mengecek prosedur pelaporan keluarga korban yang menilai pelaporannya dipersulit polisi. ”Bapak sudah diperiksa Propam belum ini?!” tanya Niken lagi dengan nada tinggi. Agus pun mengatakan dirinya belum diperiksa Propam.
Dalam persidangan terungkap bahwa Aden, pengusaha rental dari Sukabumi, datang bersama Gildas (16), anak Paryanto, ke Banjarnegara. Mereka mencari Paryanto, yang menyewa mobil Aden. Keduanya membuat laporan ke polisi dan diterima Agus Prayitno yang sedang piket.
Dalam keterangannya, Agus mengatakan secara normatif laporan kehilangan mobil tidak bisa dibuat di Banjarnegara karena mobil disewa saat berada di Sukabumi. Keduanya pun diminta membuat laporan di Polres Sukabumi.
Adapun kasus kehilangan orang dan permintaan pendampingan polisi untuk mencari Paryanto ke rumah Slamet Tohari diserahkan ke piket Reskrim Polres Banjarnegara.
Meski demikian, terungkap pula bahwa laporan kehilangan mobil oleh Aden itu justru diselesaikan secara individu oleh Agus. Agus menghubungi seseorang bernama Galih. Galih disebut sebagai orang yang biasa membantu Slamet Tohari dalam perkara hukum. Sedianya, Galih juga diundang sebagai saksi dalam persidangan kali ini, tapi tidak hadir.
Lewat bantuan Galih, mobil milik Aden terlacak. Mobil itu sempat digadaikan Slamet Tohari di Wonosobo senilai Rp 30 juta. Mobil itu pun dikembalikan ke Aden. Adapun proses serah terima mobil tidak dilakukan di lingkup kantor polisi tapi justru dilakukan di Alun-alun Banjarnegara serta di depan kantor pos. Dari sana, Agus pun menerima uang Rp 5 juta dari Aden dengan cara ditransfer.
Mendengar kesaksian itu majelis hakim geram. ”Begitu banyak korban, Bapak tidak ada rasa kasihan. Saya menyambung pertanyaan jaksa penuntut umum, mengapa Saudara mau membantu menyerahkan mobil. Sementara tadi Saudara sibuk dengan normatif-normatif. Mengapa mobil tidak dibawa ke polres kalau Saudara dari awal bilang normatifnya begini-normatifnya begini. Mengapa pada saat Anda akan mendapatkan uang, Anda tidak bicara tentang normatif,” cecar Niken lagi.
”Saya berusaha sabar dari tadi, Pak! Bapak ini muter-muter dari tadi. Kami berusaha mengikuti Bapak.”
Atas cecaran itu, Agus yang pernah bertugas sebagai babin di Desa Balun mengatakan, dirinya tidak pernah meminta upah apa pun dari Aden. Uang Rp 5 juta itu diberikan sebagai tanda terima kasih Aden karena telah dibantu.
Selain itu, Agus juga telah mengembalikan sebagian uang itu dengan memberikan Rp 3 juta kepada Aden sebagai uang akomodasi selama Aden mengikuti sejumlah pemeriksaan di Banjarnegara.
”Mohon maaf, Bu. Seperti sudah saya sampaikan. Saya dari awal, Demi Allah, bisa dikonfirmasi dengan orangnya. Saya tidak pernah membicarakan masalah uang seperak pun! Demi Allah!” kata Agus dengan nada tinggi bagaikan membentak.
Perkara GPS
Sementara itu, saksi Setyanto dihadirkan dalam persidangan. Ia ditanya tentang keterlibatannya dalam membantu Slamet Tohari mencarikan teman untuk melepaskan GPS pada mobil yang dirental Paryanto. Tohari juga membuang GPS dan HP Paryanto di sebuah kebun di tepi jalan menuju Tambi dan Dieng, Wonosobo.
Dalam persidangan terungkap bahwa Setyanto yang bertugas di Pos Polisi Dieng mengenal Slamet Tohari di Desa Balun, tempat istri Setyanto berasal. Setyanto dan Tohari saling kenal dan pernah bekerja sama dalam perdagangan sayur-mayur.
Majelis hakim mencecar Setyanto yang seharusnya curiga mengapa Tohari minta tolong melepaskan GPS pada mobil tersebut di Banyumas. Bahkan, Setyanto pun ikut Tohari ke Wonosobo untuk menggadaikan mobil itu senilai Rp 30 juta.
Setyanto pun sejak awal menyadari bahwa mobil itu adalah mobil ”pedotan” atau bodong alias tanpa surat lengkap, tapi masih tetap saja ikut membantu. Dari jasanya mencarikan mekanik untuk melepaskan GPS, Setyanto mendapatkan upah Rp 2 juta dari Tohari.
Dihubungi terpisah, saat dimintai tanggapan atas kedua anggotanya yang menjadi saksi dalam persidangan itu, Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Era Johny Kurniawan menyampaikan, Propam akan memeriksa dugaan keterlibatan dua anggotanya itu dalam kasus dukun Slamet Tohari.