Tangisan Keluarga Korban Warnai Sidang Dukun Slamet Tohari di Banjarnegara
Lima saksi dihadirkan dalam sidang dukun penggandaan uang, Slamet Tohari di Banjarnegara. Isak tangis keluarga korban mewarnai persidangan.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum pada Selasa (3/10/2023) menghadirkan lima saksi dalam persidangan dengan terdakwa Slamet Tohari (46), dukun penggandaan uang. Para saksi tersebut terdiri dari tiga orang keluarga korban pembunuhan, sopir, dan pemilik rental mobil yang dipakai menjemput korban menuju rumah Slamet Tohari. Keluarga korban berderai air mata saat memberikan kesaksian.
Slamet Tohari, dukun penggandaan uang dari Banjarnegara, dijerat pasal kombinasi, mulai dari pembunuhan berencana, penipuan dan penggelapan, serta uang palsu. Ia diduga membunuh 12 nyawa.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Banjarnegara, majelis hakim yang diketuai Niken Rochayati menghadirkan Salsabila (22), anak dari Paryanto, salah satu korban pembunuhan Tohari. Salsabila di depan hakim berharap Tohari dihukum mati karena memakan banyak korban.
”Korbannya tidak hanya bapak saya, dia juga merenggut semua nyawa orangtua yang masih punya anak. Ada yang masih kecil, Bu. Padahal, Tohari sendiri punya anak, Bu. Kok bisa-bisanya dia membunuh bapak saya yang masih punya anak juga,” kata Salsabila sambil menangis sesenggukan.
Salsabila dihadirkan bersama Glidas (16), adik lelakinya. Selain mereka, dihadirkan pula mantan istri Paryanto, yaitu Nuning (36), yang juga ibu dari Glidas. Mereka berasal dari Sukabumi, Jawa Barat.
Dalam persidangan terungkap bahwa Paryanto sehari-hari berbisnis jual-beli barang antik, seperti cincin, batu akik, dan keris. Selain itu, Paryanto juga bekerja sebagai pengemudi ojek daring.
Salsabila menyampaikan, sang ayah pernah meminta doa supaya bisnisnya dengan Slamet Tohari berhasil. Jika sukses, dirinya dan adiknya akan dibelikan rumah dan mobil. ”Total uang yang diberikan bapak Rp 100 juta. Katanya sebagai investasi perkebunan kol. Nantinya dijanjikan bisa menjadi Rp 1,5 miliar,” tutur Salsabila.
Dari kesaksian Salsabila, setelah bercerai dengan Nuning, Paryanto hidup sendirian di kontrakan. Glidas bersama ibu kandungnya, sedangkan Salsabila sudah berumah tangga dan pisah rumah dengan sang ayah.
Tangisan Salsabila pecah sejak pertama kali terdakwa Slamet Tohari memasuki ruang persidangan. Beberapa kali saat memberikan kesaksian, Salsabila juga berhenti sambil mengusap tisu pada matanya. Demikian pula saat Glidas memberikan kesaksian dalam persidangan.
Sidang tertutup pemeriksaan saksi remaja laki-laki itu sempat ditunda karena Glidas lemas teringat ayahnya. Isak tangis juga tercurah saat mantan istri Paryanto memberi kesaksian. Mereka sama-sama tidak ingin memaafkan perbuatan Tohari meskipun sang terdakwa telah memohon maaf dalam sidang.
Pada sidang ini, Slamet Tohari kembali didampingi penasihat hukum yang ditunjuk kepolisian, yaitu Ahmad Raharjo dan Heri Mulyono.
Dua saksi lainnya yang dihadirkan oleh jaksa Taufik Hidayat, Agil Januri Utomo, dan Purna Nugrahadi adalah Agus Triyono (44) sebagai sopir dan Sugiyono Turah (64) sebagai pemilik rental mobil. Agus mendapatkan upah Rp 150.000 dari Slamet Tohari untuk menjemput Paryanto dari Buntu, Banyumas.
Total uang yang diberikan bapak Rp 100 juta. Katanya sebagai investasi perkebunan kol. Nantinya dijanjikan bisa menjadi Rp 1,5 miliar
Di persidangan, Agus mengaku tahu bahwa Slamet Tohari adalah dukun palsu. ia dan terdakwa adalah teman sejak kecil dan tetangga. Kepada hakim, Agus banyak melontarkan jawaban ”kurang tahu” termasuk saat ditanya mengapa tak mencegah Paryanto dan tiga korban lainnya yang ia jemput bertemu dengan Tohari.
Hakim Niken mengatakan bahwa saksi Agus bisa terkena pasal turut membantu Tohari karena ikut mengantarkan korban-korban Tohari.
Kasus pembunuhan 12 korban jiwa yang jadi pasien dukun gadungan Slamet Tohari ini terungkap dari pesan terakhir Paryanto kepada Salsabila. Korban menginfokan lokasi terakhir di rumah Slamet Tohari dan informasi bahwa dirinya lemas setelah meminum air yang ternyata dicampur potasium.
Pada 23 Maret 2023, Paryanto berpesan kepada Salsabila untuk datang ke rumah Slamet Tohari di Desa Balun, Wanayasa, Banjarnegara, bersama aparat jika beberapa hari ke depan tidak ada kabar lagi darinya.
Dari 12 korban pembunuhan Slamet Tohari, hingga saat ini baru ada sembilan orang yang teridentifikasi, sedangkan tiga lainnya masih disebut Mr X. Sembilan korban itu adalah Paryanto asal Sukabumi; Kuwat Santosa dari Sleman; Suheri, Riani, Irsyad, dan Wahyu Triningsih asal Lampung; Mulyadi Pratama asal Palembang; serta Okta Ali Abrianto dan Theresia Dewi asal Magelang.