KA ”Feeder” ke Bandung, Wujudkan Integrasi Transportasi Si Cepat Whoosh
Kereta cepat Whoosh melaju hingga 350 kilometer per jam. Kurang dari 30 menit dari Jakarta sudah sampai Padalarang. KA ”feeder” alias pengumpan mengantar mereka ke Bandung. Total Jakarta-Bandung 1 jam 4 menit saja.
Whoosh resmi menjadi kereta cepat yang menghubungkan Jakarta-Bandung. Namun, perannya belum sempurna. Butuh dukungan moda transportasi terintegrasi untuk melengkapinya.
Setelah diresmikan Presiden Joko Widodo, Senin (2/10/2023) pagi di Stasiun Halim, DKI Jakarta, Whoosh menjadi angkutan umum darat tercepat di Asia Tenggara. Kecepatannya hingga 350 kilometer per jam. Waktu tempuh Jakarta-Bandung kurang dari satu jam.
Kecepatan dan teknologi yang ditawarkan ini membuat Eva (26), warga Tebet, Kota Jakarta, tertarik. Dia bahkan mengambil cuti agar bisa menjajal kereta cepat yang pertama kali dinaiki seumur hidupnya.
Namun, perjalanan Eva bersama Whoosh pada Rabu (4/10/2023) itu hanya sampai Stasiun Kereta Cepat Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Layanan kereta cepat di Bandung Raya baru melayani Stasiun Padalarang dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar, Kabupaten Bandung.
Baca juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Simbol Transformasi Transportasi Indonesia
Untuk mencapai Kota Bandung, Eva dan para penumpang lainnya berpindah moda ke kereta pengumpan atau disebut KA feeder. Kereta itu akan mengantarkan penumpang ke Stasiun Bandung di pusat kota.
”Ini pengalaman saya pertama kali naik kereta cepat. Saya lihat kecepatannya sampai 350 kilometer per jam, tapi tidak terasa pusing, pemandangannya juga oke,” ujarnya semringah saat ditemui di KA feeder.
Integrasi moda transportasi antara kereta cepat dan pengumpan ini semakin memangkas waktu. Kereta berkelir hijau ini mampu membawa para penumpang dari Stasiun Padalarang menuju Stasiun Bandung dalam kurun 19 menit.
Dengan KA feeder, total waktu yang Eva butuhkan dari DKI Jakarta ke Kota Bandung 1 jam 4 menit. Dia menggunakan kereta bernomor G1123 yang berangkat pukul 09.45 dan tiba di Padalarang pukul 10.15.
Setelah itu, Eva dan penumpang lainnya menggunakan KA feeder pada pukul 10.30. Mereka tiba di Stasiun Bandung pada pukul 10.49.
”Rencana di Bandung mau keliling dulu sambil ngopi. Tapi, karena belum tahu angkutan umum di Bandung, mungkin akan cari yang dekat-dekat saja,” ujar Eva, yang kerap ke Bandung dengan menggunakan kendaraan pribadi.
”Saya ke Bandung biasanya berlibur. Jadi, kalau tidak buru-buru, ya lebih baik naik yang lebih murah, seperti travel atau kereta api biasa. Kalau memang ada urusan mendesak, pilihan ini (kereta cepat) lebih baik,” ujarnya.
Penggunaan KA feeder ini menjadi upaya untuk mempersingkat waktu tempuh menuju Kota Bandung. Alasannya, moda transportasi umum lain masih belum bisa melengkapi ”janji” kecepatan yang diapungkan kereta peluru Whoosh.
Jika menggunakan Kereta Api Lokal Bandung Raya, misalnya, waktu tempuh Stasiun Padalarang dan Stasiun Bandung sekitar 30 menit. Saat menggunakan moda lainnya, seperti bus atau taksi, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pusat Kota Bandung bahkan lebih dari 30 menit.
Apalagi, waktu tempuh dengan mobil atau bus bahkan bisa lebih lama jika terjebak macet di Gerbang Tol Pasteur. Titik itu kerap dipadati pengendara dari luar kota selama akhir pekan. Karena itu, kereta pengumpan dianggap sebagai moda tepat memangkas waktu.
Executive Vice President PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 2 (KAI Daop 2) Bandung Takdir Santoso menjelaskan, jadwal perjalanan KA feeder ini bakal menyesuaikan dengan Whoosh. Pada pekan pertama operasional gratis untuk masyarakat dalam kurun 3-7 Oktober 2023, Whoosh melakukan empat kali perjalanan antara Halim dan Padalarang.
Menurut Takdir, lima rangkaian KA feeder dengan kapasitas masing-masing 200 penumpang telah disiapkan. Kereta ini telah melalui berbagai uji coba, seperti pengenalan lintasan, ruang bebas, gradien tanjakan, hingga pengereman.
”Sarana dan prasarana KA feeder telah siap 100 persen. Uji coba berjalan lancar. Diharapkan KA feeder ini mempermudah konektivitas masyarakat menuju stasiun kereta cepat dengan sistem transportasi yang bebas kemacetan dan tepat waktu,” ujarnya.
Rute Tegalluar
Padalarang tidak sendiri. Kebutuhan transportasi pendukung untuk Whoosh dilayani Stasiun Kereta Cepat Tegalluar, Kabupaten Bandung. Jaraknya sekitar 20 kilometer dari Gedung Sate.
Stasiun Tegalluar tidak hanya menjadi pemberhentian paling ujung di timur rute Whoosh. Di kawasan tersebut juga terdapat depo dan tempat perawatan kereta cepat asal China ini. Akses transportasi umum menuju titik ini mengandalkan bus dan kendaraan pribadi.
Akan tetapi, warga yang akan menuju Bandung dari Tegalluar berpotensi terjebak macet. Mereka rawan menemui kepadatan kendaraan di sejumlah jalur utama.
Di kawasan itu, warga akan menghadapi lampu merah perempatan Kiaracondong-Soekarno Hatta, yang sering disebut sebagai lampu merah terlama di Indonesia.
Baca juga: Kelakar "Ngaliwet" hingga Ular Tangga di Lampu Merah Kiaracondong
Mereka juga akan berebut jalan dengan pengunjung Masjid Al Jabbar. Keriuhan lalu lintas akan kian terasa apabila klub sepak bola Persib Bandung berlaga di Stadion Gelora Bandung Lautan Api.
Kepala Dinas Perhubungan Jabar A Koswara berujar, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Bandung untuk mengembangkan rute yang terhubung dengan Stasiun Tegalluar. Apalagi, stasiun tersebut akan digunakan untuk para penumpang yang memiliki tujuan di area Bandung Timur.
”Perhitungannya, yang dari Tegalluar itu sisa yang tidak turun di Stasiun Padalarang. Ini akan dilayani dengan bus. Kami akan lihat situasinya, kalau makin banyak turun di Tegalluar, pasti akan kami segera siapkan sebaik-baiknya,” ujar Koswara.
Tidak hanya menopang kebutuhan kereta cepat, moda transportasi terintegrasi bisa membuat masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi ke umum.
Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna menyatakan, pihaknya bakal menambah halte di sekitar kawasan Tegalluar yang masuk wilayah Kota Bandung. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti permintaan dari Dinas Perhubungan Jabar melayani penumpang kereta Whoosh.
”Kami menerima permintaan dari Dishub Jabar untuk membuat halte. Kami tengah memantau sejumlah titik untuk pembangunan dan berkoordinasi dengan Dishub Jabar,” ujarnya.
Integrasi transportasi
Kedatangan kereta cepat ke Bandung Raya akhirnya membuka mata para pemangku kebijakan untuk membenahi moda transportasi publiknya. Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyatakan, pemerintah daerah perlu merespons kebutuhan mobilitas masyarakat ini dengan integrasi transportasi.
Djoko berharap, pemerintah tidak terlambat membenahi moda transportasi publik di Bandung. Tidak hanya menopang kebutuhan kereta cepat, moda transportasi ini bisa membuat masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi ke umum.
Menurut Djoko, kunci meraih hal tersebut adalah konektivitas angkutan umum hingga perumahan dan permukiman warga. Sementara itu, potensi permukiman di kawasan Bandung, terutama di dekat Stasiun Tegalluar, menambah kebutuhan akan moda transportasi yang terintegrasi.
”Butuh waktu beberapa tahun untuk melihat dampak dari pembangunan kereta cepat ini. Jadi, sebaiknya pemerintah bersiap dari sekarang. Ini menjadi momentum membenahi transportasi yang dekat dengan publik,” ujarnya.
Sehebat apa pun Whoosh, ”peluru cepat” itu tidak bisa melesat sendirian. Hanya dengan integrasi transportasi, kecepatannya benar-benar memberi arti.
Baca juga: Integrasi yang Tepat di Kereta Cepat