BP Batam Tingkatkan Sosialisasi, Mayoritas Warga Rempang Tetap Tolak Relokasi
Sebagian besar warga di Pulau Rempang masih menolak rencana relokasi terkait proyek Rempang Eco City. Pemerintah diminta lebih dulu menjamin kepastian kompensasi dan rumah pengganti bagi warga.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Badan Pengusahaan Batam terus menyosialisasikan rencana relokasi kepada warga di lima kampung yang akan terdampak pembangunan tahap pertama Rempang Eco City. Namun, sebagian besar warga masih menolak direlokasi. Komisi VI DPR meminta pemerintah harus lebih dulu menjamin kepastian kompensasi dan rumah pengganti bagi warga.
Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi, Selasa (3/10/2023), mengatakan, proyek Rempang Eco City adalah ikhtiar pemerintah membangun perekonomian daerah. Pemerintah berjanji, warga Rempang akan diutamakan dalam penyerapan tenaga kerja dalam proyek strategis nasional itu.
”Saya hadir untuk mengetahui langsung apa yang menjadi aspirasi warga. Kita harus yakin pemerintah akan bersama masyarakat,” kata Rudi lewat pernyataan tertulis.
Dalam pertemuan dengan perwakilan warga Rempang itu, Rudi mengatakan, selain menyediakan rumah relokasi, pemerintah juga akan memberi ganti rugi terhadap lahan pertanian warga. Mekanisme ganti rugi tengah dirancang pemerintah pusat.
Pada tahap pertama proyek Rempang Eco City, akan dibangun industri kaca. Ada lima kampung yang harus direlokasi, yakni Belongkeng, Pasir Panjang, Pasir Merah, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu. Warga lima kampung yang berjumlah 950 keluarga itu akan digeser ke Kampung Tanjung Banun, berjarak sekitar 3 kilometer dari permukiman awal.
Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait mengatakan, 317 keluarga telah mendaftar pindah ke hunian sementara. Selagi menunggu pembangunan kawasan realokasi, warga disediakan rumah singgah.
Selain itu, ada uang kompensasi berupa uang tunggu Rp 1,2 juta per kepala dan uang sewa rumah Rp 1,2 juta per keluarga.
Langkah pemerintah memindahkan warga sebelum kawasan relokasi rampung dibangun mendapat kritik dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Kementerian Investasi dan BP Batam pada 2 Oktober lalu. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai PDI-P, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menilai, pemerintah seharusnya membangun dulu permukiman baru. Tujuannya, agar warga yakin tidak sekadar diberi janji manis.
”Ini kita ibarat memberi mimpi bagi warga, ada rumah sekian, kampungnya seperti ini, tetapi itu belum bisa dilihat. Bagi warga, seeing is believing. Kita harus paham kondisi sosiologis, psikologis, dan ekonomis warga,” kata Deddy.
Ia juga meminta pemerintah membuat skema kerja sama yang mengikat antara investor dan warga. Hal itu bisa berupa kepastian penyerapan tenaga kerja lokal ataupun peluang bagi pengusaha lokal dilibatkan dalam rantai pasok industri yang akan dibangun di Rempang Eco City.
”Selalu ada perlawanan dan penolakan ketika investasi masuk karena kita ini suka kesusu, terburu-buru. Padahal, ini masalah hidup mati warga dan masalah investor melihat ada tidaknya kepastian hukum dalam proses investasi di negara ini,” kata Deddy.
Dalam waktu yang bersamaan ketika Rudi menemui perwakilan warga Rempang, sejumlah warga lain mendatangi Markas Polresta Batam-Rempang-Galang (Barelang). Mereka meminta polisi menangguhkan penahanan 30 pengunjuk rasa.
Orang-orang yang masih ditahan itu merupakan warga yang berunjuk rasa pada 11 September 2023. Demonstrasi yang berakhir ricuh itu mengakibatkan 21 aparat gabungan terluka. Polisi menangkap 30 orang yang dituding melakukan kekerasan.
Salah seorang warga, Masiati (27), mengatakan, sejak suaminya, Nazarudin (32), ditahan, tidak ada yang menafkahi tiga anak mereka. Padahal, mereka memiliki anak kembar yang masih berusia tiga tahun.
”Suami saya kerja jadi tukang bangunan. Dia ikut demo karena ingin melindungi kampung dari penggusuran. Tolong pak polisi lepaskan bapaknya anak-anak ini,” ujarnya berurai air mata.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron Batam Mangara Sijabat menyatakan, Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Rempang telah menyerahkan surat permohonan kepada Kepala Polresta Barelang untuk menangguhkan penahanan warga. Ia menyebut warga yang masih ditahan itu melakukan demonstrasi semata-mata karena didorong rasa solidaritas terhadap sesama orang Melayu.
Desakan membebaskan warga yang masih ditahan juga diserukan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Sarmuji.
”(Pengunjuk rasa) Yang motifnya sekadar membela tanahnya (dari penggusuran) mohon diperlakukan secara bijak supaya dapat dibebaskan," ujarnya pada 2 Oktober lalu.