Harga Beras dan Gula di Jateng Picu Kenaikan Inflasi
Harga beras dan gula yang tinggi turut mendongkrak inflasi di Jawa Tengah pada September 2023. Inflasi Jateng pada September sebesar 0,41 persen atau 0,19 persen lebih tinggi daripada angka inflasi nasional.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Harga beras dan gula di sejumlah daerah di Jawa Tengah jauh di atas harga acuan pemerintah. Fenomena itu ikut memicu kenaikan inflasi di Jateng selama September 2023.
Sistem Informasi Harga dan Produksi Jateng pada Selasa (3/10/2023) mencatat, harga beras di Kota Tegal, Wonogiri, dan Demak jauh melampaui acuan. Harga beras medium di Wonogiri, Kota Tegal dan Demak mencapai Rp 13.500 per kilogram. Harga itu lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi (HET), Rp 10.900 per kg.
Harga beras premium juga tercatat masih tinggi. Pada Selasa, harga beras premium di Kota Tegal dan Wonogiri Rp 15.000 per kg. Angka itu lebih tinggi dari HET, Rp 12.900 per kg.
Harga gula kristal putih atau gula konsumsi juga masih tinggi. Wonogiri dan Pemalang menjadi daerah dengan harga gula tertinggi pada Selasa, Rp 15.500 per kg. Harga itu Rp 1.000 lebih tinggi dari HET, Rp 14.500 per kg.
Di Pasar Karangayu, Kota Semarang, harga beras dan gula juga terpantau masih tinggi pada Rabu (4/10/2023). Mardiyah (55), pedagang di Pasar Karangayu, menuturkan, rata-rata harga beras premium pada Rabu sebesar Rp 15.000 per kg. Sementara harga beras medium tembus Rp 14.000 per kg.
Adapun harga gula, kata Mardiyah, juga masih tinggi, yaitu Rp 16.000 per kg. Harga itu naik Rp 2.000 per kg dibandingkan harga pada pekan lalu.
”Saya juga belum tahu mengapa harga gula tinggi sekali. Banyak pembeli yang akhirnya protes karena harga gulanya naik terus. Tapi, mau bagaimana lagi, saya jual dengan harga tinggi karena saya pun beli dengan harga tinggi,” ucap Mardiyah.
Kendati harganya tinggi, gula masih banyak dicari pembeli. Dalam dua hari, Mardiyah bisa menjual hingga 50 kg gula. Ia juga tidak kesulitan mendapatkannya karena pasokan masih lancar.
Beberapa waktu belakangan, pemerintah telah menggelontorkan beras ke pasaran melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar. Mardiyah termasuk pedagang yang mendapatkan suplai beras melalui program tersebut.
Akan tetapi, ia mengatakan, beras SPHP kurang diminati pembeli sehingga kehadirannya belum bisa menurunkan harga beras di pasaran.
”Pembeli kurang senang dengan beras SPHP, jadi berasnya kurang laku. Rata-rata pembeli tetap mencari beras biasa yang dianggap lebih enak,” ujarnya.
Tingginya harga beras dan gula di Jateng turut mendongkrak inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada September 2023 mencapai 0,41 persen. Angka itu lebih tinggi daripada inflasi nasional sebesar 0,19 persen. Jika dibandingkan dengan Agustus 2023, inflasi September meningkat 0,03 persen.
”Penyebab utama inflasi di Jateng pada September 2023 adalah kenaikan harga sejumlah komoditas, yakni beras dengan andil inflasi 0,34 persen, bensin (0,08 persen), angkutan udara (0,04 persen), dan biaya pulsa ponsel serta gula pasir yang memberikan andil masing-masing sebesar 0,01 persen,” tutur Kepala BPS Jateng Dadang Hardiwan.
Dadang mengatakan, semua kota yang menjadi sampel di Jateng tercatat mengalami inflasi. Inflasi tertinggi di Kota Surakarta dan Kota Semarang, masing-masing 0,42 persen. Sementara itu, Kota Tegal dan Cilacap masing-masing 0,41 persen. Adapun di Banyumas dan Kudus, angka inflasi sebesar 0,39 persen.
Sejauh ini, Pemerintah Provinsi Jateng masih berupaya menekan harga beras. Upayanya lewat menggelontorkan stok beras Bulog ke pasar serta menyalurkan bantuan langsung kepada masyarakat. Cadangan pangan pemerintah daerah berupa beras dan beberapa bahan pokok lain juga telah dikeluarkan.
Kepala Subdirektorat 1 Bidang Industri, Perdagangan, dan Investasi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Ajun Komisaris Besar Rosyid Hartanto meminta masyarakat tidak resah. Cadangan beras dan gula masih relatif aman.
Stok beras disebut Rosyid masih ada sekitar 81.000 ton. Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan beras di Jateng sampai beberapa bulan ke depan.
”Di Jateng, kebutuhan beras setiap bulannya sebanyak 20.000 ton. Jadi, stok yang ada saat ini cukup. Beras-beras itu posisinya ada di gudang Bulog dan gudang distributor yang tersebar di sejumlah wilayah di Jateng,” kata Rosyid, yang sekaligus Wakil Ketua Satuan Tugas Pangan Jateng.
Sementara stok gula masih 5.244 ton. Jumlah itu juga masih cukup memenuhi kebutuhan gula di Jateng sebesar 3.400 ton per bulan.
Ke depan, pihaknya masih terus memantau dan mengawasi sejumlah lokasi. Tujuannya, menekan risiko penyalahgunaan, penyimpangan, ataupun penimbunan stok yang memicu gejolak harga.