Hari-hari Sendu di Tanah Melayu Rempang
Pada lahan 2.000 hektar itu akan dibangun pabrik kaca dan panel surya yang diberi nama Rempang Eco City. Sementara lahan 350 hektar di Belongkeng akan dibangun ”tower”.
Ketenangan warga di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, mendadak berganti cemas. Lahan yang mereka tempati akan dijadikan pabrik kaca oleh investor asing.
Sebulan terakhir, Ramli (52), warga Kampung Pasir Panjang, Kecamatan Galang, Pulau Rempang, tidak tenang. Dia gelisah lantaran terus memikirkan bagaimana nasibnya jika harus meninggalkan kampung dan pindah ke perkampungan baru.
Hati tuanya semakin gundah gulana karena anaknya bernama Refi (23) kini mendekam di sel polisi. Anak sulung itu menjadi tersangka dalam demo yang berakhir ricuh pada 11 September.
Baca juga: Memahami Kasus Pulau Rempang
”Baru sekali saya tengok dia (Refi) karena jauh di Polres Barelang, tetapi dia sehat,” ucap Ramli.
Saat ditemui di rumahnya pada Rabu (27/9/2023), Ramli sedang merajut jaring udang. Sudah lima hari dia tidak melaut. Angin kencang membuat cuaca di laut tidak bersahabat ditambah lagi keadaan di darat sedang tidak tenang.
”Tak enak hati memikirkan anak di kantor polisi. Apalagi besok babak terakhir. Lebih baik kumpul jaga kampung,” ujar Ramli.
Babak terakhir yang dimaksud Rusli adalah batas akhir relokasi warga akan dilakukan pada 28 September 2023. Namun, pemerintah telah membatalkan batas akhir itu menjadi tidak ada batas waktu.
Ramli tinggal di rumah panggung berkonstruksi kayu. Rumah itu dibangun dari hasil tabungan melaut. Di pekarangan terdapat pohon kelapa, nangka, mangga, dan durian. Harum nangka menguar saat diterpa angin sepoi-sepoi. Jarak pantai dari rumah Ramli hanya 300 meter.
Baca juga: Warga Rempang Berharap Tidak Ada Pemaksaan Relokasi
Ramli menuturkan, dirinya belum bersedia pindah dari kampung. Meski kini tinggal di rumah panggung kayu, dia merasa lebih tenteram tinggal di rumah itu bersama istri dan anak. Kendati pemerintah akan memberikan ganti rugi, kepemilikan tanah, dan rumah permanen, lelaki itu tetap bergeming.
Ramli khawatir jika tinggal di perkampungan baru, dia tidak bisa mencari nafkah dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Ramli juga baru tahu jika warga Kampung Pasir Panjang akan direlokasi ke Kampung Tanjung Banun. ”Tak ade musyawarah dengan masyarakat sini. Dulunya katanya akan dipindah ke Dapur Tiga,” kata Ramli.
Pasir Panjang termasuk dalam empat kampung yang menjadi sasaran awal direlokasi. Tiga kampung lain adalah Belongkeng, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu. Belakangan kampung Pasir Merah disebut juga akan direlokasi pada tahap awal. Sementara 11 kampung lain akan direlokasi tahap berikutnya.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Pengusahaan Batam menginginkan pengosongan lima kampung itu berjalan cepat karena lahan seluas 2.350 hektar akan segera diserahkan kepada investor.
Pada lahan 2.000 hektar itu akan dibangun pabrik kaca dan panel surya yang diberi nama Rempang Eco City. Sementara lahan 350 hektar di Belongkeng akan dibangun tower. Sebagai investor, perusahaan Xinyi Group asal China disebutkan akan menggelontorkan triliunan rupiah.
Baca juga: Kehadiran Negara dalam Konflik Rempang
Investasi itu masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN). Untuk memuluskan rencana investasi tersebut, pemerintah akan merelokasi warga ke dua titik, yakni Tanjung Banun dan Dapur Tiga. Kedua lokasi itu masih berada di Pulau Rempang. Sebanyak 950 keluarga lebih menjadi sasaran relokasi pada tahap pertama. Adapun jumlah total keluarga yang akan direlokasi mencapai 2.700 keluarga.
Pasir Panjang termasuk dalam empat kampung yang menjadi sasaran awal direlokasi. Tiga kampung lain adalah Belongkeng, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu. Belakangan kampung Pasir Merah disebut juga akan direlokasi pada tahap awal. Sementara 11 kampung lain akan direlokasi tahap berikutnya.
Pulau Rempang memiliki luas 17.500 hektar, sebagian masih berstatus hutan. Di pulau itu terdapat 16 kampung. Sebagian besar penduduknya adalah suku Melayu. Mereka telah menetap di sana sejak ratusan tahun lalu, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Namun, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam memberikan semua lahan di Batam, termasuk Rempang, berada di bawah pengusahaan Otorita Batam (BP Batam).
Warga menolak
Tabungan untuk biaya makan sehari-hari nyaris habis. Meski demikian, Yudi tidak ingin jauh dari rumah sebelum ada kepastian bahwa mereka tidak akan direlokasi.
Dia tinggal di rumah permanen yang dibangun dari jerih payah melaut. Dibangun tahun 1991, di rumah itulah dia menghabiskan hari hingga masuk usia lansia. ”Tidak ada bantuan pemerintah satu sen pun saya membangun rumah ini. Semua dari hasil saya memancing ikan,” ujar Yudi.
Yudi merupakan generasi ketiga yang lahir dan besar di Rempang. Ayahnya, Kasim, dan kakeknya bernama Musa juga lahir di Rempang. Yudi mengenang kakeknya sebagai pejuang melawan tentara Jepang. Nama kakeknya, Musa, kini ditabalkan menjadi nama lapangan sepak bola di kecamatan.
Amatan Kompas pada Rabu (27/9/2023), warga di Kampung Sembulang dan Pasir Panjang lebih banyak melakukan aktivitas di rumah dan di kampung. Mereka memilih tidak melaut karena cemas akan ada aktivitas dari pemerintah untuk pengosongan kampung.
Baca juga: Pemerintah Akan Tetap Pindahkan Warga Rempang
Lia Anjani (33), warga Sembulang, juga tidak bersedia direlokasi. Perempuan yang memiliki tiga anak itu mengatakan, sampai saat ini dia belum bersedia pindah. Ikatan batin dengan tanah lahir membuat dia tidak kuasa jika harus keluar dari kampung.
”Jika dipaksa (relokasi), saya tidak akan melawan, tetapi saya akan tetap bertahan di dalam rumah. Saya tidak akan mau keluar dari rumah,” ujar Lia.
Sementara itu, Kepala Badan Pengusahaan Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan, investasi merupakan kepentingan nasional dan warga Kepulauan Riau masa akan datang. Menurut dia, investasi Xinyi Group tersebut akan menyerap banyak tenaga kerja dan membuat Batam, khususnya Rempang, jauh lebih maju.
”Nanti anak muda Rempang akan kita beri beasiswa kuliah, tetapi jurusannya sesuai dengan kebutuhan perusahaan,” ujar Rudi.
Rudi mengatakan, warga yang direlokasi tahap pertama akan ditempatkan ke Tanjung Banun, sebuah kampung yang terletak di pesisir. Di lokasi itu akan dibangun perkampungan baru. Dia menyebutnya kampung percontohan yang memiliki fasilitas lengkap.
Namun, sebelum perumahan dibangun, warga harus tinggal di rumah kontrakan. BP Batam menanggung biaya sewa rumah. Setiap keluarga mendapatkan Rp 1,2 juta per bulan. Bukan hanya itu, warga juga diberikan uang masa tunggu Rp 1,2 juta per orang setiap bulan sampai perumahan di lokasi relokasi permanen rampung.
Ketika permukiman baru di Tanjung Banun rampung, warga akan dipindahkan ke sana. Saat itulah kepada warga baru akan diberikan sertifikat hak milik tanah dan bangunan. Setiap keluarga diberikan lahan 500 meter persegi dan satu unit rumah tipe 45 seharga Rp 120 juta. BP Batam juga akan membayar aset lain milik warga, seperti lahan, perahu, dan tanaman.
Baca juga: Rempang, Proyek Strategis Nasional, dan Luka Sosial
Rudi berharap, dengan segala tawaran tersebut, warga tidak merasa dirugikan. Hingga Rabu (27/9/2023), BP Batam menyebutkan 317 keluarga telah setuju direlokasi. Sementara 467 keluarga telah berkonsultasi terkait relokasi. Rudi meyakini warga yang telah berkonsultasi akan setuju pindah.
Pemindahan tidak lagi ditentukan batas waktu, tetapi Rudi meyakini seiring waktu berjalan, warga akan menerima untuk pindah. Sosialisasi dilakukan dengan pola humanis agar tidak menghadirkan kegelisahan kepada warga.
Dihubungi terpisah, pengajar ilmu ekonomi di Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang, Winata Wira, menuturkan, investasi Rempang Eco City terkesan sangat dipaksakan. Warga Rempang dan masyarakat Indonesia tidak diberi waktu untuk melakukan kajian bersama terhadap rencana investasi tersebut.
Sejak pemerintah memutuskan investasi di Pulau Rempang, kini hari-hari yang dilalui warga Melayu Rempang penuh dengan kecemasan.
Baca juga: Konflik Pulau Rempang dan Evaluasi Proyek Strategis Nasional