Warga Rempang Berharap Tidak Ada Pemaksaan Relokasi
Warga di Kampung Sembulang dan Pasir Panjang lebih banyak melakukan aktivitas di rumah dan di kampung. Mereka memilih tidak melaut karena cemas akan ada aktivitas dari pemerintah untuk pengosongan kampung.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Meski pemerintah telah menyampaikan tanggal 28 September 2023 tidak menjadi batas akhir relokasi, warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, terutama di kampung-kampung yang menjadi target pemindahan tahap awal, mengaku cemas. Warga berharap pada Kamis besok tidak ada aktivitas yang berujung pada relokasi.
Amatan Kompas pada Rabu (27/9/2023), warga di Kampung Sembulang dan Pasir Panjang lebih banyak melakukan aktivitas di rumah dan di kampung. Mereka memilih tidak melaut karena cemas akan ada aktivitas dari pemerintah untuk pengosongan kampung demi pengembangan kawasan Rempang Eco City.
Ramli (52), seorang nelayan tradisional di Kampung Pasir Panjang, Kecamatan Galang, mengaku sangat khawatir akan ada upaya pemerintah untuk memintanya setuju meninggalkan kampung untuk ditempatkan ke perkampungan baru.
Hari itu dia memilih tidak melaut karena perasaannya tidak tenang. Selain itu, dia terus memikirkan nasib anak sulungnya yang kini ditahan di kantor Polres Barelang karena terlibat dalam demonstrasi tanggal 11 September lalu.
”Tak enak hati saya. Memikirkan anak di kantor polisi. Apalagi besok babak terakhir, lebih baik kumpul jaga kampung,” kata Ramli.
Ramli belum bersedia pindah dari kampung. Meski kini tinggal di rumah panggung kayu, dia merasa lebih tenteram tinggal di rumah itu bersama istri dan anak. Meski pemerintah akan memberikan ganti rugi, kepemilikan tanah, dan rumah, lelaki itu bergeming.
Ramli khawatir jika tinggal di perkampungan baru dia tidak bisa mencari nafkah dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Ia baru tahu jika warga Kampung Pasir Panjang akan direlokasi ke Kampung Tanjung Banun.
”Tak ade musyawarah dengan masyarakat sini. Dulunya katanya akan dipindah ke Dapur Tiga,” kata Ramli.
Ismail (54), warga Sembulang lainnya, mengaku tahu pemerintah telah membatalkan batas akhir relokasi pada 28 September. Namun, ia tetap merasa cemas.
”Esok paling kami jaga-jaga saja. Lihat situasi, mudah-mudahan aman. Tidak mungkin Pak Rudi (Kepala BP Batam) akan memaksa masyarakat pindah,” kata Ismail.
Terkait rencana dipindahkan ke Tanjung Banun, Ismail pun tidak tahu siapa yang mengusulkan lokasi itu. ”Mungkin permintaan Pak Bahlil, masyarakat tak bisa ngomong,” kata Ismail.
Sosialisasi
Pada Selasa (26/9/2023), Kepala Badan Pengusahaan Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi dalam konferensi pers mengatakan, semula batas relokasi 28 September, Namun, setelah melihat respons warga, akhirnya digeser sampai waktu yang tidak ditentukan.
Menurut Rudi, timnya terus melakukan sosialisasi kepada warga agar bersedia dipindahkan ke Kampung Tanjung Banun. ”Semua petugas akan melakukan sosialisasi dengan pendekatan hubungan emosional,” kata Rudi.
Tanjung Banun merupakan sebuah kampung Melayu tua yang terletak di pesisir. Menurut Rudi, lokasi itu sangat cocok karena warga masih bisa melaut. Ia juga mengatakan, pemindahan ke Tanjung Banun sesuai dengan permintaan warga.
Begitu warga pindah, uang sewa dan biaya hidup untuk tiga bulan langsung diserahkan. Perintah Presiden dalam rapat beberapa hari lalu, kami di daerah diminta segera mengatasi permasalahan saat ini.(Muhammad Rudi)
Hingga Selasa (26/9/2023), sebanyak 291 keluarga telah bersedia pindah ke Tanjung Banun. Sementara sebanyak 437 keluarga telah melakukan konsultasi dengan tim BP Batam.
Rudi mengatakan, sebagian warga yang setuju pemindahan telah menempati rumah baru yang biaya sewanya ditanggung oleh BP Batam. Pada masa transisi sambil menunggu rumah selesai dibangun, diberikan uang tunggu Rp 1,2 juta per orang per bulan dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta per keluarga per bulan.
BP Batam juga berkomitmen untuk segera mengatasi permasalahan yang menjadi kekhawatiran masyarakat, khususnya terkait komitmen BP Batam dalam merealisasikan uang sewa serta biaya hidup saat pemindahan ke hunian sementara berlangsung.
”Begitu warga pindah, uang sewa dan biaya hidup untuk tiga bulan langsung diserahkan. Perintah Presiden dalam rapat beberapa hari lalu, kami di daerah diminta segera mengatasi permasalahan saat ini,” ujar Rudi.
Di sisi lain, Rudi meminta agar seluruh petugas pendata dapat mempercepat pendataan di lapangan dengan mengedepankan hubungan emosional dan tali silaturahmi.