Pesta Pora Lalat di Gunung Sampah Bandung Raya
Gunung sampah di kawasan Bandung Raya semakin tinggi. Saat api TPA Sarimukti belum teratasi, upaya pemilahan mandiri sejak dari rumah menjadi kunci.
Gunung sampah di pusat Kota Bandung dan sekitarnya semakin mengkhawatirkan. Episode Bandung Lautan Sampah kembali terjadi saat kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, sulit padam.
Santi (25) akhirnya bernapas lega. Petugas mulai mengangkut sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Taman Cibeunying, Kota Bandung, di sebelah rumahnya, Kamis (21/9/2023) siang. Alat berat akhirnya mengangkut tumpukan sampah yang tumpah ruah ke jalanan di kawasan ikonik itu.
Pengangkutan sampah itu seperti ujung penantian panjang Santi, setidaknya dalam dua pekan terakhir. Hidupnya terganggu. Kontras dengan lalat dan belatung yang berpesta pora di gunung sampah.
Dia juga menahan cemas. Saat sampah semakin menggunung, hawa di sekitarnya terasa panas.
”Saat siang, hawa dari lantai lebih panas dari biasanya. Bukan pengap, melainkan panas seperti ada yang membakar. Saya khawatir ini gara-gara sampah. Soalnya ada gas yang bisa membakar seperti di Sarimukti,” tutur Santi.
Tidak hanya itu, kegalauannya berlipat ganda. Kedua anaknya, berumur 7 tahun dan 1 tahun, mulai sakit. Pernapasan mereka terganggu.
Warung yang menjadi salah satu sumber penghasilannya pun sepi pembeli. Konsumennya adalah pekerja pengangkut sampah dan warga sekitar.
”Karena TPS ditutup dan tidak ada truk pengangkut, jadi tidak ada pekerja. Bau dari sampah juga membuat warga tidak ada yang belanja,” ujar Santi.
Baca Juga: Bergantung pada TPA Sarimukti, Bandung Rawan Tumpukan Sampah
Ragam kesulitan yang dialami Santi menjadi wajah dari jutaan warga Bandung dan sekitarnya yang terpasung tumpukan sampah. Hampir sebulan, banyak TPS ditutup sementara setelah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti dilalap api.
TPA Sarimukti terbakar sejak Sabtu (19/8/2023). Hingga Jumat (22/9/2023), api belum padam.
Kobaran api yang tidak kunjung teratasi itu membuat pemerintah menetapkan kondisi darurat sampah di Bandung Raya hingga 25 September 2023.
Meskipun TPS ditutup, Santi kerap masih mendengar bungkusan sampah yang dibuang ke arah TPS sekitar dini hari. Bahkan, sekitar seminggu sebelumnya, tiba-tiba Santi terkejut karena tumpukan sampah sudah meluber hingga menutupi sebagian jalan.
”Saya sering mendengar suara tumpukan sampah yang dilempar ke arah TPS, kira-kira sekitar tengah malam. Namun, waktu itu, pagi-pagi sampah sudah menutupi sebagian jalan dan di TPS-nya sampah sudah menggunung,” katanya.
Aroma sampah yang tidak sedap ini juga tercium hingga ke Gereja Protestan Indonesia di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Maranatha Bandung. Tempat ibadah ini berjarak sekitar 40 meter dari TPS Taman Cibeunying.
Sekretaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) GPIB Maranatha Bandung Karel Latumaerissa menyebut, aroma sampah terasa hingga ke aula peribadatan selama beberapa pekan terakhir. Namun, dia memaklumi kondisi tersebut. Hal serupa juga terjadi di tempat lain.
”Memang aroma sampah terasa sampai ke tempat ibadah. Namun, kami memaklumi itu karena hal ini dalam kondisi darurat. Pemerintah juga saya rasa telah melakukan yang terbaik. Semoga permasalahan ini bisa teratasi,” ujarnya.
Pembatasan sampah
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar, hingga 19 September 2023, akibat penutupan TPA Sarimukti, tumpukan sampah di kawasan aglomerasi Bandung Raya mencapai 25.000 ton.
Pengguna TPA Sarimukti ini adalah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat (KBB). Di Kota Bandung, misalnya, penumpukan sampah terjadi di 78 TPS.
Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin menyebut, pihaknya tengah mengevaluasi status darurat sampah pada 24 September mendatang. Apalagi, saat ini masih ada potensi titik api di dalam tumpukan sampah yang harus dipadamkan.
”Sampai hari ini masih terus dilakukan pemadaman. Kami berusaha hingga 24 September nanti. Setelah itu akan ada evaluasi untuk memperpanjang atau tidak (status darurat),” ujarnya.
Baca Juga: Pemerintah Kabupaten/Kota Diminta Tangani Sampah di Bandung Raya
Usaha untuk mengurangi tumpukan sampah di Bandung Raya ini telah dilakukan. Salah satunya, membuka pembuangan sampah darurat di Zona 1 TPA Sarimukti yang jauh dari titik api.
Pembukaan ini dilakukan dalam dua tahap. Total luas lahan darurat itu sebesar 1,3 hektar.
Pembukaan tahap pertama dilakukan sejak awal September di lahan seluas 0,6 hektar. Pembuangan darurat ini memiliki kuota hingga 2.069 ritase kendaraan angkut dengan kapasitas 12 meter kubik.
Jumlah ini setara 8.600 ton dan dibagi kepada daerah pengguna TPA Sarimukti.
Kota Bandung mendapatkan kuota terbesar, 4.789 ton. Namun, selang sepekan, kapasitas pembuangan darurat itu telah maksimal sehingga pemerintah membuka zona darurat baru.
Pembuangan darurat kedua berlokasi tidak jauh dari zona sebelumnya dengan luas 0,7 hektar. Tempat ini berada tidak jauh dari tempat darurat sebelumnya ini dibuka dengan kuota 5.833 ritase atau setara 23.000 ton. Sama seperti zona darurat sebelumnya, Kota Bandung mendapatkan kuota terbanyak hingga 4.000 ritase.
Darurat sampah ini menjadi momentum untuk memilah sampah dari hulu, harus jelas mana organik dan anorganik.
Pemilahan sampah
Meski begitu, penumpukan sampah di Bandung masih tidak terbendung. Menurut Bey, produksi sampah Kota Bandung mencapai 1.500 ton per hari. Sebanyak 1.200 ton di antaranya dikirim ke TPA Sarimukti.
Dari jumlah tersebut, Bey menyebut 900 ton di antaranya merupakan sampah organik yang seharusnya bisa diolah tanpa ikut dibuang ke pembuangan akhir. Karena itu, dia meminta kepala daerah di Bandung Raya untuk serius menangani sampah mulai dari hulu.
Upaya untuk mengurangi dari sumbernya, lanjut Bey, perlu diterapkan karena kuota pembuangan sampah di TPA Sarimukti akan dipotong hingga 50 persen di setiap daerah. Semua ini dilakukan agar TPA ini masih bisa beroperasi hingga Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka rampung.
”Darurat sampah ini menjadi momentum untuk memilah sampah dari hulu, harus jelas mana organik dan anorganik. Saya sudah minta Bapak Pj Wali Kota Bandung lebih masif lagi memastikan masyarakat bisa memisahkan sampah,” tutur Bey.
Pembangunan TPPAS Legok Nangka jelas dinanti agar permasalahan sampah di Bandung Raya bisa teratasi. Bey berujar, pihaknya terus mendorong percepatan fasilitas tersebut beroperasi dengan memajukan jadwal pembangunannya.
TPPAS Legok Nangka berada di kawasan Nagreg, Kabupaten Bandung. Luasnya 90 hektar dan memiliki kapasitas pengolahan 1.853-2.131 ton.
Baca Juga: Rayuan Jaga Sungai dari Media Sosial
Pengolahan sampah dengan nilai investasi mencapai Rp 4 triliun ini melayani enam wilayah, yakni dari area Bandung Raya ditambah Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut.
”Kalau sesuai tahapan KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) itu November 2024 baru mulai groundbreaking sehingga kami minta untuk dimajukan. Mudah-mudahan semester 1 (2024) bisa dilakukan,” ujarnya.
Pj Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono menargetkan, permasalahan sampah menjadi fokus dalam 100 hari pertama kepemimpinannya di ibu kota Jabar ini. Selain mencari alternatif lokasi pembuangan sampah, dia juga menekankan upaya pemilahan sampah di tengah masyarakat.
”Yang perlu penanganan segera yakni darurat sampah, seperti penanganan di hulu berupa pemilahan dan opsi penanganan hilir dengan area alternatif,” ucapnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung Dudi Prayudi menyebut, saat ini, ritase pengangkutan sampah Kota Bandung mencapai 214 unit per hari. Jumlah ini mulai mendekati pengangkutan normal sebelum kebakaran yang mencapai 241 rit.
Gibrig mini
Di samping itu, pengolahan di sejumlah TPS juga dilakukan menggunakan gibrig mini, yakni alat pengolahan sampah dari Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Selain itu, di TPS Tegallega juga disiapkan pengolahan sampah menjadi refuse derived fuel (RDF) sebagai sumber energi alternatif.
”Di tahap awal, kami sudah mendatangkan enam unit gibrig untuk ditempatkan di Ciwastra, Babakan Sari, Tegalega, Cicukang Holis, dan Ence Azis. Sementara RDF di Tegalega itu bisa mengolah sekitar 40 ton sampah sehari dan untuk gibrig mini bisa mengelola 2 ton sampah dalam 1 jam,” katanya.
Upaya pengolahan sampah mandiri dilakukan dengan insenerator dan memanfaatkan bank sampah. Di Kabupaten Bandung, lebih dari 1.000 warga menggunakan Bank Sampah Bersinar sejak tahun 2014.
Pada 2022, bank sampah ini telah memiliki 300 unit pelayanan dan mampu mengurangi 1 ton sampah organik, 500 kilogram jelantah, hingga 50 ton sampah anorganik.
Pemilahan dan pemanfaatan sampah harus jadi solusi. Seberapa pun luas tempatnya, penampungan tidak pernah cukup jika sampah hanya dibiarkan begitu saja. Saat itu terjadi, manusia kembali jadi korban melihat lalat pembawa nestapa berpesta pora.
Baca Juga: Harapan Kemandirian Energi Terbarukan dari Jabar Selatan