Lebih dari 50.000 hektar hutan di NTT terbakar sejak Januari-Agustus 2023. Kasus terbesar terjadi Mei-Agustus saat kawasan NTT mulai mengalami kekeringan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Dalam kurun waktu Januari-Agustus 2023, kasus kebakaran hutan dan lahan di Nusa Tenggara Timurmencapai 50.397 hektar. Karhutla itu berdampak luas. Sebagian kawasan hutan lindung dengan tujuan khusus Oelsonbai di Fatukoa, Kota Kupang,terbakar pekan ini. Padahal, kawasan ini menjadi penyangga Kota Kupang.
Kasus kebakaran tersebut tersebar di 18 kabupaten/kota di NTT. Hanya tiga kabupaten yang dinyatakan masih bebas dari kasus kebakaran sejak Januari-Agustus 2023, yakni Timor Tengah Selatan, Manggarai, dan Kabupaten Belu. Peran masyarakat adat di tiga kabupaten itu dinilai cukup efektif, melindungi hutan dari kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT Ambros Kodo di Kupang, Jumat (15/9/2023), mengatakan, data kebakaran hutan dan lahan kabupaten/kota di NTT dihimpun BPBD setempat sejak Januari-Agustus 2023. Luasan kawasan karhutla terbesar terjadi pada Mei-Agustus 2023. Namun, tidak ada laporan khusus kasus per bulan. Pada tenggat waktu tersebut, sebagian besar kawasan hutan dan padang sabana di NTT mengalami kekeringan.
Luas karhutla yang terdata sejak Januari-Agustus 2023 mencapai 50.397 hektar. Belum termasuk kebakaran yang terjadi pada 1-15 September 2023. Kebakaran terluas di Kabupaten Sumba Timur mencapai 15.819 hektar, menyusul Kabupaten Alor 8.966 hektar, dan Sumba Tengah seluas 7.793 hektar. Kebakaran terkecil di Kabupaten Sabu Raijua, yakni 7 hektar,” katanya.
Lokasi kebakaran selalu berulang di tempat yang sama pada setiap tahun. Penyebab kebakaran bisa karena sengaja, secara kebetulan, atau ada aktivitas warga setempat yang menggunakan api, seperti membuang puntung rokok atau kemah.
Data Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, hampir seluruh daratan di NTT saat ini sangat mudah terbakar, terutama di Pulau Timor dan Sumba. Dua pulau ini dipadati padang sabana. Masyarakat diimbau waspada saat melakukan aktivitas dengan menggunakan api. Terutama persiapan lahan memasuki musim tanam tahun ini.
Ketua Yayasan Lingkungan Lestari Lamber Aluman (52) mengatakan, kebakaran itu mempunyai dampak sangat luas. Sayangnya, pemerintah daerah belum mengambil langkah tegas terkait kasus karhutla. Menurut Aluman, pemerintah daerah seperti menganggap kebakaran tidak berpengaruh pada lingkungan.
”Tetapi, dampak kekeringan itu tidak disadari. Kekeringan sumber mata air, dan kehilangan sejumlah fauna dan flora endemik NTT akibat kebakaran itu. Tidak hanya itu, tetapi juga bencana alam berupa longsor, gagal panen, rawan pangan, gizi buruk, dan stunting yang sedang dipersoalkan saat ini. Pemimpin harus punya visi yang jauh dan luas tentang lingkungan hidup,” kata Aluman.
Hasil pantauan kebakaran di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Oelsonbai, di Kelurahan Fatukoa, pinggiran Kota Kupang, diduga dilakukan warga yang akan menyiapkan lahan untuk musim tanam tahun ini. Namun, api menjalar masuk kawasan KHDTK Oelsonbai. Luas kawasan KHDTK Oelsonbai sebesar 20 hektar lebih. Di dalamnya terdapat tempat penangkaran rusa timor sejak 2005. KHDTK Oelsonbai sempat menjadi lokasi destinasi wisata, tetapi belakangan ditutup dengan alasan keamanan dan keselamatan rusa-rusa.
Kebakaran terjadi pada padang sabana. Sementara hutan dengan tegakan pohon tinggi, seperti akasia, jati, bambu, dan cendana, masih berdiri tegak meski rumput sabana yang menjalar terbakar.
KHDTK ini merupakah salah satu kawasan penyangga kehidupan warga Kota Kupang. Di dalam hutan terdapat aliran Sungai Dendeng, Sungai Air Nona, dan Sungai Oepura. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kebakaran baru terjadi saat ini.
Ayup Suni (43), petani lahan kering, memiliki lahan 1 hektar sekitar kawasan KHDTK Oelsonbai. Ditemui di lokasi lahan kering itu, ia mengatakan, sebelum membakar rumput kering yang telah ditebas, dirinya harus membuat jalan khusus dengan cara setiap pinggir lahan dibersihkan sejauh 3 meter. Dengan ini, api sulit merambat ke hutan sekitar lahan yang hendak digarap.
”Saya antisipasi memang sebelum membakar. Saya takut masuk penjara. Ini kawasan hutan lindung milik pemerintah. Kami masuk ambil kayu bakar di dalam saja dilarang, apalagi membakar hutan,” kata Ayip.