Petani Lumbung Pangan Sumba Tengah Sulit Dapat Alat
”Food estate” atau lumbung pangan di Sumba Tengah, NTT, dilanda kekeringan. Program itu hanya berjalan musim tanam pertama. Petani kesulitan alat mesin dan pertanian, air irigasi, dan lainnya.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
food estate
Ketua Kelompok Tani Ana Tanah Desa Holur Kambata, Kecamatan Umbu Ratunggay, Umbu Andy Opung, di Waibakul, ibu kota kabupaten Sumba Tengah, Rabu (13/9/2023), mengatakan, program food estate yang tujuannya menyejahterakan masyarakat Sumba Tengah ternyata belum berdampak. Banyak hal yang perlu dibenahi terkait program tersebut.
”Pembenahan itu antara lain ketersediaan alat mesin dan pertanian (alsintan). Saat ini petani sulit mendapatkan traktor roda empat dan traktor tangan. Mestinya puncak kemarau begini petani sudah menyiapkan lahan untuk musim tanam berikut. Sebelumnya juga gagal karena kekeringan,” kata Andy.
Jumlah alsintan bantuan Kementerian Pertanian yang dikelola dinas pertanian sebanyak 96 unit, terdiri dari 50 traktor tangan dan 46 traktor roda empat. Alsintan itu bantuan Kementan bagi petani, tetapi dikelola dinas pertanian dan perkebunan.
Andy pernah menghadap dinas pertanian untuk meminta langsung bantuan traktor bagi 27 anggota kelompok Ana Tani di Desa Kambata. Petani bersedia menyiapkan bahan bakar sendiri. Namun, sampai saat ini permintaan itu belum dipenuhi. Ada dugaan, alsintan itu juga dipergunakan oleh aparatur sipil negara untuk mengolah lahan pertaniannya.
Tidak hanya karena kesulitan alsintan, petani kesulitan mendapat pengairan karena irigasi tidak berfungsi. Lahan pun kering total dan gagal panen.
”Kami kembali ke sistem lama, yakni sistem sawah tadah hujan,” katanya.
Kondisi itu diperparah dengan serangan hama belalang dan tikus. Serangan hama itu selama musim kemarau jauh lebih buruk dibandingkan musim hujan.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Sumba Tengah Umbu K Pari mengatakan, satu unit embung di sekitar lahan pertanian sudah diperluas menjadi bendungan pada Januari 2022. Saluran irigasi bagian kiri dari bendungan yang rusak juga sudah diperbaiki. Bendungan itu bisa mengairi sekitar 200 hektar lahan jika berfungsi normal.
”Tetapi memasuki bulan Mei 2023, debit air menurun drastis. Lahan sawah 40 hektar yang sudah ditanam petani pun gagal akibat kekeringan. Kini, dengan sisa air yang ada, petani menanam tanaman hortikultura berupa sawi, kol, wortel, dan jagung sebagai cadangan pangan di puncak kemarau,” katanya.
Traktor tangan tersimpan di balai penyuluh pertanian dinas pertanian. Pihak penyuluh yang mengatur pemakaian bekerja sama dengan para kelompok tani (poktan). Setiap poktan pinjam pakai dari balai penyuluhan itu dan petani menyediakan bahan bakar minyak sendiri.
Sementara untuk penggunaan traktor roda empat, petani harus mendaftar ke UPTD dinas pertanian. Setiap peminjaman dikenakan biaya operasional berupa BBM dan biaya makan minum operator. Traktor roda empat kini dimanfaatkan petani di desa-desa, memanfaatkan dana desa untuk pengadaan BBM dan kebutuhan makan-minum operator.
”Musim tanam 2020/2021, awal realisasi food estate, semua dibiayai Kementan, termasuk bantuan-bantuan bagi poktan. Namun, setelah itu, yakni tahun 2021/2023, dibiayai daerah. Sesuai ketentuan, tahun ketiga, 2022/2023, dan seterusnya petani sudah harus mandiri. Hanya saja, sumber daya petani kita masih jauh di bawah standar. SDMjadi masalah utama di Sumba Tengah. Saya sudah sampaikan masalah ini ke pusat,” kata Umbu Pari.
Mengenai pemakaian alsintan oleh ASN atau pejabat, Umbu Pari membenarkan, sejauh itu untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Namun, fokus pertama tetap untuk petani.
”Sepanjang tersedia anggaran untuk biaya operasional alsintan, silakan dipakai, tetapi tetap mendaftar di UPTD dinas pertanian atau menghubungi balai penyuluhan,” katanya.
Biasanya masa olah lahan dilakukan pada November-Januari. Saat itu intensitas hujan sangat tinggi. Lahan pun mudah diolah menggunakan traktor. Namun, pada musim kemarau, yakni Juni-Oktober, lahan sangat kering, sulit diolah menggunakan traktor, kecuali ada air irigasi yang cukup masuk di lahan itu.
Saat ini di Sumba Tengah ada 579 kelompok tani yang mengolah lahan persawahan dengan 7.974 petani. Sementara lahan jagung dikelola 760 kelompok tani dengan jumlah petani 12.286 orang. Mereka memerlukan traktor jika dibutuhkan.
Umbu Pari menyebutkan, awal musim tanam 2022/2023, pihaknya telah mengajukandaftar calon petani dan calon lahan untuk food estate ke Kementan. Namun, hingga saat ini belum ada jawaban. ”Sepertinya Kementan tidak lagi membiayai para petani food estate tersebut. Tahun ketiga, petani harus sudah mandiri,” katanya.