Lahan lumbung pangan nasional di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, kekeringan. Saat ini ada embung dan sumur bor, tetapi kapasitas air belum mencukupi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
WAIBAKUL, KOMPAS — Lahan lumbung pangan nasional food estate di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, kekurangan air. Akibatnya, hasil panen masih di bawah target.
Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Sumba Tengah Yantje Landukara, saat dihubungi di Waibakul, ibu kota kabupaten, Sabtu (5/6/2021), mengatakan, petani sudah menanam jagung tahap kedua pada Januari-April 2021 seluas 1.460 hektar. Sebagian jagung kini sudah dipanen.
”Jagung ini dipanen saat masih muda untuk kebutuhan pangan lokal dan pakan ternak. Hasil panen rata-rata 1,5 ton per hektar jagung pipilan, dari target Rp 5 ton per hektar. Kendala utama adalah ketersediaan air yang terbatas,” kata Yantje.
Saat ini sudah ada puluhan sumur bor, tetapi itu belum cukup karena lahan luas dan tersebar di beberapa titik. Yantje mengatakan, saat ini ada satu embung dengan kapasitas air 800.000 meter kubik dan beberapa embung kecil dengan kapasitas air masing-masing 500-10.000 meter kubik, tetapi itu pun tidak penuh karena sedikitnya hujan. Kapasitas sumber mata air embung-embung kecil itu semata-mata mengandalkan air hujan, dan saat musim kemarau mengering.
Menurut rencana, embung berkapasitas 800.000 meter kubik ini akan diperluas menjadi bendungan dengan daya tampung jutaan metrik kubik air sehingga bisa mengairi lahan 2.000-3.000 hektar.
”Ini sedang dalam kajian pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PUPR dan Kementan soal perluasan embung menjadi bendungan, dan sejumlah kendala termasuk pembangunan saluran irigasi ke lahan pertanian,” katanya.
Jika bendungan itu sudah dibangun, akan dikembangkan lahan pertanian seluas 10 hektar untuk mengetahui kualitas air sebelum dialirkan ke lahan food estate. Apabila air sudah tercukupi, lahan lumbung pangan nasional bisa berprduksi sesuai target, yakni 5-6 ton per hektar untuk padi dan jagung.
Panen perdana padi di lahan food estate pada areal seluas 3.000 hektar menghasilkan 13.500 ton padi gabah kering. Adapun jagung sebanyak 3.000 ton di areal seluas 2.000 hektar. Hasil produksi ini masih jauh dari target sehingga terus dievaluasi dan diperbaiki beberapa hambatan, terutama air.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumba Umbu Manurara mengatakan, mendukung program pengadaan air untuk memperkuat sistem pengairan di lahan food estate. Kekeringan di Sumba menjadi masalah utama pengembangan pertanian. Perluasan embung menjadi bendungan ini merupakan bagian dari janji Presiden Jokowi saat berkunjung ke Sumba Tengah.
Selain air, persoalan lain ialah hama belalang kembara. Saat ini belalang sedang berada di beberapa titik di Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Sumba Tengah. Belalang ini masih kecil, belum bersayap, sehingga belum bisa terbang jauh.
”Saat ini koloni belalang yang belum bersayap ada di Desa Mbilur Pangadhu dan beberapa desa sekitarnya. Belalang ini baru saja menetas sehingga sebaiknya segera dibasmi dengan penyemprotan pestisida. Jika tenaga penyuluh pertanian membiarkan belalang ini sampai dewasa, mereka akan bertelur lagi. Belalang terus berkembang biak di Sumba,” kata Manurara.
Ia mengatakan, hama belalang itu tidak sempat menyerang lahan food estate karena pemda dan petani berjibaku mengamankan lahan itu dari serangan hama belalang. Tetapi, ratusan hektar lahan petani di luar kawasan food estate seperti jagung dan tanaman lain habis dikerat hama belalang.
Hama belalang yang ada di Sumba Tengah muncul dari Sumba Timur, dan tidak tertutup peluang belalang itu masuk Sumba Barat Daya dan Sumba Barat. Pemda empat kabupaten di Sumba diharapkan duduk bersama membahas bagaimana cara terbaik mengatasi hama ini agar tidak menjadi momok bagi petani setiap tahun.