”Food Estate” di Sumba Tengah Majukan Sistem Pertanian Lokal
Program lumbung pangan nasional (”food estate”) seluas 5.000 hektar di 11 desa di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Program ini diharapkan bisa diperluas.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
WAIBAKUL, KOMPAS — Program lumbung pangan nasional atau food estate yang dibangun pemerintah seluas 5.000 hektar di 11 desa di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, diharapkan meningkatkan kesejahteraan petani. Petani diajak bercocok tanam secara modern dan berkesinambungan sehingga hasil produksi bisa dipasarkan, selain memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Sumba Tengah Yance Landukara, dihubungi di Waibakul, Sumba Tengah, Senin (15/2/2021), mengatakan, proyek lumbung pangan (food estate) menandakan perhatian besar Presiden Joko Widodo terhadap Nusa Tenggara Timur. Meski tidak kebagian satu bendungan dari total enam bendungan di NTT, Presiden menempatkan proyek lumbung pangan nasional melalui pertanian terintegrasi food estate di Sumba Tengah.
”Tahap pertama awal tahun ini digarap 5.000 hektar lahan, 3.000 hektar untuk sawah dan 2.000 hektar ditanami jagung. Sawah sudah selesai ditanami 30 Januari 2021. Jagung sudah ditanami pertengahan Desember 2020 di areal seluas 800 hektar, sisa 1.200 hektar, yangmenruut rencana akan ditanami pada musim tanam kedua, yakni akhir Februari atau awal Maret 2021 ini,” kata Yance.
Awalnya, pada Selasa (16/2/2021), Presiden Joko Widodo direncanakan meresmikan food estate di Sumba Tengah dan Bendungan Napung Gete di Sikka. Pemerintah daerah sudah melakukan sejumlah persiapan, termasuk pengamanan. Namun, ada penundaan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Khusus Bendungan Napung Gete di Sikka, penundaan kali ini adalah yang kedua setelah penundaan pertama, Januari 2021.
Ia mengatakan, food estate merupakan program nasional dalam rangka membangun lumbung pangan nasional, salah satu lokasinya berada di Sumba Tengah. Tahap pertama 5.000 ha ini menjadi proyek percontohan bagi petani sehingga ketika dilakukan perluasan lahan, akan berjalan lebih lancar. Sesuai rencana, pada 2021 akan ditambah 5.000 hektar (ha) lagi sehingga total seluas 10.000 ha.
Pemerintah juga telah menyediakan 100 traktor, 12 combine harvester (alat panen modern) multiguna, 2 drone, 1 drone mapping, dan 1 drone aplikasi pengamatan. Alat mesin pertanian ini untuk kebutuhan prapanen dan pascapanen. Selain itu, disiapkan pula bibit, pupuk, dan pestisida.
Sesuai rencana, pada 2021 akan ditambah 5.000 hektar (ha) lagi sehingga total seluas 10.000 ha.
Sementara itu, kondisi tanaman padi saat ini telah tumbuh berkisar 30-40 sentimeter (cm). Adapun jagung telah mencapai ketinggian sekitar 100 cm. Petani dan penyuluh lapangan dari dinas pertanian setempat terus memantau proses pertumbuhan hingga masa panen.
”Tenaga penyuluh dari Dinas Pertanian Sumba Tengah dan pemerintah provinsi melakukan pendampingan untuk memberikan bimbingan dan arahan,” katanya.
Kegiatan ini dibagi dalam 5 zona di 11 desa tersebut, yakni zona Umbu Pabal, Umbu Pabal Selatan, Elu, Makateri, dan Tana Modu. Program ini dialokasikan ke Sumba Tengah pada Oktober 2020, sedangkan sarana dan prasarana produksi turun November 2020.
Lahan itu milik petani, dikelola petani, didampingi dinas pertanian, dan diberi bantuan berupa sarana produksi, yakni benih, bibit, pupuk, dan pestisida. Petani juga diberi traktor untuk mempermudah proses pengolahan tanah.
”Petani setempat dilatih mengolah lahan secara modern dan berkelanjutan. Hasil pertanian dapat dipasarkan, selain untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi petani setempat,” kata Yance.
Selain itu, di lokasi food estate dikembangkan pula ternak itik bagi petani. Itik ini segera diadakan setelah jagung dan padi selesai dipanen. Masa panen pada musim tanam pertama untuk jagung berkisar akhir Februari hingga awal Maret 2021, sedangkan panen padi sekitar Juni 2021. ”Semuanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Yance.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Sumba Umbu Manurara berpendapat, program ini sangat membantu petani di Sumba Tengah. Petani sangat antusias menjalankan program ini. Produksi pertanian dan perkebunan bisa mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
”Hanya saja, program ini dimulai agak terlambat. Kalau jagung, musim tanam sangat cocok pada akhir November sehingga produksi lebih menguntungkan petani. Tetapi, kalau ditanam pada pertengahan Desember, jagung bisa rusak karena kebanyakan air hujan,” kata Manurara.
Ia berharap program ini dilanjutkan pada 2022. Jika tidak dilanjutkan pemerintah pusat, Pemprov dan Pemkab Sumba Tengah dapat mendorong petani meneruskan program ini. Petani sudah memiliki pengalaman bertani secara modern dari program yang diperoleh sebelumnya.
Jika program ini diperluas di seluruh daratan Pulau Sumba, atau bahkan NTT, maka sistem pertanian tradisional, yakni tebas, bakar, dan tanam diharapkan semakin berkurang. Ancaman kebakaran hutan pun bisa dikurangi.