Harga Beras Terus Meroket, Jateng Antisipasi Penyimpangan
Pemerintah Provinsi Jawa Teng bakal mengecek ada tidak adanya penyimpangan yang membuat harga beras di pasaran melambung. Stabilisasi harga juga dilakukan supaya masyarakat bisa mendapatkan beras dengan harga sesuai HET.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Harga beras di sejumlah daerah di Jawa Tengah terus naik, menjauhi harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Penjabat Gubernur Jateng telah memerintahkan Satgas Pangan Jateng mengecek ketersediaan beras di pasaran untuk memastikan tidak adanya penyimpangan.
Sistem Informasi Harga dan Produksi Jateng mencatat, harga beras, baik jenis medium maupun premium, terus merangkak naik sejak akhir 2022. Kala itu, harga beras medium tertinggi Rp 12.000 per kilogram dan harga beras premium tertinggi Rp 13.500 per kilogram. Harga-harga itu jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp 10.900 per kilogram untuk beras medium dan Rp 12.900 per kilogram untuk beras premium.
Pada awal hingga pertengahan tahun 2023, harga beras medium dan premium di Jateng stabil tinggi. Pada Agustus, kenaikan kembali terjadi, bahkan disebut mencapai titik tertingginya. Harga beras medium dan premium paling tinggi berada di Wonogiri, yakni Rp 13.000 per kilogram dan Rp 14.500 per kilogram.
Sementara itu, pada pekan kedua September, harga beras medium dan premium kembali meningkat. Harga tertinggi untuk beras medium berada di di Kota Surakarta, yakni Rp 13.200 per kilogram. Kemudian, harga tertinggi beras premium ada di Demak dan Brebes, yakni Rp 15.000 per kilogram.
Kenaikan harga beras yang terjadi selama beberapa bulan terakhir terus menjadi penyebab utama inflasi di sejumlah daerah di Jateng. Pada Agustus, misalnya, inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal dan sekitarnya sebesar 0,06 persen, Cilacap dan sekitarnya 0,04 persen, Kota Surakarta dan sekitarnya 0,03 persen, Kudus serta Kota Semarang dan sekitarnya masing-masing 0,02 persen. Selain itu, Banyumas dan sekitarnya juga mengalami inflasi 0,01 persen.
Kondisi itu turut menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jateng. Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana menyebut, pihaknya telah memerintahkan Satgas Pangan Jateng yang terdiri dari Pemprov Jateng, kepolisian, dan kejaksaan untuk mengecek ketersediaan beras di pasaran.
”Tentunya, kami akan melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum. Jadi, (persoalan) ketersediaan pangan untuk di Jateng akan mampu kita atasi,” kata Nana, Kamis (7/9/2023) di Kota Semarang.
Sebelumnya, para pedagang di Batang, Kota Semarang, dan Kota Pekalongan menyebut, kenaikan harga dipicu oleh menurunnya suplai beras dari petani. Sementara itu, para petani mengatakan, turunnya suplai ke pasaran disebabkan oleh menurunnya produktivitas padi akibat kekeringan. Bahkan, sejumlah petani mengeluhkan sama sekali tidak bisa menyuplai beras ke pasaran karena tanaman padi mereka puso.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jateng hingga Agustus, luasan lahan padi yang puso sekitar 254,1 hektar. Lahan itu tersebar di sejumlah daerah, antara lain, Banyumas, Cilacap, Brebes, Kendal, Kabupaten Pekalongan, Rembang, Kebumen, Kabupaten Tegal, dan Purworejo. Petani menyebut, kerugian yang ditanggung petani akibat puso berkisar Rp 15 juta-Rp 20 juta per hektar.
Cadangan beras
Tingginya harga beras di pasaran membuat sebagian masyarakat resah. Masyarakat berharap pemerintah segera melakukan operasi pasar murah untuk menstabilkan harga. Saat ditanya terkait rencana operasi pasar, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng Ratna Kawuri mengatakan, operasi pasar tidak hanya ditentukan oleh pihaknya, tetapi juga ditentukan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
”Operasi (pasar) pasti ada perhitungan-perhitungannya. Tapi, kalau bicara stok, laporan Bulog masih cukup,” kata Ratna.
Dihubungi secara terpisah, Pemimpin Wilayah Perum Bulog Jateng Akhmad Kholisun mengatakan, stok beras yang ada di wilayahnya pada Kamis sebanyak 203.851 ton. Beras-beras tersebut tersimpan di sejumlah gudang di Bulog Cabang Semarang, Cabang Pati, Cabang Surakarta, dan Cabang Pekalongan.
Stok beras itu disebut Kholisun cukup untuk memenuhi kebutuhan penyaluran sampai dengan enam bulan ke depan. ”Kebutuhan penyaluran Bulog terdiri dari Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), cadangan bencana alam, dan program bantuan pangan,” ujarnya.
Menurut Kholisun, SPHP sudah dimulai dari Januari 2023 dan akan dilakukan hingga Desember 2023. SPHP dilakukan melalui 538 pedagang di 133 pasar yang ada di Jateng.
Melalui program SPHP, Bulog menjual beras dengan harga yang ditetapkan oleh Bapanas, yaitu Rp 9.950 per kilogram dari gudang Bulog. Jika beras diantar hingga ke pedang, harganya menjadi Rp 10.200 per kilogram. Hal ini karena ada komponen biaya distribusi yang turut dihitung.
”Pedagang ini nanti jual ke konsumennya maksimal sesuai HET atau Rp 10.900 per kilogram. Mereka ini sudah membuat pernyataan siap menjual dengan harga maksimal sesuai HET dan menjual langsung kepada konsumen, tidak boleh ke pedagang,” kata Kholisun.