KLHK mencatat, dalam rentang Januari-Juli 2023 luas kebakaran lahan di Indonesia sudah mencapai 90.405 hektar atau 2,54 persen lebih luas dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 88.167 hektar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
INDRALAYA, KOMPAS — Kekeringan pada musim kemarau tahun ini membuat luas lahan terbakar di Indonesia meningkat dibanding tahun lalu. Sejumlah upaya terus dilakukan agar dampak asap dari kebakaran lahan tidak membahayakan masyarakat apalagi sampai terbang ke negara lain. Kolaborasi antarpihak sangat diperlukan mengingat puncak musim kemarau masih akan berlangsung sampai akhir September 2023 mendatang.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Thomas Nifinluri, saat ditemui di Ogan Ilir, Minggu (3/9/2023), mengatakan, saat ini masih terjadi kebakaran lahan di beberapa provinsi, seperti Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.
Bahkan, luas lahan terbakar tahun ini diperkirakan lebih luas dibanding tahun lalu. KLHK mencatat, dalam rentang Januari-Juli 2023 luas kebakaran lahan di Indonesia mencapai 90.405 hektar atau 2,54 persen lebih luas dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 88.167 hektar. ”Sebab, memang musim kemarau tahun ini lebih kering dibanding tahun lalu,” ujarnya.
Asap akibat kebakaran lahan pun sudah mulai memasuki kota besar, salah satunya di Palembang. Merebaknya asap ke ibu kota Sumatera Selatan itu tidak lepas dari kebakaran lahan yang terjadi di wilayah Ogan Komering Ilir (OKI) yang saat ini sudah merambah ke kawasan gambut dalam.
”Tiupan angin dari tenggara ke barat laut membuat asap kebakaran dari OKI mengarah ke Palembang,” katanya.
Berdasarkan indeks standar pencemar udara (ISPU) kualitas udara di Palembang periode 29 Agustus-3 September 2023, kualitas udara di Palembang masih dalam kategori sedang yang berarti dalam batas toleransi untuk dihirup oleh makhluk hidup. Namun, semua pihak harus tetap waspada mengingat puncak musim kemarau masih akan terjadi sampai September 2023 mendatang. Jika tidak diintervensi, dikhawatirkan dampak asap akan semakin meluas.
Semua pihak harus tetap waspada mengingat puncak musim kemarau masih akan terjadi sampai September 2023 mendatang. Jika tidak diintervensi, dikhawatirkan dampak asap akan semakin meluas. (Thomas Nifinluri)
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Wilayah Sumatera Ferdian Kristianto mengatakan, asap yang ada di Palembang disebabkan kebakaran lahan yang terjadi di Kecamatan Pangkalan Lampam dan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
”Kebakaran lahan di sana sudah memasuki gambut dalam sehingga sulit dipadamkan,” katanya.
Sebanyak 45 petugas Manggala Agni dikerahkan untuk memadamkan api. Sudah sekitar satu bulan petugas berada di sana untuk berpatroli dan memadamkan api. ”Lokasi kebakaran kali ini jauh lebih besar dibanding lokasi sebelumnya. Namun, keduanya masih dalam satu hamparan,” ujar Ferdian.
Di lapangan pun, petugas mengalami kendala, seperti keterbatasan air. ”Setiap tiga jam kami harus berhenti menunggu air kembali menggenang di kanal. Tanpa air, pemadaman tidak bisa berlangsung,” ungkapnya.
Padahal, untuk memadamkan api di lahan gambut dibutuhkan air yang melimpah agar bisa memadamkan api yang merambat di dalam tanah. Kendala lainnya adalah akses menuju titik api yang sangat sulit. Lahan yang terbakar merupakan kawasan hutan kayu gelam yang aksesnya sangat sulit.
Ferdian menduga kebakaran dilakukan untuk membuka lahan karena tidak jauh dari lokasi kebakaran ada perkebunan kelapa sawit milik masyarakat.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I BMKG Sumatera Selatan Wandayantolis mengatakan, kualitas udara di Palembang fluktuatif. Namun, dalam tiga hari terakhir, konsentrasi partikulat PM 2,5 di Palembang berada atas di 55 mikrogram per meter kubik (µm/m3) yang masuk kategori tidak sehat. Bahkan, masa tertentu, PM 2,5 pernah menyentuh mencapai 200 (µm/m3) atau sangat tidak sehat.
”Asap akan semakin pekat pada malam dan dini hari karena angin tidak bertiup kencang sehingga menyebabkan penumpukan di salah satu titik,” ujarnya. Kalaupun harus keluar rumah, masyarakat diharapkan menggunakan masker.
Dalam kondisi ini, warga yang rentan, seperti kaum lanjut usia dan yang memiliki penyakit bawaan, disarankan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Kondisi ini disebabkan asap kebakaran lahan yang berasal dari Kabupaten OKI yang bertiup ke arah Palembang.
Kebakaran lahan terjadi akibat daerah itu tidak diguyur hujan selama 30 hari, bahkan mendekati 50 hari. Kondisi ini menyebabkan lahan menjadi sangat kering dan rentan terbakar.