Merangkul Anak Muda Melawan Dampak Perubahan Iklim di Pekalongan
Selama bertahun-tahun, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, dikepung banjir rob akibat perubahan iklim dan penurunan tanah. Di tengah kondisi itu, anak-anak muda di Pekalongan diajak ikut menanggulangi dampak perubahan iklim.
Sekitar setahun terakhir, rumah orangtua Aldo Ardiansyah (25) di Kelurahan Degayu, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, digenangi rob yang tak kunjung surut. Akibatnya, Aldo dan keluarganya harus menumpang tinggal di rumah kakeknya. Meski sama-sama berlokasi di Kelurahan Degayu, rumah sang kakek tidak tergenang karena berlokasi di wilayah lebih tinggi.
”Saya hampir satu tahun ini belum pulang ke rumah karena rumah saya sampai sekarang masih tergenang. Jadi, saya tinggal di rumah simbah. Rumah simbah itu agak tinggi,” tutur Aldo saat ditemui di Pekalongan, Minggu (27/8/2023).
Aldo mengatakan, Kelurahan Degayu memang terdampak rob cukup parah. Bahkan, dia menuturkan, ada wilayah di kelurahan tersebut yang tergenang rob sejak tahun 2019 dan tak pernah surut. Kondisi itu tentu membuat masyarakat mengalami berbagai kesulitan.
Guna meminimalkan dampak rob, warga harus mengeluarkan uang tak sedikit untuk meninggikan rumah. Masyarakat juga harus mengumpulkan iuran untuk meninggikan jalan di permukiman mereka agar tidak tergenang rob.
”Ada beberapa jalan yang harus ditinggikan dengan swadaya masyarakat sendiri. Anggaran dari pemerintah itu ada, tapi tidak semuanya tersentuh,” kata Aldo yang merupakan mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pekalongan.
Selain itu, sebagian warga akhirnya memilih pindah ke lokasi lain karena rumah mereka terus-menerus digenangi rob. Oleh karena itu, di wilayah yang terdampak rob paling parah, banyak rumah kosong yang ditinggalkan penghuninya.
Di sisi lain, banyak sawah di Kelurahan Degayu yang terendam rob sehingga tak lagi bisa ditanami. Akibatnya, banyak warga yang dulu bertani terpaksa harus beralih menjadi petambak dan nelayan.
Baca juga : Solidaritas yang Tumbuh Subur di Tengah Genangan Rob Pekalongan
Berdasarkan sejumlah referensi, banjir rob di Pekalongan terjadi karena kombinasi tiga faktor, yakni perubahan iklim, penurunan muka tanah, dan aktivitas manusia. Perubahan iklim berdampak pada kenaikan muka air laut dan cuaca ekstrem.
Adapun penurunan muka tanah terjadi karena sejumlah penyebab. Salah satunya karena jenis tanah di Pekalongan yang tergolong endapan muda sehingga mengalami penurunan secara alamiah. Di sisi lain, penurunan muka tanah juga didorong oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan dan beban bangunan yang terus bertambah.
Sementara itu, aktivitas manusia yang ikut menyebabkan banjir dan rob adalah alih fungsi lahan serta pembuangan limbah dan sampah sembarangan.
Terancam tenggelam
Pada masa mendatang, banjir rob di Pekalongan diprediksi bakal makin parah jika tak ada penanganan serius. Menurut kajian yang dilakukan lembaga Mercy Corps, sekitar 90 persen wilayah Kota Pekalongan akan berada di bawah air pada tahun 2035.
Selain itu, persentase area permukiman yang tergenang banjir di Kota Pekalongan diperkirakan meningkat 100 kali lipat, dari 0,5 persen pada tahun 2020 menjadi 51 persen pada 2035. Kerugian yang timbul akibat banjir juga diprediksi meningkat dari Rp 1,55 triliun pada 2020 menjadi Rp 31,28 triliun pada 2035.
Aldo menyebut, genangan rob membuat banyak anak muda di wilayah tempat tinggalnya memilih merantau. ”Kalau saya lihat di RW saya, pemudanya malah banyak yang merantau meninggalkan desa. Jadi, yang sekarang mendominasi itu malah orang tua,” ungkapnya. Meski begitu, Aldo mengaku tak ingin ikut-ikutan merantau.
Dia justru ingin aktif terlibat dalam mengatasi dampak banjir rob di wilayahnya. ”Harapan saya, pemuda-pemuda yang memiliki tenaga lebih dan mampu untuk menjadi agen-agen perubahan bisa melakukan gerakan untuk mencegah ramalan ini (Pekalongan tenggelam). Dan saya ingin terlibat,” kata Aldo.
Baca juga : Tanpa Upaya Khusus, Pekalongan Bisa Tenggelam Tahun 2035
Keinginan itulah yang membuat Aldo akhirnya mengikuti kegiatan youth camp atau perkemahan pemuda dengan tema ”Pemuda dalam Tata Kelola Air dan Penanganan Banjir Rob Lintas Batas” yang digelar Kemitraan dan Kolaborasi Bareng (Kobar) Pemuda Pekalongan. Acara yang diikuti sekitar 50 anak muda itu dilaksanakan pada 25-28 Agustus 2023 di Kabupaten Pekalongan.
Dalam acara itu, para peserta mendapat beragam materi terkait perubahan iklim, tata kelola air, dan banjir rob dari sejumlah narasumber, baik dari instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun jurnalis.
Kegiatan youth camp itu merupakan bagian dari program adaptasi perubahan iklim yang dijalankan Kemitraan di Kota Pekalongan dengan dukungan pendanaan dari Adaptation Fund.
Harapan saya, pemuda-pemuda yang memiliki tenaga lebih dan mampu untuk menjadi agen-agen perubahan bisa melakukan gerakan untuk mencegah ramalan ini (Pekalongan tenggelam).
Keresahan terkait banjir rob juga dirasakan Ika Debi Krisfani (25), warga Kelurahan Bandengan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Dia menyebut, lingkungan tempat tinggalnya terdampak banjir rob cukup parah. Di wilayah itu, banyak rumah dan ruas jalan yang kerap tergenang banjir rob.
”Kalau terjadi banjir rob, surutnya lama, sampai beberapa minggu. Supaya surut harus dibantu sedot dengan mesin,” kata Debi yang juga mengikuti youth camp yang digelar Kemitraan itu.
Debi mengaku sangat khawatir dengan kondisi banjir rob itu. Apalagi, dia baru setahun terakhir pulang ke Pekalongan setelah beberapa tahun tinggal di Bali. ”Saya lama di Bali, makanya kaget lihat kondisi pas pulang ke sini. Jadi, saya baru beradaptasi juga dengan kondisi di sini,” ujarnya.
Memompa inisiatif
Arif Nurdiansah, perwakilan Knowledge Management Kemitraan, menuturkan, pada tahun 2018, Kemitraan mengumpulkan sekitar 30 komunitas anak muda di Kota Pekalongan untuk membicarakan dampak perubahan iklim. Namun, kebanyakan anggota komunitas itu ternyata belum memahami masalah perubahan iklim.
Oleh karena itu, ketika Kemitraan melaksanakan program adaptasi perubahan iklim di Pekalongan, anak muda menjadi salah satu kelompok yang dilibatkan secara intens. Arif menyebut, penyelenggaraan youth camp itu menjadi salah satu cara untuk mendekatkan anak muda dengan isu perubahan iklim.
”Data tahun 2017 menunjukkan, sekitar 35 persen penduduk Pekalongan itu anak muda. Makanya, kami ingin menggandeng anak muda,” ujarnya.
Team Leader Program Adaptation Fund Pekalongan Andi Kiky mengatakan, youth camp itu bertujuan untuk memompa inisiatif anak-anak muda di Pekalongan agar berkontribusi dalam penanganan dampak perubahan iklim, terutama terkait banjir rob dan tata kelola air.
Kiky menyebut, kegiatan itu tak hanya bertujuan mendorong kepedulian anak muda terhadap isu perubahan iklim, tetapi juga mendorong mereka untuk mulai melakukan aksi terkait persoalan tersebut.
Itulah kenapa, dalam acara tersebut, para peserta juga diajak menyusun petisi terkait tata kelola air dan banjir rob di Kota Pekalongan. ”Petisi itu disampaikan bukan hanya kepada pemerintah, tapi semua pihak, termasuk kelompok-kelompok yang ada di masyarakat,” ujar Kiky.
Dalam petisi tersebut, para pemuda peserta youth camp menyatakan, penanganan banjir rob di Kota Pekalongan belum dilaksanakan secara optimal. Hal itu terlihat dari krisis air bersih yang dialami sebagian warga dan adanya sejumlah wilayah yang masih tergenang rob.
Baca juga : Menggali Cuan di Tengah Impitan Dampak Perubahan Iklim di Kota Pekalongan
Mereka juga menilai perlunya memperjelas kewenangan banjir dan rob, baik di level pemerintah pusat, provinsi, maupun kota. Di sisi lain, infrastruktur pendukung penanganan rob, seperti tanggul, pompa air, dan irigasi, dinilai belum berfungsi optimal. Anak-anak muda itu juga berpendapat, perlu penyadaran bagi masyarakat, kelompok usaha, dan birokrasi terkait dampak perubahan iklim.
Selain itu, mereka meminta pemerintah memfasilitasi tempat pengungsian yang layak dan fasilitas pendukung lain bagi korban banjir rob. Para peserta youth camp juga mendesak pemerintah memperkuat pengelolaan sampah di wilayah yang rawan banjir rob serta memperjelas status tanah yang hilang akibat banjir rob.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Kota Pekalongan Anita Heru Kusumorini mengatakan, ada sejumlah strategi untuk menangani banjir rob. ”Strategi yang kami lakukan yakni merencanakan penataan ruang dan kawasan untuk antisipasi dampak perubahan iklim, mengelola daerah aliran sungai, dan menyesuaikan mata pencarian penduduk supaya lebih berkelanjutan,” katanya (Kompas, 27/7/2023).
Pemerintah Kota Pekalongan juga membangun sejumlah infrastruktur pengendali rob. Upaya adaptasi masyarakat pun didorong dengan pembentukan kampung iklim, pengembangan kawasan rumah pangan lestari, dan pendampingan masyarakat agar mendapat mata pencarian yang sesuai.
Di tengah berbagai upaya itu, dibutuhkan pula keterlibatan anak muda. Anak-anak muda itu diharapkan bisa mendayagunakan pengetahuan, kreativitas, dan keterampilan mereka untuk ikut melawan dampak perubahan iklim.