Petik Pelajaran Baru dari Bilah Selubung Garuda Istana Presiden di Nusantara
Indonesia bakal memiliki istana presiden buatan anak bangsa untuk pertama kalinya. Keberadaannya diharapkan menjadi titik tolak pembelajaran banyak hal baru. Salah satunya diperlihatkan bilah logam dari Nyoman Nuarta.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
·5 menit baca
Ibu Kota Nusantara diharapkan bisa mewujudkan cita-cita keadilan dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Istana Presiden yang baru diharapkan menjadi magnetnya. Lewat ribuan bilah logam buatan Bandung, Jawa Barat, pembentuk impresi garuda yang bakal menaungi tubuh istana, keinginan mewujudkan harapan itu ikut ditumbuhkan.
Ketut Budi Manada menahan haru saat ikut melepas dua truk jumbo dari Nyoman Nuarta Art Space di Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/8/2023). Diantar lewat upacara tradisi Rajah Pangjurung Ringkang dari Studio Titikdua Ciamis, truk-truk itu membawa 80 bilah logam kuningan atau delapan modul, masing-masing sepanjang 4,5 meter. Nantinya, paket seberat lebih kurang 24 ton itu bakal menempuh perjalanan laut dan dara, menuju Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, selama 5-7 hari.
Haru Ketut bukan tanpa alasan. Paket itu bukan barang biasa. Tiba di Sepaku, bilah logam itu akan mengambil peran dalam sejarah panjang Indonesia di IKN. Di sana, segmen 6 dan 7 dari total 16 segmen pembentuk impresi garuda itu bakal mulai dirakit menjadi bagian dari kulit bangunan istana presiden.
”Saya bahagia dilibatkan membangun istana pertama buatan anak bangsa. Menggabungkan beragam unsur seni, budaya, arsitektur, hingga teknik beserta tantangan dan dinamikanya, ini menjadi wajah Bhinneka Tunggal Ika Indonesia,” kata Ketut, pemimpin bidang seni di workshop PT Siluet Nyoman Nuarta, Rabu.
Sejak Maret 2023, PT Siluet Nyoman Nuarta dipercaya merampungkan pembuatan bilah-bilah selubung garuda itu. Ketut adalah satu dari 70 ahli dari berbagai disiplin ilmu yang terlibat di dalamnya. Selain seniman seperti Ketut, ada juga arsitek, ahli struktur, hingga geolog.
Mereka bersama-sama mengembangkan ide seniman Nyoman Nuarta serta landasan ideologis yang menyertainya. Tidak ketinggalan ada 242 artisan yang bekerja pagi hingga malam.
Nyoman mengatakan, keterlibatannya bersama rekan-rekannya dalam desain dan pengerjaan istana dilatarbelakangi keinginan memberi yang terbaik untuk Indonesia. Dia ingin istana presiden di IKN menjadi magnet baru keadilan dan pemerataan di Indonesia.
Oleh karena itu, meski waktunya tak banyak, ia tetap optimistis saat dikejar target harus merampungkan 4.687 bilah logam kuningan dalam setahun. Nyoman percaya niat-niat baik bakal ikut memuluskan harapannya.
Sejauh ini, asa itu tetap menemukan jalan tepat. Dikerjakan di workshop seluas 4 hektar di Bandung, kerja keras tidak ingkar janji. Hingga Rabu, sudah dibuat 3.477 bilah kuningan dan 528 rangka bilah perforated weathering steel yang tahan karat. Dengan 12 mesin laser, pekerja membuat 50-70 bilah per hari.
”Semoga Oktober 2023, bilah kuningan sudah selesai semuanya. Sementara rangka perforated selesai Februari 2024,” kata Nyoman, seniman asal Tabanan, Bali. Adapun pembangunan istana IKN ditargetkan rampung sebelum peringatan Kemerdekaan Indonesia Agustus 2024.
Pesan lingkungan
Namun, bangunan itu diyakini lebih dari sekadar infrastruktur indah saja. Keberadaannya diharapkan bisa menjadi cerminan hal baik untuk lingkungan dan manusia.
Keberadaan bilah-bilah logam, misalnya, tidak hanya menjadi hiasan. Lilik Haryo Panadi, Lead Architect dari Tim Perencanaan PT Siluet Nyoman Nuarta, mengatakan, bilah akan menjadi jalan masuknya angin. Infrastruktur itu juga bisa menghambat sinar matahari menerobos langsung masuk ke gedung. Dengan demikian, dapat mengurangi hawa yang cenderung panas di Pulau Kalimantan. Ujungnya, Istana Presiden diharapkan bisa tetap ikut berkontribusi menekan dampak dinamika cuaca hingga potensi dampak perubahan iklim.
Tepat di bawah kulit bangunan, celah lebar juga akan dimanfaatkan untuk meminimalkan paparan hawa panas. Nyoman menyebut, tengah mendesain taman dengan pohon dan beragam tanaman.
”Harapannya, lewat pohon dan tanaman itu, istana yang baru nanti bisa meminimalkan penggunaan AC (pendingin udara),” kata Nyoman, yang dikenal dunia lewat karya monumental patung Garuda Wisnu Kencana di Bali hingga Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya, Jawa Timur.
Bahan-bahan logam juga tidak akan berdiri sendiri. Logam kuningan secara alami akan mengalami proses patina. Saat itu terjadi, hasil akhir istana akan berwarna hijau. Pun dengan baja antikarat yang akan seiring waktu bakal berwarna kecoklatan.
”Bahan-bahan itu juga sudah teruji kekuatannya dan lebih ramah lingkungan. Perawatannya tidak sulit, bisa disebut free maintenance,” ujar Nyoman.
Selain keberpihakan pada alam, keterlibatan masyarakat juga ditumbuhkan lewat beberapa proyek lain di sekitar istana. Ia menyebut, ada pembangunan masjid utama IKN yang kubahnya terinspirasi dari serban yang bakal menampung 20.000 orang hingga jembatan jalan tol segmen Karang Joang. Selain itu, ada juga desain instalasi pengolahan air limbah hingga tempat pengolahan sampah terpadu.
”Potensial didatangi banyak orang dan menjadi kawasan wisata baru, tempat-tempat itu bisa jadi akan ikut diawasi warga demi menjaga kelangsungan fungsi utamanya,” ujar Nyoman.
Ke depan, Nyoman berharap pembangunan infrastruktur itu tidak hanya indah dilihat atau nyaman didatangi. Semuanya diharapkan jadi asa terus menjadi rangkaian proses untuk menjadi lebih baik dalam berbagai bidang.
Penggunaan mesin laser untuk membentuk bilah kuningan tergolong teknologi baru. Para pekerja dituntut belajar dengan cepat. Bila mengandalkan teknologi lawas, tenggat pengerjaan tidak akan mungkin terkejar.
Salah satu hal penting yang ia soroti adalah keharusan untuk meningkatkan kualitas keahlian secara profesional. Dia menyebut, semua yang terlibat dalam proyek yang dipimpinnya tersertifikasi untuk mengerjakan keahliannya.
”Bahkan, untuk pembangunan mes pekerja di workshop perakitan di Kaltim dibuat jauh lebih baik. Tidak bisa dibuat bedeng-bedeng seperti zaman dulu,” kata Nyoman.
Belajar hal baru
Di workshop pembuatan bilah kuningan di Bandung, Ketut merasakan semangat itu dalam beberapa bulan terakhir. Di tengah waktu yang terbatas, profesionalitas ternyata ikut melahirkan kreativitas.
Penggunaan mesin laser untuk membentuk bilah kuningan, misalnya. Tergolong teknologi baru, para pekerja dituntut belajar dengan cepat. Alasannya, bila mengandalkan teknologi lawas, tenggat pengerjaan tidak akan mungkin terkejar.
”Misalnya kami memotong masih memakai las asetilin, waktunya pasti tidak cukup dan hanya akan merusak bilah kuningan,” katanya.
Teknik pembuatan ornamen totol di bilah juga terbilang inovasi baru. Selain memberi tekstur, totol itu memberikan kekuatan bagi bilah untuk lebih kokoh menahan tekanan tiupan angin kencang.
”Totol itu dibuat dari mesin gilingnya yang kami rancang sendiri. Ternyata hasilnya sangat efektif,” ujarnya.
Dengan berbagai pengalaman itu, Ketut mengatakan, rasa syukurnya lebih dari sekadar ikut dilibatkan membangun infrastruktur raksasa. Dia bahagia karena lewat bilah garuda, bisa diberi kesempatan terus belajar banyak hal baru.
”Karena hanya dengan belajar, beragam hal besar bisa kita wujudkan bersama di kemudian hari,” kata Ketut yang sudah berkarya bersama Nyoman Nuarta sejak 1990-an.
Dengan laju seperti sekarang, bilah-bilah selubung garuda diyakini bakal rampung tidak lama lagi. Lebih dari infrastruktur biasa, keberadaan kompleks istana kepresidenan yang baru menjadi sarana beradaptasi terhadap berbagai perubahan besar agar lebih tangguh di kemudian hari.