Aktivitas Pariwisata Jadi Penyumbang Sampah di Jabar
Bandung Raya dan Bogor Raya menjadi wilayah destinasi wisata dengan produksi sampah yang tinggi di Jabar. Kesadaran wisatawan untuk meminimalkan sampah alat makan diharapkan bisa mengurangi potensi itu.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Daerah destinasi wisata berkontribusi terhadap jumlah sampah yang tinggi di Jawa Barat. Untuk mengurangi potensi tersebut, sosialisasi untuk mengurangi produksi sampah dengan membawa alat makan sendiri akan digencarkan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar Benny Bachtiar, di Bandung, Kamis (31/8/2023), menyebut, destinasi wisata menjadi salah satu daerah dengan potensi sampah terbesar di Jabar. Karena itu, pihaknya akan menyosialisasikan anjuran membawa alat makan sendiri karena sampah yang diproduksi pengunjung berasal dari alat makan bekas.
Sosialisasi ini bakal dilakukan di kawasan Bandung Raya dan Bogor Raya. Menurut Benny, kedua wilayah aglomerasi ini merupakan magnet wisatawan di Jabar sehingga berdampak para produksi sampah di daerah tersebut. Apalagi, kunjungan turis di daerah ini tidak hanya karena destinasi wisata, tetapi juga berbagai kegiatan yang menarik para pendatang.
Berdasarkan informasi dari opendata.jabarprov.go.id, jumlah sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Jabar tahun 2021 mencapai 11.189 ton per hari. Dari jumlah tersebut, Bandung Raya berkontribusi mengirimkan sampah ke TPA mencapai 2.485 ton, sementara Bogor Raya 1.235 ton per hari.
Kota Bandung menjadi daerah tertinggi dengan jumlah kiriman hingga 1.430 ton per hari diikuti Kabupaten Bandung (738 ton), Kota Cimahi (173 ton), dan Kabupaten Bandung Barat (738 ton). Sementara itu, pengiriman sampah dari Kota Bogor mencapai 534 ton dan Kabupaten Bogor hingga 701 ton.
”Magnet pariwisata Jabar ada di Bandung Raya dan Bogor Raya. Karena itu, produksi sampah paling besar ada di dua kawasan itu. Kami mendorong daerah-daerah destinasi wisata ini memberikan edukasi penggunaan alat makan sendiri untuk mengurangi potensi tersebut,” ujarnya.
Sosialisasi kebiasaan tersebut, lanjut Benny, semakin penting dilakukan karena Bandung Raya dalam kondisi darurat sampah. Sejak TPA Sarimukti terbakar, Sabtu (19/8/2023), hingga Kamis ini kawasan Bandung Raya tidak memiliki fasilitas pembuangan akhir sehingga berujung pada penumpukan sampah.
Sementara itu, West Java Festival (WJF) 2023 bakal berlangsung di Kota Bandung pada 2-3 September 2023. Menurut Benny, kegiatan dengan pengunjung yang datang dari sejumlah wilayah ini menjadi perhatian karena berpotensi menimbulkan sampah.
Dalam kegiatan tersebut, lanjut Benny, pihaknya akan menerapkan pengelolaan sampah dengan meminimalkan residu dari bungkus makanan. Bahkan, masyarakat juga bisa menggunakan tempat pengisian air (water station) sehingga tidak menimbulkan sampah dari botol minuman.
”Kota Bandung ekonominya bergeliat kalau ada event (acara), jadi kami mencoba cari solusinya dengan sosialisasi membawa alat makan sendiri. Konsep ini bisa mengurangi sampah sehingga hanya tersisa 5-10 persen residu,” ujarnya.
Benny berujar, penerapan konsep dalam acara ini akan menjadi percontohan bagi pengelolaan destinasi wisata hingga festival yang ada di Jabar. Bahkan, kebiasaan ini diharapkan bisa menjadi contoh untuk masyarakat yang bisa meminimalkan sampah dari sumbernya.
Kami mendorong daerah-daerah destinasi wisata ini untuk memberikan edukasi penggunaan alat makan sendiri untuk mengurangi potensi tersebut
Kepala Badan Pendapatan Daerah Jabar Dedi Taufik berharap WJF 2023 bisa memberikan contoh pengelolaan sampah yang baik. Apalagi, kegiatan tersebut bakal dikunjungi lebih dari 70.000 orang dari sejumlah daerah.
”Semua mata terbuka dengan masalah TPA Sarimukti. Perlu ada early warning system terkait sampah ini sehingga momentum WJF ini bisa mengingatkan masyarakat dalam mengelola sampah,” ujarnya.