Penggalian lubang untuk menimbun sampah organik hingga anjuran pemilahan dari rumah menjadi upaya sejumlah pemerintah daerah pascapenutupan TPA Sarimukti karena lahannya yang terbakar dan belum dipadamkan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sejumlah langkah dilakukan pemerintah daerah untuk mengantisipasi penutupan Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, karena kebakaran lahan yang belum padam. Pemilahan dan penanganan sampah organik menjadi perhatian sehingga sampah bisa dikurangi dari sumbernya.
Pelaksana harian Wali Kota Bandung Ema Sumarna, di Bandung, Selasa (29/8/2023), menyebutkan, sampah di tempat pembuangan sampah (TPS) di kota tersebut melebihi kapasitas. Kondisi ini terjadi karena TPA Sarimukti ditutup sejak sepekan terakhir sebagai imbas kebakaran di sana.
Menurut Ema, tindakan darurat dilakukan untuk menangani sampah yang kian menumpuk di masyarakat. Untuk sampah organik, Pemkot Bandung mengambil langkah sporadis dengan membuka lubang di Kawasan Tegalega dengan ukuran 6 meter x 6 meter dan kedalaman 3 meter.
”Kami menangani sampah organik dengan cara gali lubang tutup lubang. Hari ini sudah berproses, satu atau dua lubang selesai. Kami harap ada empat sampai lima lubang selesai, dan sampah organik bisa terurai. Kalau ini bisa, bahkan dapat menjadi daya dukung kesuburan tanah,” paparnya.
Untuk sampah anorganik, lanjut Ema, pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah pengusaha barang bekas. Namun, syaratnya, sampah ini harus terpisah dengan residu organik.
Pemilahan ini diharapkan juga bisa mengurangi timbulan sampah di Kota Bandung. Hingga Senin (28/8/2023), tumpukan sampah di kota ini mencapai 8.000 ton. Jumlah tersebut berpotensi terus meningkat karena dalam sehari Kota Bandung membuang sampah ke TPA Sarimukti hingga 1.300 ton.
”Kami mencoba menahan sampah di lingkungan. Untuk anorganik, kami bekerja sama dengan pemulung agar sampahnya bisa menjadi barang produktif dan memiliki nilai ekonomi. Koordinasi pemilahan dari kewilayahan juga dilakukan karena untuk TPS organik ada jadwal tertentu,” kata Ema.
Upaya pemilahan dari sumber juga dilakukan oleh Pemkot Cimahi. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Chanifah Listyarini menyebut, kota ini masih mengandalkan TPA Sarimukti sebagai pembuangan akhir.
Chanifah memaparkan, dalam sehari, sampah yang diproduksi di Cimahi mencapai 226 ton atau setara 57 truk sampah. Dari jumlah tersebut, rata-rata pengiriman dalam sehari mencapai 47 truk. Penutupan TPA Sarimukti menyebabkan sampah di Cimahi tidak terangkut hingga 1.000 ton.
Sejak penutupan, saat ini ada 40 truk yang tertahan dan TPS yang ada di Cimahi sudah ditutup.
Untuk sampah yang masih tertahan di truk, ujar dia, pihaknya berupaya membuang di TPA terdekat, salah satunya ke Bantargebang, Bekasi. Sementara itu, TPS yang ada di Cimahi juga ditutup agar penumpukan sampah di fasilitas tersebut tidak semakin tinggi.
”Sejak penutupan, saat ini ada 40 truk yang tertahan dan TPS yang ada di Cimahi sudah ditutup. Warga diimbau untuk memilah sampah di rumah, dan kami akan memantau pemilahan tersebut melalui para petugas di setiap RW,” ujarnya.
Pemilahan tersebut, ujar Chanifah, telah dilakukan dengan Program Grak Ompimpah (Gerakan Orang Cimahi Pilah Sampah). Program ini disebut mampu mengurangi sampah yang dibuang ke Sarimukti dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, penggunaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Refused Derived Fuel (TPST RDF) tengah diupayakan di Kabupaten Bandung. Menurut Bupati Bandung Dadang Supriatna, TPST RDF akan dikembangkan di 11 titik dalam dua tahun ke depan.
”TPST RDF ini akan hadir di empat titik tahun ini dan, menurut rencana, tujuh titik di tahun depan. Targetnya, dalam dua tahun ini, kami tidak usah membuang sampah ke TPA lagi,” ujarnya.