Tiadanya saluran pembuangan air membuat obyek wisata batu Malin Kundang yang dikelilingi tanggul beton di Pantai Air Manis, Kota Padang, Sumbar, tenggelam saat musim hujan. Wisatawan yang datang merasa kecewa.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
Dengan ragu-ragu, Rosnita (45) mencelupkan kakinya ke air mengikuti ajakan seorang pria pemandu wisata. Ia menuju ke batu terendam yang sebelumnya ditunjuk-tunjuk sang pemandu. Duduk di batu lain yang tak basah, Rosnita berpose di samping batu Malin Kundang yang terbenam hampir sebetis.
Menunggu Rosnita berfoto, saudarinya, Mawar (48), berdiam di tanggul dekat lapak pedagang. Ia mengamati dari jauh, enggan turun berbasah-basah. Kekecewaan tampak dari raut wajah wisatawan asal Kuala Lumpur, Malaysia, itu. Mawar tak bisa melihat jelas dan berfoto dengan batu Malin Kundang yang sudah lama hendak ia kunjungi.
”Sangat sayanglah sejarah tenggelam macam tu. Dulu mak dan ayah kami datang ke sini. Gambaran ni sangat jelas, ada pantai lepas. Dulu masih cantik dan baiklah, tak tenggelam macam tu. Terasa kecewa sikit karena tak dijaga,” kata Mawar di obyek wisata batu Malin Kundang, Pantai Air Manis, Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (28/8/2023) siang.
Mawar dan adiknya, Rosnita, hanya sedikit dari banyak rombongan yang merasa kecewa dengan kondisi salah satu ikon wisata ibu kota Sumbar itu. Batu Malin Kundang tenggelam dua hari terakhir akibat hujan deras sejak Jumat (25/8/2023) lalu.
Lokasi batu yang dikelilingi tanggul laut itu berubah jadi kolam ikan saat hujan seharian karena tidak ada saluran pembuangan. Ikan nila sebesar dua-tiga jari tangan berenang-renang di dalam air, bahkan ada yang sudah beranak pinak.
Malin Kundang, itu cerita rakyat termasyur dari Sumbar. Kisahnya tersohor hingga mancanegara. Kisahnya tentang seorang anak laki-laki yang durhaka kepada sang ibu, lalu dikutuk menjadi batu. Obyek batu yang berada di bagian selatan Pantai Air Manis ini menjadi monumen dari cerita rakyat tersebut selama puluhan tahun.
”(Batu Malin Kundang) Ni salah satu tarikan orang datang kat pantai ni. Kalau tak da benda ni, mungkin orang pun tak datang. Saye sangat nak pergi ke sini sebenarnya. Orangtua dan adik-adik sudah ke sini, 17-18 tahun lalu. Kami berdua pertama kali,” kata Mawar, yang berlibur sepekan keliling Sumbar sejak Sabtu lalu.
Marnis (50), pedagang di obyek tersebut, mengatakan, kondisi batu Malin Kundang yang tenggelam membuat banyak wisatawan kecewa. Mereka datang untuk pertama kalinya dari tempat jauh, tetapi tak bisa menyaksikan langsung monumen yang diyakini berasal dari cerita rakyat Malin Kundang ini.
”Sudah dua rombongan dari Malaysia datang sampai siang ini. Mereka datang dari jauh, tapi yang akan dilihat tidak ada. Kalau tunjuk-tunjuk seperti (pemandu) itu saja, tentu tidak mengerti mereka. Akhirnya, mereka melihat-lihat baju bergambar saja,” ujar Marnis.
Menurut Marnis, tenggelamnya batu Malin Kundang akibat salah perhitungan dalam membangun tanggul yang terbuat dari pancang beton sepanjang 6 meter itu. Bangunan yang dikerjakan tahun 2019 itu tidak dilengkapi saluran pembuangan air.
Adapun pemerintah kota membuat tanggul itu untuk melindungi obyek dari empasan ombak yang membuat batu Malin Kundang terkikis dan tertimbun pasir. ”Dulu dibangun untuk melindungi dari empasan ombak, cuma tidak dipikirkannya air hujan,” ujarnya.
Marnis melanjutkan, sejak tanggul dibangun, lokasi batu Malin Kundang selalu tergenang air saat hujan deras. Di awal proyek selesai, genangan air diatasi dengan pompa air oleh petugas dinas pariwisata. Walakin, petugas itu meninggal hampir dua tahun lalu dan mesin pompa air rusak.
Bangunan yang dikerjakan tahun 2019 itu tidak dilengkapi saluran pembuangan air.
Perempuan yang sudah puluhan tahun berdagang di kawasan itu berharap masalah ini bisa diatasi pemerintah kota. Lokasi obyek mesti dilengkapi saluran pembuangan air. Jika tidak segera diatasi, ia khawatir kunjungan akan berkurang karena wisatawan kecewa.
Putri Andriani (30), pedagang lain, mengatakan, obyek batu Malin Kundang merupakan salah satu daya tarik wisatawan untuk datang ke Pantai Air Manis. Jika tidak bisa menyaksikan obyek itu karena tenggelam saat musim hujan, tentu wisatawan akan kecewa.
”Orang dari jauh datang bawa anak, mau ceritakan kisah Malin Kundang, tapi pas di sini batunya tidak kelihatan. Bagaimana tidak kecewa mereka,” katanya.
Andriani khawatir jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut akan membuat orang enggan berwisata ke lokasi ini. Hal itu tentu sangat berdampak buruk bagi keluarganya dan warga sekitar yang rata-rata menggantungkan penghidupan dari pariwisata.
”Berkurang kunjungan, tentu usaha kami terancam. Saya dan suami menggantungkan hidup dari berdagang di sini. Biaya makan dan sekolah anak semua dari sini. Kami sudah merasakan beratnya saat pariwisata mati saat pandemi, habis semuanya,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Yudi Indra Syani mengatakan, tenggelamnya batu Malin Kundang lebih dari sehari terjadi karena rusaknya pompa air. Senin kemarin, petugas memperbaiki pompa dan diharapkan Selasa ini lokasi obyek wisata bisa dikeringkan.
Yudi masih memikirkan solusi jangka panjang agar pengeringan tidak mengandalkan pompa terus-terusan. Petugas akan mencari titik terendah air agar bisa dikeluarkan. ”Tim saya sudah cek ke sana hari ini untuk penanganan selanjutnya. Apakah nanti akan dibuatkan pipa untuk mengeluarkan air,” ujarnya.
Selasa sore, saat dihubungi, Yudi mengatakan, petugas sudah melakukan penyedotan dan diupayakan selesai Selasa ini. Dinas juga membawa konsultan untuk mengecek titik terendah air agar bisa dibuatkan saluran pembuangan.
Genangan air di lokasi itu jadi nestapa bagi batu Malin Kundang. Dulu ia terkikis ombak dan tertimbun pasir, sekarang tenggelam di tengah kolam. Sungguh tiada habisnya ”kutukan” untuk si Malin Kundang.