Perencanaan Pembangunan Indonesia Harus Ramah Warga Lansia
Indonesia memiliki jumlah penduduk lansia yang besar sebagai dampak bonus demografi. Pembangunan Indonesia ke depan diarahkan agar inklusif dan juga ramah bagi warga lansia.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Perencanaan pembangunan Indonesia harus ramah terhadap semua kalangan, termasuk warga lansia. Salah satu upaya bisa dilakukan lewat pemberdayaan sekolah lansia di berbagai daerah.
Hal itu menjadi benang merah dalam acara Silver Generation Club 2 dengan topik ”Berdaya dengan Karya, Berkarya hingga Usia Senja” di Kota Denpasar, Bali, Jumat (25/8/2023).
Salah satu pembicara Pelaksana Tugas Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki mengatakan, jumlah warga lansia atau berusia di atas 60 tahun pada 2021 lebih dari 27 juta orang. Jumlahnya diperkirakan mencapai 43 juta saat memasuki fase Indonesia Emas tahun 2045.
Oleh karena itu, menurut Maliki, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan terkait tengah menyiapkan arah pembangunan yang akan mengoptimalkan penduduk lansia. Sejauh ini, pemerintah sudah menetapkan Strategi Nasional Kelanjutusiaan sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2021 sebagai strategi menangani dan mengelola penuaan penduduk (aging population).
Di sana ada rencana pengembangan kapasitas warga lansia. Beberapa di antaranya pendidikan berkelanjutan, akses kesehatan, hingga akses untuk berkarya, termasuk dalam bidang seni dan budaya.
Rektor Universitas Respati Indonesia, yang juga Guru Besar Gerontologi, Tri Budi Wahyuni Rahardjo, mengatakan, salah satu strategi pemberdayaan warga lansia bisa dilakukan lewat sekolah lansia. Di sana, berbagai bekal hidup bisa diberikan demi menyiapkan generasi lansia tangguh.
Tri Budi menyebutkan, sejauh ini sekolah-sekolah untuk warga lansia sudah dibentuk dan berjalan di sejumlah provinsi di Indonesia, termasuk di Bali. Keberadaan sekolah lansia itu, menurut Tri Budi, juga dilengkapi kurikulum yang diharapkan dapat mengembangkan kapasitas warga.
Beberapa sekolah lansia ada di Desa Tegal Harum, Kota Denpasar, yang menjadi percontohan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Bali. Sementara itu, di Jawa Timur, terdapat sekolah lansia Yang Eyang Segar di Jember, yang pembentukannya diinisiasi komunitas warga Ledokombo.
Dalam kesempatan yang sama, Senior Analyst Kopernik Bali, Cita Febronia Utami, mengungkapkan, Indonesia memiliki pos pelayanan terpadu, yang menjadi infrastruktur pemerintah, yang menjangkau sampai ke desa. Keberadaan pos pelayanan terpadu (posyandu) tersebut dapat dilengkapi program yang menjangkau pelayanan bagi warga lansia.
Menurut Cita, tidak sedikit warga lansia di Indonesia bagian timur, terutama kaum perempuan, yang aktif menggerakkan ekonomi keluarga. Lewat pembangunan inklusif, peran mereka akan semakin siginifikan dan memberikan akses bagi warga lansia, menjadi dibutuhkan, sehingga warga lansia juga dapat berdaya dan turut berpartisipasi dalam pembangunan.