Kisah Warga Tolak Kampung Rawasari Jadi ”Basecamp” Narkoba
Kampung yang sempat sepi setelah prostitusi dibubarkan kini menggeliat lagi. Namun, sayangnya, kampung menjadi sarang peredaran narkoba.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Hari-hari di kampung tak lagi aman. Hampir saban hari, para emak disambangi preman. Mereka mengintimidasi hingga melempari rumah warga dengan kotoran hewan.
”Kami meminta aparat penegak hukum menangkap preman-preman itu,” ujar Sri (47), warga Kampung Rawasari, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, Provinsi Jambi, Kamis (24/8/2023).
Sri dan belasan emak di kampung tak terima dengan intimidasi itu. Mereka yakin hal itu terkait dengan perjuangan warga mengusir masuknya narkoba ke kampung.
Bulan lalu, warga menggerebek salah satu rumah sewa yang tengah menggelar pesta sabu. Rumah itu memang telah dicurigai sebagai sarang baru narkoba. Kamar dalam rumah itu berjumlah delapan. Dulunya bekas kamar bordil yang ditutup oleh pemangku wilayah. ”Dulu tempat prostitusi, sekarang jadi basecamp narkoba,” ujarnya.
Mereka lalu sepakat menggerebek. Setelah warga berkumpul, jumlahnya puluhan, mereka mendobrak pintu depan rumah. Saat didobrak, kondisi rumah sudah kosong, tetapi bertebaran sisa-sisa perangkat isap sabu. Warga juga menemukan uang lebih dari Rp 25 juta yang diduga hasil transaksi narkoba.
Aksi para emak rupanya menuai balasan. Keesokan harinya, satu per satu dari para emak didatangi dan diancam. Ada juga yang rumahnya dilempari kotoran hewan. ”Intimidasi ini membuat warga resah. Tapi kami akan tetap melawan narkoba masuk di kampung ini,” tambah Sri.
Warga lainnya, Siti, mengaku tidak tahan mengetahui aktivitas pesta sabu kerap terjadi di rumah sewa itu. Sebab, jarak basecamp dan tempat tinggalnya hanya selisih tiga rumah. Hal itu membuat dirinya sangat khawatir. ”Apalagi di kampung ini banyak anak-anak kecil. Kami tidak mau mereka rusak oleh pengaruh sabu,” ujarnya.
Kampung itu dulunya merupakan sarang prostitusi. Tahun 2014, praktik prostitusi dibersihkan pemda setempat. Kawasan lokalisasi ditutup. Para pekerjanya dipulangkan ke kampung halaman. Kampung yang kerap disebut ”Pucuk” itu pun menjadi sepi.
Namun, belakangan, narkoba masuk ke dalam kampung. Kamar-kamar bekas bordil digunakan jadi tempat pesta sabu.
Warga menandai sejumlah pelaku di sana. Mulai dari pengguna hingga bandar. Bandar utama di kampung itu lalu diadukan warga sewaktu Kepolisian Resor Kota Jambi menggelar Deklarasi Kampung Bebas Narkoba Kelurahan Rawasari, Rabu lalu.
Warga tidak terima jika aparat dan pemangku kebijakan hanya menggelar seremonial. Mereka menuntut aparat bertindak cepat menangkapi bandar dan pengedar yang masih berkeliaran di kampung. ”Yang penting tangkap dulu pelaku-pelakunya,” kata Iin, warga lainnya.
Dalam acara Deklarasi Kampung Bebas Narkoba Kelurahan Rawasari, Asisten III Pemerintah Kota Jambi Jaelani membacakan sejumlah poin komitmen. Isinya, menolak segala bentuk penyalahgunaan narkoba di wilayah itu. Menyatakan perang terhadap narkoba dan mendukung penegak hukum untuk bertindak.
Surat deklarasi itu lalu ditandatangani para pejabat unit terkait, mulai dari pejabat di tingkat kota, kecamatan, kelurahan, hingga rukun tetangga. Selain itu, diresmikan pula sebuah posko bebas narkoba.
Yang penting tangkap dulu pelaku-pelakunya. (Iin)
Di posko itu, warga dapat melapor jika ada temuan-temuan mencurigakan terkait penyalahgunaan narkoba. Lalu, kepada para emak di kampung itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Jambi Komisaris Johan Silaen meminta warga agar segera melaporkan intimidasi yang mereka alami.
”Kami tunggu di Polresta Jambi. Laporkan kepada kami agar dapat segera kami tangani,” katanya.