Kalteng Rawan Karhutla, Sumber Air Masih Sulit Didapatkan
Sumber air masih menjadi masalah pembasahan lahan terbakar di Kalteng. Hal itu menyebabkan aktivitas pemadam terbatas dan kebakaran cepat meluas.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sumber air masih terus menjadi masalah dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Padahal, sejak 2016 telah dibangun belasan ribu sumur bor dan infrastruktur pembasahan.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyebar hampir di seluruh wilayah kabupaten dan kota di Kalteng. Data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalteng menunjukkan, dalam 24 jam terakhir, terjadi 47 kejadian kebakaran hutan dan lahan dengan total 97 hektar lahan terbakar. Selama 2023, tercatat telah terjadi 1.485 kebakaran. Luasnya mencapai 4.618 hektar.
Di Kabupaten Kotawaringin Barat, beberapa wilayah terbakar selama berhari-hari, di antaranya di Desa Kubu, Kecamatan Kumai, dan Kelurahan Baru Tatas. Di sana setidaknya sudah dilakukan lima kali pemadaman, tetapi api muncul kembali.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Barat Martogi mengungkapkan, sumber air di dua lokasi itu begitu sulit ditemukan. Parit-parit di sekitar lokasi sudah kering akibat kemarau.
Selain parit kering, lanjut Martogi, selama proses pembasahan pihaknya tidak menemukan sumur bor di lokasi. ”Ditambah lagi akses masuk ke lokasi itu sulit, mobil tangki pengangkut air tidak bisa masuk, jadi gerakan petugas di lapangan juga terbatas,” ujar Martogi saat dihubungi dari Palangkaraya, Kamis (24/8/2023).
Petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan melakukan pembasahan lahan yang terbakar di Jalan Kalibata, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (14/8/2023), sebelum kembali ke pos mereka masing-masing.
Akibatnya, Martogi mengatakan, pihaknya hanya berupaya memadamkan wilayah yang bisa diakses petugas saja. Dia berharap ada helikopter waterbombing untuk memadamkan api.
”Kami belum punya anggaran untuk membangun sumur bor di dekat lokasi. Kami sudah upayakan maksimal. Ada tujuh unit tangki air yang selama ini kami gunakan untuk suplai air,” ungkap Martogi.
Akibat kebakaran tahun 2015, pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mulai membangun infrastruktur pembasahan.
Dalam catatan Kompas, pada periode 2017-2022, BRGM memfasilitasi pembangunan 7.785 sekat kanal dan 14.087 sumur bor.
Adapun sekat kanal dan sumur bor di Kalteng, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan berjumlah 4.157 unit sekat kanal dan 11.785 unit sumur bor.
Kepala Subkelompok Kerja BRGM di Kalteng Davit Purwodesrantau menjelaskan, pihaknya membangun sumur bor dan infrastruktur pembasahan gambut di lokasi bekas terbakar tahun 2015. Pihaknya bisa saja membangun di lokasi yang baru, terutama pada tahun ini melalui Operasi Pembasahan Cepat Lahan Gambut Terbakar.
”Pembangunan sumur bor di lokasi yang terbakar bisa dibangun sesuai kondisi. Membangun sumur bor juga butuh sumber air,” ungkap Davit.
Anggota Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Pangkoh Sari, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, mulai membasahi gambut yang kering pada musim kemarau, Senin (21/9/2020). Di desa itu setidaknya terdapat 20 sumur bor yang masih bisa dipakai untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan yang hampir setiap tahun melanda wilayah tersebut.
Davit menambahkan, tahun ini, menurut Masyarakat Peduli Api di daerah (Kalteng), belum ada pembangunan sumur bor baru karena di beberapa lokasi kesulitan sumber air. ”Bisa jadi karena faktor kekeringan sebab saat ini sudah masuk puncak musim kemarau,” ungkapnya.
Kepala Pelaksana BPBPK Provinsi Kalteng Ahmad Toyib menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng untuk persoalan sumber air dan pembangunan sumur bor.
”Untuk sumur bor saat ini sudah dilakukan pemeliharaan dan telah digunakan Dinas Lingkungan Hidup Kalteng untuk pembasahan gambut,” ujar Toyib.