Atasi Defisit, Petani Lampung Didorong Tanam Bawang Merah
Peningkatan kebutuhan masyarakat Lampung terhadap komoditas bawang merah harus diimbangi dengan produksi. Petani didorong untuk meningkatkan budidaya bawang merah.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Lampung mengendalikan komoditas yang bergejolak (volatile foods). Upaya pengendalian dilakukan dengan memberikan dukungan budidaya komoditas pangan bagi para petani.
Bantuan untuk budidaya komoditas pangan salah satunya diberikan pada warga Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan, Senin (21/8/2023). Bantuan yang diberikan berupa benih bawang, bibit buah-buahan, benih ikan air tawar, hingga hewan ternak. Selain itu, ada pula bantuan infrastruktur berupa sumur bor dan peralatan pertanian untuk mendukung budidaya.
Selain bantuan, dilakukan pula kegiatan panen bawang merah, penyerahan KUR, hingga sosialisasi transaksi secara digital menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Budiyono menyampaikan, program itu merupakan bagian dari implementasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di Provinsi Lampung. Kegiatan itu juga menjadi momentum untuk mendorong peran petani dalam menekan laju inflasi pangan di daerah.
”Kegiatan panen ini menjadi momen kemajuan budidaya komoditas pangan khususnya bawang merah dan menjadikan Provinsi Lampung sebagai sentra budidaya bawang merah sebagai upaya untuk menjaga inflasi komoditas yang bergejolak(volatile foods),” kata Budiyono di Lampung Selatan.
Upaya untuk meningkatkan budidaya komoditas pangan, khususnya bawang merah di Lampung sejalan dengan data dari Badan Pangan Nasional yang menyebut Lampung masih defisit produksi bawang merah. Tahun 2022, produksi bawang merah di Lampung hanya 1.762 ton. Padahal, konsumsi rumah tangga komoditas bawang merah di Lampung mencapai 30.079 ton per tahun.
Kondisi itu membuat sebagian besar kebutuhan bawang merah untuk wilayah Lampung dipasok dari luar daerah. Hal inilah yang kerap memicu gejolak harga bawang merah di pasaran saat terjadi kendala produksi di daerah pemasok bawang merah di Jawa Tengah.
Lampung masih defisit produksi bawang merah.
Program GNPIP merupakan program berkelanjutan yang telah dilakukan sejak awal tahun 2022. Selain di Lampung Selatan, gerakan serupa juga telah berhasil diimplementasikan di Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung Selatan, Tulang Bawang Barat, dan Way Kanan. Tujuannya adalah untuk menekan laju inflasi pangan di daerah sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Lampung, pada 2022, inflasi gabungan kota di Lampung tercatat sebesar 5,51 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa capaian tersebut masih di atas target inflasi tahun 2022 yang ditetapkan pada kisaran 2-4 persen.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengatakan, peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap komoditas bawang merah tentu harus diimbangi dengan produksi. Hal ini penting agar tidak terjadi kelangkaan atau memicu kenaikan harga yang sangat tinggi.
Karena itu, ia menyambut baik upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mendorong budidaya pangan dan pengendalian inflasi daerah. Ia berharap, program ini dapat mendorong pengembangan sentra budidaya bawang merah dan meningkatkan kemandirian. Dalam jangka panjang, Lampung juga dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
Menurut Arinal, Lampung termasuk daerah yang potensial menjadi sentra pengembangan bawang merah di luar Pulau Jawa. Karena itulah, petani di beberapa kabupaten, di antaranya Kabupaten Lampung Selatan, Pringsewu, dan Tanggamus terus dorong untuk pengembangan bawang merah.
”Tentunya upaya tersebut dapat terwujud melalui kolaborasi Bank Indonesia bersama dengan berbagai lembaga dan mitra strategis lainnya,” kata Arinal.