Polisi Istimewa, Pengibar Merah Putih Pertama di Surabaya
Proklamasi Polisi Republik Indonesia oleh Kesatuan Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) Surabaya pada 21 Agustus 1945 menjadi bukti ekistensi kekuatan bersenjata pertama.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
Drama teatrikal Proklamasi Polri berlangsung di depan Grha Wismilak, Surabaya, Jawa Timur, Senin (21/8/2023). Acara dihelat komunitas Roodebrug Soerabaia dan Surabaya Juang untuk memperingati 78 Tahun Proklamasi Polri yang bertema ”Polisi Istimewa dalam Kemerdekaan Republik Indonesia”.
Proklamasi Polri terjadi pada 21 Agustus 1945, pukul 07.00, dalam apel di depan asrama Tokubetsu Keisatsu Tai (Toketai) Soerabaia Syuu atau Kesatuan Polisi Khusus/Polisi Istimewa Karesidenan Surabaya. Asrama itu kini bernama Grha Wismilak yang dalam status sita oleh Polda Jatim untuk perkara dugaan tindak pidana yang dianggap melanggar KUHP, Undang-Undang Nomor 20/2001 yang mengubah UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Drama berlangsung dalam pengawalan anggota Polda Jatim dan Polrestabes Surabaya. Lokasi acara di sudut persimpangan Jalan Polisi Istimewa dan Jalan Dr Soetomo. Lalu lintas di simpang empat itu sempat dihentikan ketika dikumandangkan Indonesia Raya dalam drama teaterikal. Selama acara yang berlangsung sekitar 30 menit, lalu lintas yang mengarah lajur selatan Jalan Dr Soetomo dari Jalan Polisi Istimewa atau Jalan Raya Darmo agak tersendat tetapi tidak sampai macet.
Adegan pertama menampilkan rekayasa suasana Surabaya masa pendudukan Jepang 1943 di mana terbentuk korps Seinendan, Keibodan, Heiho, PETA, dan Toketai. Ada adegan ”pemberontakan” terhadap Jepang dan terdengar kekalahan laskar negeri itu oleh sekutu dalam Perang Dunia II. Selanjutnya, informasi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di Jakarta oleh Soekarno-Hatta.
Menurut Inisiator Roodebrug Soerabaia Ady Setyawan, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sudah didengar oleh masyarakat Surabaya pada siang-sore. ”Namun, masyarakat masih bertanya-tanya, siapa yang dapat mengonfirmasi kebenaran informasi proklamasi itu,” ujar Ady yang juga penulis buku Surabaya: Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu?.
Di tanggal proklamasi itu, koran sore di Surabaya menerbitkan berita proklamasi tetapi dalam bahasa Madura untuk menghindari sensor dari Jepang. Malamnya, berita proklamasi disiarkan dengan bahasa Jawa krama inggil atau halus.
”Tujuannya menghindari sensor atau pencegahan dari Jepang tetapi kabar proklamasi itu akhirnya tersebar ke mana-mana,” kata Ady yang juga menulis buku Kronik Pertempuran Surabaya: Media Asing dan Historiografi Indonesia.
Pengibaran Merah Putih
Dalam drama ada adegan proklamasi terdengar oleh anggota Toketai sehari kemudian dari kantor berita Domei. Dua orang, yakni Agen Polisi III Nainggolan dan Soegito, berinisiatif mengganti bendera Jepang dengan Merah Putih di markas kesatuan yang kini adalah SMA Katolik St Louis I, Jalan Polisi Istimewa (dahulu Coen Boulevard). Pada 19 Agustus 1945, Nainggolan dan Soegito menurunkan bendera Jepang dan mengibarkan Merah Putih. Tindakan itu diketahui pimpinan kesatuan sehingga keduanya dihardik, ditempeleng, dan dipaksa untuk menurunkan Merah Putih.
”Dari riset yang dalam, inilah pengibaran Merah Putih pertama di Surabaya setelah proklamasi,” kata sutradara senior Heri ”Lentho” Prasetyo.
Dikisahkan, Nainggolan dan Soegito justu mendapat dukungan dari anggota Toketai yang sebangsa dan pemuda pemudi. Mereka membangun lilitan kawat, menjaga, dan melindungi bendera untuk menghalangi niat Jepang.
Pada hari yang sama, datang pimpinan Delegasi 40.000 Dinoyo dan menemui Inspektur Polisi Kelas 1 Moehammad Jasin. Merekameminta agar persenjataan yang dimiliki anggota Toketai dipertahankan dan jangan sampai dilucuti oleh Jepang.
Dikisahkan, Nainggolan dan Soegito justu mendapat dukungan dari anggota Toketai yang sebangsa dan pemuda pemudi. Mereka membangun lilitan kawat, menjaga, dan melindungi bendera untuk menghalangi niat Jepang.
Adegan berikutnya, keesokan hari, Jasin mengumpulkan anggota dan komandan Toketai untuk pertemuan khusus yang hasilnya memutuskan semua jaringan hubungan telepon di markas ke akses luar. Selain itu, menangkap dan menawan semua pimpinan Toketai berkebangsaan Jepang, membongkar dan ambil alih gudang senjata Toketai untuk mempersenjatai pasukan, mengikrarkan wadah Polisi Repoeblik Indonesia dalam apel semua anggota dan kader kesatuan. Jasin juga menjadi pengikrar dan menyebarluaskan berita proklamasi kemerdekaan dan proklamasi polisi.
Selanjutnya adegan menceritakan pembacaan teks yang berbunyi ”Oentoek bersatoe dengan rakjat, dalam perdjoeangan, mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan polisi sebagai Polisi Repoeblik Indonesia. Soerabaia, 21 Agoestoes 1945. Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi. Moehammad Jasin, Inspektoer Polisi Kelas 1.” Semua anggota Polri diperintahkan pawai memperlihatkan kekuatan dan kesiapan menghadapi reaksi dari Jepang.
Adegan selanjutnya mengisahkan Bung Tomo, pejuang Pertempuran Surabaya, yang mengakui bahwa tanpa peran Polisi Istimewa tidak akan dapat menjalankan perang dalam revolusi fisik, terutama insiden 10 November 1945 yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Satrio Sudarso, penulis naskah drama teatrikal, mengatakan, Proklamasi Polri 21 Agustus 1945 itu bukti keberadaan wadah kekuatan bersenjata pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Polisi Istimewa ialah kesatuan yang telah eksis mendahului kekuatan bersenjata lainnya.
”Sepatutnya, Proklamasi Polri 21 Agustus 1945 itu menjadi hari lahir Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia),” katanya.
Satrio melanjutkan, pengibaran Merah Putih oleh anggota Toketai pada 19 Agustus 1945 memicu flaggen actie atau pengibaran bendera nasional secara serentak dan massal di Surabaya beberapa hari kemudian. Merah Putih berkibar di mana-mana termasuk pedati, gerobak, alat transportasi, bahkan ternak lembu dan kambing dicat dwiwarna.
Dalam buku Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kepolisian Indonesia disebutkan Polisi Istimewa tidak lain adalah satu kekuatan tempur militer. Jasin mengetahui kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sehari dari peristiwa bersejarah itu dari Nainggolan, anggotanya.
”Ia (Nainggolan) juga mengetahui berita itu dari kantor berita Domei,” tulis Jasin.
Anggota Toketai berkebangsaan Indonesia kemudian bersitegang dengan petinggi kesatuan berkebangsaan Jepang. Sebabnya, mereka mengibarkan Merah Putih menggantikan bendera Jepang. Mereka kian berani setelah mendapat dukungan dari laskar pemuda pemudi Surabaya yakni Delegasi 40.000 Dinoyo untuk mempertahankan persenjataan.
”Saya yakini sebagai suatu panggilan untuk memperjuangkan kemerdekaan bersama pemuda-pemudi pejuang dari Surabaya,” tulis Jasin.