Berharap Aksi Nyata Penanganan Rob di Jateng
Hidup dalam kubangan rob selama bertahun-tahun membuat kualitas hidup sebagian warga di kawasan pantura Jateng terus menurun. Warga berharap segera ada aksi nyata untuk mengatasi rob.
Hampir satu dasawarsa, Linda Erlita Sari (30), warga Kelurahan Pasirkratonkramat, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, harus mengakrabi banjir rob. Setiap hari air rob dengan ketinggian sekitar 15 sentimeter (cm) selalu merendam jalanan sekitar rumahnya. Jika ada kendaraan yang melintas di tengah rob itu, air rob juga masuk ke dalam rumahnya.
”Jalanan dan rumah sudah ditinggikan terus, tapi (ketinggian) air robnya selalu bisa mengejar. Pokoknya sudah seperti balapan sama air,” kata Linda, Kamis (10/8/2023).
Sejak tahun 2014, setidaknya sudah tiga kali Linda meninggikan bangunan rumahnya. Posisi lantai rumahnya saat ini sekitar 1,5 meter lebih tinggi dibandingkan sembilan tahun lalu.
Menurut Linda, peninggian bangunan rumah butuh biaya tak sedikit. Untuk membeli bahan material, seperti batu dan pasir, ditambah ongkos tukang dan biaya lain-lain, butuh ongkos sekitar Rp 8 juta.
Selain menguras uang, Linda menyebut, banjir rob juga membuat kesehatan warga menurun. Menurut dia, warga jadi lebih mudah diare. Selain itu, warga juga kerap terserang penyakit kulit, mulai dari gatal-gatal hingga kulit melepuh.
Sebagian warga juga harus menanggung derita karena pendapatan mereka tergerus akibat banjir rob. Bahkan, tidak sedikit pula yang mesti kehilangan pekerjaan, seperti petani yang sawahnya terendam rob, serta pebatik yang tempat produksinya tergenang rob.
Beberapa orang yang tak kuat bertahan di lingkungan itu memilih pindah. Di lubuk hati terdalamnya, Linda juga ingin pindah. Apa daya, biaya pindah tidaklah murah. Mau tak mau, keinginan itu jadi harus dikubur dalam-dalam.
”Kami berharap, semoga pemerintah bisa membantu menyelamatkan kami dari masalah rob ini. Biar hidup kami kembali tenang dan nyaman. Sudah capai khawatir terus-terusan karena rob,” ujarnya.
Baca juga: Atasi Dampak Perubahan Iklim, Strategi Adaptasi Disiapkan
Sekitar 125 kilometer dari kampung Linda, Sunarti (50) menanggung derita serupa. Rumah Sunarti di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jateng, juga diterjang rob. Di desa itu, rob tak pernah surut sejak tahun 2010.
Sama dengan Linda, Sunarti juga beradaptasi dengan meninggikan rumah. Sayangnya, banjir rob juga terus meninggi hingga membuat Sunarti dan warga lain memutuskan berhenti meninggikan rumah. Mereka lalu berinisiatif membangun panggung dari kayu dan bambu di dalam rumah supaya tidak terus-terusan berkontak dengan air rob.
”Kalau bikin panggung di dalam rumah itu biayanya paling murah Rp 10 juta. Saya tidak punya uang sebanyak itu. Untungnya, saya diberi pinjaman oleh kakak saya,” ucap Sunarti yang mengaku pendapatannya paling banyak Rp 1,8 juta per bulan.
Untuk memudahkan mobilitas, warga pun sepakat membangun panggung di atas jalan-jalan kampung. Pembangunan itu dilakukan menggunakan dana iuran dari masyarakat.
Rob yang menerjang Desa Timbulsloko benar-benar mengubah hidup Sunarti dan para tetangganya. Belasan tahun silam, sebagian wilayah desa itu merupakan sawah dan lahan pertanian produktif sehingga tak sedikit warga yang bertani. Namun, sejak rob melanda, mayoritas warga banting setir menjadi nelayan.
Baca juga: Genangan Rob yang Menggerus Kehidupan Masyarakat Pesisir Demak
Kami berharap, semoga pemerintah bisa membantu menyelamatkan kami dari masalah rob ini.
Selain mengganggu perekonomian, rob di Desa Timbulsloko juga membuat ruang bermain anak-anak terbatas. Jika ingin bermain sepak bola, misalnya, anak-anak di desa itu harus menumpang di desa lain.
”Anak-anak di sini hampir tidak ada yang punya sepeda. Mereka tidak bisa mengalami rasanya jatuh-bangun pas latihan naik sepeda, soalnya daratannya tidak ada,” kata Sunarti disusul tawa getir.
Sunarti pun berharap pemerintah bisa segera mengatasi rob di wilayahnya. Sebab, dia ingin kembali hidup seperti sebelumnya, bisa memijak tanah setiap hari.
Eksploitasi air
Banjir rob di Kota Pekalongan yang kian parah terjadi akibat penurunan muka tanah yang dibarengi dengan kenaikan muka air laut. Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung, Sella Lestari Nurmaulia, menyebut, penurunan muka tanah di Kota Pekalongan mencapai 10 cm per tahun, sedangkan kenaikan muka air laut sekitar 0,1-0,5 cm per tahun.
Sella mengatakan, penurunan muka tanah terus terjadi akibat masifnya eksploitasi air tanah. Untuk menghentikan hal itu, pemerintah perlu menyediakan sumber air selain air tanah.
”Kalau cuma melarang, tetapi tidak menyiapkan air sesuai kebutuhan masyarakat akan sulit karena masyarakat butuh air setiap hari untuk hidup,” ucap dosen yang kerap melakukan penelitian di Kota Pekalongan itu.
Baca juga: Solidaritas yang Tumbuh Subur di Tengah Genangan Rob Pekalongan
Menurut Sella, pemerintah perlu mengolah air laut di Kota Pekalongan sebagai alternatif pengganti air tanah. Salah satu metode pengolahan yang memungkinkan diterapkan adalah reverse osmosis atau osmosis terbalik. Osmosis terbalik adalah penyaringan berbagai molekul besar dan ion-ion dari suatu larutan dengan cara memberi tekanan pada larutan ketika larutan itu berada di salah satu sisi membran saring.
”Investasi untuk pengolahan air ini memang mahal, tetapi harus diusahakan. Kalau tidak ada aksi, tidak akan ada dampaknya terhadap pengurangan laju penurunan muka tanah,” ujar Sella.
Sementara itu, dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung, Mila Karmilah, mengatakan, banjir rob di Demak terjadi akibat pembangunan yang masif di pesisir Kota Semarang. Pembangunan itu membuat arus laut berubah, kemudian mengarah ke pesisir Demak, terutama Kecamatan Sayung yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang.
”Membangun kawasan industri yang biasanya melakukan ekstraksi air tanah besar-besaran itu harus dipikirkan dampaknya. Apalagi di wilayah pesisir sudah diketahui bahwa tanahnya muda, kalau ada pembebanan (muka tanahnya) pasti akan turun,” ujarnya.
Tidak diam
Rob yang melanda sebagian besar wilayah pesisir Jateng menimbulkan kerugian mencapai triliunan rupiah. Melihat kondisi itu, Pemerintah Provinsi Jateng tak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan untuk menangani rob.
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jateng Nomastuti Junita Dewi mengatakan, upaya penanganan rob terbagi ke dalam beberapa tahap, yakni jangka pendek, menengah, dan panjang.
Dalam waktu satu hingga tiga tahun atau jangka pendek, upaya yang dilakukan mayoritas berupa pembangunan infrastruktur, seperti peninggian tanggul laut, pembangunan bendung gerak, pembangunan pelabuhan onshore, dan pembuatan jalan tol sekaligus tanggul laut.
Junita menambahkan, untuk jangka menengah atau empat hingga lima tahun ke depan akan diupayakan alternatif air baku pengganti air tanah. Hal itu dilakukan dengan membuat waduk di daerah hulu dan muara serta melakukan desalinasi air laut. Hal itu diharapkan bisa menghentikan ekstraksi air tanah.
Adapun upaya jangka panjang berupa integrasi tata ruang laut dan tata ruang darat. Hingga pertengahan Agustus, proses revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Jateng yang bertujuan mengintegrasikan penataan ruang darat dan laut masih berlangsung.
Aturan yang ditargetkan disahkan pada akhir 2023 itu diharapkan bisa memberikan gambaran yang jelas terkait dengan daerah rawan, daerah konservasi, dan daerah yang aman digunakan sebagai permukiman atau industri.
”Ke depan, tidak boleh ada lagi reklamasi pesisir karena hal itu bisa menimbulkan abrasi pada kawasan pantai yang berada di sebelahnya. Lalu, daerah sempadan pantai atau jarak 100 meter dari tepi pantai harus menjadi milik negara supaya perlindungan bisa dilakukan dengan maksimal,” ujar Junita.
Dalam rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, pertengahan Juli lalu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta agar pemerintah pusat membantu percepatan pembangunan Tol Semarang-Demak. Tak hanya untuk memudahkan mobilitas masyarakat, keberadaan jalan tol yang juga sekaligus tanggul laut itu diharapkan bisa melindungi warga dari banjir rob.
”(Jalan tol) ini semacam tanggul atau sea wall yang secara bagian per bagian akan segera diselesaikan. Kalau tol ini jadi, ruas Semarang-Demak akan jadi satu tanggul yang cukup panjang, dan di sisi dalam atau (yang) berada di daratan yang kemarin digenangi air (rob) nantinya akan kering,” kata Ganjar.