Tantangan Mengungkap Produsen dan Pengedar Rokok Ilegal
Peredaran rokok ilegal berpotensi terus meningkat menyusul adanya kenaikan tarif cukai rokok setiap tahun. Langkah mitigasi diperlukan agar peredaran barang tersebut bisa ditekan, termasuk strategi mengungkap pelakunya.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Peredaran rokok ilegal berpotensi terus meningkat menyusul adanya kenaikan tarif cukai rokok setiap tahun. Langkah mitigasi diperlukan agar peredaran barang tersebut bisa ditekan, termasuk strategi mengungkap pelaku jaringan bisnis rokok ilegal yang hingga kini masih jadi tantangan.
Berdasarkan data Bea Cukai Tipe Madya Sidoarjo, selama kurun waktu Desember 2022 hingga Maret 2023 terdapat 87 kali penindakan terhadap peredaran rokok ilegal di wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Dari hasil penindakan itu, petugas mengagalkan peredaran rokok ilegal lebih dari 9,4 juta batang senilai hampir Rp 11 miliar.
Untuk mencegah penyalahgunaan rokok ilegal, petugas memusnahkan barang bukti dengan cara dibakar sampai tidak memiliki nilai ekonomi. Sepanjang tahun 2023, KPPBC TMP B Sidoarjo telah melaksanakan dua kali pemusnahan, yakni pada Juli 2023 dan terkini pada Jumat (11/8/2023).
”Upaya ini merupakan aksi nyata dalam menciptakan fair business treatment bagi industri rokok yang telah mematuhi segala ketentuan membayar cukai sesuai kewajibannya sehingga diharapkan tidak ada lagi rokok ilegal. Kemudian, diharapkan pasar akan diisi oleh industri rokok legal sehingga pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan negara di bidang cukai,” ujar Kepala Kantor Bea Cukai Sidoarjo Rudy Hery Kurniawan di sela acara pemusnahan.
Adapun jumlah barang yang dimusnahkan sebanyak 794.800 batang rokok ilegal jenis SKT (sigaret kretek tangan). Total perkiraan nilai barang tersebut mencapai Rp 997.474.000 dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 531.721.200.
Tantangannya adalah membongkar pelaku peredaran rokok ilegal terutama produsen atau pembuatnya. Sebab, setiap kali ditindak yang ditemukan hanya barangnya. Pemilik barang tidak diketahui.
Sebelumnya, jumlah barang yang dimusnahkan mencapai 8.644.960 batang dengan total perkiraan nilai sebesar Rp 9.998.842.400. Total kerugian negara akibat rokok ilegal tanpa cukai tersebut mencapai Rp 5.337.859.250.
Rudy mengatakan, yang dimaksud dengan rokok ilegal adalah rokok yang tidak dilekati pita cukai atau rokok polos. Selain itu, juga rokok yang dilekati pita cukai, tetapi tidak sesuai peruntukannya. Bisa juga, rokok yang dilekati pita cukai palsu.
Menurut dia, peredaran rokok ilegal berpotensi meningkat karena tarif cukai yang terus naik setiap tahun. Karena itu, perlu strategi untuk memitigasi agar peredaran rokok ilegal ini tidak terus meluas. Salah satunya, melalui operasi gempur rokok ilegal.
”Tantangannya adalah membongkar pelaku peredaran rokok ilegal terutama produsen atau pembuatnya. Sebab, setiap kali ditindak yang ditemukan hanya barangnya. Pemilik barang tidak diketahui,” kata Rudy.
Meski demikian, pihaknya terus berkomitmen memberantas peredaran rokok ilegal dengan cara menindak produsen dan menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat selaku konsumen tentang bahaya rokok ilegal terhadap kesehatan.
Rudy menambahkan, cukai merupakan instrumen pengendalian yang digunakan pemerintah untuk membatasi konsumsi dan mengawasi peredaran barang kena cukai termasuk hasil tembakau (rokok) yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Gatot Kuncoro mengatakan, KPPBC TMP B Sidoarjo juga menerapkan bentuk Ultimum Remedium sebagai Fiscal Recovery, yakni sesuai Pasal 13 Ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-237/PMK.04/2022 yang berlaku mulai Januari 2023 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai.
Terkait hal tersebut, KPPBC TMP B Sidoarjo saat ini telah menyetorkan ke kas negara atas pembayaran sanksi administrasi berupa denda atas pelaksanaan Ultimum Remedium (UR) sebanyak dua kali penindakan dengan nilai denda cukai sebesar Rp 88.308.000 (delapan puluh delapan juta tiga ratus delapan ribu rupiah) yang secara otomatis akan menambah penerimaan negara.
Ketentuan ini dilakukan juga sebagai bentuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Berdasarkan data BC Sidoarjo, realisasi penerimaan tahun ini atau sampai dengan 31 Juli 2023 telah tercapai 45,84 persen dari target tahunan Rp.6.935.610.057.000.
Adapun nilainya Rp 3.179.431.483.550, meliputi penerimaan dari sektor kepabeanan sebesar Rp. 10.805.370.550 dan penerimaan dari sektor cukai sebesar Rp. 3.168.626.113.000.
Gatot menambahkan, dalam menjalankan upaya pengawasan peredaran rokok ilegal dan barang kena cukai lainnya, KPPBC TMP B Sidoarjo berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum lainnya. Hal tersebut dilaksanakan dalam berbagai macam kegiatan, seperti sosialisasi, pengumpulan informasi peredaran rokok ilegal, dan pembentukan Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT) sebagai upaya menekan angka peredaran rokok ilegal melalui pendekatan pembinaan industri.
Dalam melaksanakan upaya pemberantasan barang kena cukai ilegal tersebut, KPPBC TMP B Sidoarjo bersama pemerintah daerah setempat memanfaatkan alokasi 10 persen dari dana di bidang penegakan hukum sesuai ketentuan PMK 215 Tahun 2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
”Selain untuk mendukung kinerja daerah di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, harus diingat bahwa alokasi 10 persen di bidang penegakan hukum juga harus digunakan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi bea cukai,” katanya.