Dugaan Korupsi Wastafel Covid-19 di Aceh, Negara Rugi Rp 7,2 Miliar
Pada 2020, Pemprov Aceh membangun wastafel di ratusan sekolah menengah atas/kejuruan di Aceh. Besaran anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 43,7 miliar. Proses pembangunan tidak melalui pelelangan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh, nilai kerugian negara dari dugaan korupsi pembangunan wastafel mencapai Rp 7,2 miliar. Polisi didesak agar segera menetapkan tersangka.
Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) Aceh Alfian dihubungi pada Rabu (8/9/2023) mengatakan, publik menanti kelanjutan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan tempat cuci tangan itu. Proyek itu bagian dari pencegahan penyebaran pandemi Covid-19.
”Korupsi wastafel, korupsi dalam keadaan negara dilanda bencana Covid-19, para pelaku harus mendapatkan hukuman yang berat,” kata Alfian.
Pada 2020, Pemprov Aceh membangun wastafel di ratusan sekolah menengah atas/kejuruan di Aceh. Besaran anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 43,7 miliar.
Proses pembangunan tidak melalui pelelangan, tetapi melalui penunjukan langsung (PL). Agar dapat dilakukan PL, proyek tersebut dipecah menjadi 390 paket dengan pagu maksimal Rp 135 juta dan minimal Rp 94 juta. Secara regulasi, PL hanya dapat dilakukan untuk nilai proyek di bawah Rp 200 juta.
Namun, pascapembangunan banyak ditemukan wastafel yang tidak fungsional dan rusak. Kualitas proyek dinilai tidak sesuai dengan besaran anggaran yang dihabiskan. Program ini berada di bawah Dinas Pendidikan Aceh.
Pada Maret 2022, Kompas melakukan verifikasi lapangan terhadap wastafel yang dibangun dengan anggaran refocusing Covid-19 tersebut. Hasilnya beberapa wastafel dalam keadaan rusak dan ada juga yang tidak berfungsi sesuai dengan perencanaan.
Penyidik segera menganalisis hasil tersebut dan menggelar perkara untuk penetapan tersangka.
Alfian mengatakan, publik menunggu komitmen polisi menuntaskan proses hukum kasus itu karena telah berjalan lebih dari setahun. ”Semua yang berpotensi terlibat harus diperiksa, terutama dinas dan rekanan. Kasus tersebut harus diungkap secara utuh sehingga rasa keadilan masyarakat dan kepastian hukum terhadap pelaku,” kata Alfian.
Dihubungi terpisah, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh Supriyadi mengatakan, mereka telah merampungkan audit dan hasilnya telah diserahkan kepada penyidik Kepolisian Daerah Aceh. ”Terkait dengan isi laporan, kami tidak bisa menyampaikan karena itu hak aparat penegak hukum,” kata Supriyadi.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Winardy mengatakan, mereka telah menerima hasil audit dari BPKP Aceh. Adapun nilai kerugian negara dari proyek tersebut Rp 7,2 miliar.
”Penyidik segera menganalisa hasil tersebut dan menggelar perkara untuk penetapan tersangka,” ujar Winardy.
Winardy mengatakan, proses hukum kasus itu masih terus berjalan. Polisi berkomitmen menuntaskan kasus-kasus korupsi di Aceh.
Dikatakan, kerugian keuangan negara tersebut merupakan hasil hitungan dari kekurangan volume dan mutu dari 390 paket kegiatan pengadaan langsung pembuatan wastafel di sekolah-sekolah.
Penyidik telah menyita sejumlah uang dari Dinas Pendidikan Aceh, rekanan, dan konsultan pengawas dengan total Rp 600 juta lebih.
Bantuan operasional kesehatan
Sementara dalam kasus korupsi pengelolaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Dinas Kesehatan-Keluarga Berencana Pidie Jaya tahun anggaran 2019, dua orang terdakwa dituntut penjara 4 tahun 6 bulan penjara.
Kedua terdakwa adalah M Juned, Sekretaris Dinas Kesehatan-Keluarga Berencana Pidie Jaya, dan Darmiati, Ketua Tim Pengelolaan Dana dan Kegiatan Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Dinas Kesehatan dan KB Pidie Jaya.
Pembacaan tuntutan dilakukan oleh jaksa penuntut umum pada Rabu (9/8/2023) di dalam sidang tindak pidana korupsi di Banda Aceh.
Mengacu pada Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh Nomor: PE.03/SR-2633/PW01/5/2022 tanggal 23 November 2022, kerugian negara dari kasus itu mencapai Rp 208 juta.