Melihat Kembali Insiden Binjai 2002, Kontak Senjata TNI-Polri akibat Beking-membeking
Penggerudukan Polrestabes Medan oleh anggota Kodam I BB, Sabtu (5/8/2023), mengingatkan pada insiden Binjai 2002. Kontak senjata prajurit Linud 100/PS dengan polisi menelan 10 korban jiwa dari polisi, TNI, dan sipil.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
Penggerudukan ruang penyidik Polrestabes Medan oleh puluhan anggota Kodam I Bukit Barisan, Sabtu (5/8/2023), mengingatkan pada insiden Binjai 2002. Pasukan pemukul elite dari Batalyon Lintas Udara 100/Prajurit Setia menyerang Polres Langkat dan Brimob Kompi A Binjai Polda Sumatera Utara. Peristiwa berdarah itu menelan 10 korban jiwa dari polisi, TNI, dan warga sipil.
Pemicu insiden Binjai 2002 mirip dengan penggerudukan Polrestabes Medan oleh puluhan prajurit Kodam I BB. Kedua insiden itu bermula dari tindakan aparat yang membeking tersangka kasus pidana. Adapun insiden terbaru dipicu permintaan penangguhan penahanan tersangka kasus mafia tanah oleh Kesatuan Hukum Kodam (Kumdam) I Bukit Barisan kepada Polrestabes Medan.
Karena permintaan penangguhan penahanan tidak disetujui, Mayor Dedi Hasibuan, penasihat hukum dari Kumdan I BB, membawa sekitar 40 prajurit TNI AD ke ruang penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan. Dalam video yang beredar, Dedi membentak Kepala Satreskrim Polrestabes Medan Komisaris Fathir Mustafa dan meminta penangguhan penahanan tersangka ARH, warga sipil keluarga Dedi. ARH akhirnya ditangguhkan penahanannya.
Kejadian di Polrestabes itu mengingatkan pada peristiwa 21 tahun lalu. Dalam catatan Kompas edisi 30 September 2002, insiden Binjai berawal ketika seorang anggota Lintas Udara (Linud) 100/Prajurit Setia Prajurit Kepala (Praka) Arman mendatangi kantor Polres Langkat di Jalan Hasanuddin, Kota Binjai, Sabtu (28/9/2002) pukul 20.00.
Arman meminta temannya bernama Marwan, warga Binjai, dibebaskan dari tahanan Polres. Marwan ditangkap karena terlibat kasus peredaran narkotika. Arman langsung menemui Kepala Satuan Reserse Polres Langkat Ajun Komisaris Togu Simanjuntak dan meminta agar Marwan dilepaskan. Namun, Simanjuntak menolak permintaan itu.
Arman lalu kembali ke markasnya dan mengajak 10 rekannya mendatangi Polres. Ia menghasut temannya dengan menyebut seorang anggota Linud ditahan di Polres. Mereka mengendarai sepeda motor mendatangi Polres Langkat. Permintaan membebaskan tahanan tetap ditolak.
Setelah terjadi adu mulut dan suasana tegang, seorang anggota Linud 100 mengeluarkan sangkur dan menyerang Simanjuntak. Salah satu telinga Simanjuntak putus. Melihat kejadian itu, beberapa anggota polisi membalas dengan melepaskan tembakan. Dua anggota Linud 100 terkena tembakan dan delapan lainnya melarikan diri.
Peristiwa itu berbuntut panjang. Pasukan bersenjata dari Linud menyerang Polres Langkat dan Markas Brimob Kompi A Polda Sumut di Jalan Soekarno-Hatta, Binjai. Laporan Kompas (1/10/2002) menggambarkan suasana mencekam di Kota Binjai akibat kontak senjata selama sembilan jam dari Minggu (29/9/2002) malam sampai Senin pagi.
Sejak pukul 23.00, suara letusan senjata api dan dentuman granat memecah kesunyian malam. Di kejauhan, dalam remang lampu-lampu kota, para serdadu tiarap dan berlarian di bawah desing peluru.
Setiap kendaraan yang melintasi kawasan itu dicegat oleh tentara. Kendaraan yang dicurigai mengangkut anggota kepolisian diperiksa oleh tentara. ”Berhenti! Perang!... Perang!...,” seru para tentara itu kepada setiap pengemudi.
Kontak senjata selama satu malam itu menelan 10 korban jiwa. Mereka adalah empat anggota Brimob, dua anggota polres, seorang anggota TNI, dan tiga warga sipil. Markas Brimob Kompi A Binjai dan Markas Polres Langkat juga porak-poranda akibat serangan senjata berat. Dinding-dindingnya tampak berlubang bekas tembakan. Sebanyak 14 mobil dan belasan sepeda motor hancur dan dibakar di halaman Polres Langkat.
Beking-bekingan
Panglima Kodam I Bukit Barisan ketika itu, Mayor Jenderal Idris Gasing, menyebut alasan penyerangan itu adalah perkawanan. ”Biasalah urusan perut, beking-bekingan,” kata Gasing.
Para prajurit Linud 100 yang terlibat lalu dibawa ke peradilan militer. Mahkamah Militer (Mahmil) I-02 Medan menjatuhkan vonis kepada sembilan tentara berupa hukuman penjara 5 bulan hingga 2,5 tahun. Mereka juga dipecat secara tidak hormat dari dinas kemiliteran.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ketika itu, Jenderal Ryamizard Ryacudu, juga memberhentikan secara tidak hormat 20 prajurit berpangkat bintara dan tamtama. Sebanyak enam perwira Linud 100 dicopot dari jabatannya. Linud 100 juga dibekukan aktivitasnya selama satu tahun.
Dalam amanatnya kepada para anggota Linud 100, KSAD mengatakan, perbuatan yang dilakukan para anggota Linud 100 itu sebagai perbuatan gerombolan yang mengatasnamakan TNI dan justru mengkhianati sumpah prajurit.
”Apa yang kalian lakukan pada kejadian itu sangat berdampak buruk pada TNI AD, dan apa yang kalian lakukan bukan hanya harus dipertanggungjawabkan oleh kalian sendiri, melainkan juga menjadi tanggung jawab TNI,” kata Ryamizard.
Panglima TNI ketika itu, Jenderal Endriartono Sutarto, juga meminta maaf atas kejadian itu. ”Sorotan tajam masyarakat, kritikan pedas, tuntutan kepada TNI, kesemuanya merupakan konsekuensi yang harus diterima untuk mendorong TNI lebih baik. Kami sikapi ini sebagai wujud rasa memiliki dan harapan yang besar dari masyarakat,” kata Endriartono.
Wakil Presiden Hamzah Haz meminta pimpinan TNI dan Polri membersihkan para pembeking kejahatan. Ia menilai, pemicu utama terjadinya baku tembak antaraparat karena aparat menjadi beking pelaku kejahatan. Wapres 2001-004 itu menyatakan insiden itu sama sekali bukan karena pemisahan TNI-Polri pascareformasi 1998, sebagaimana isu yang mengemuka waktu itu.
”Masalah utamanya bukan karena ada pemisahan Polri dari TNI, tetapi karena beking-membekingi pelaku kejahatan yang sudah melibatkan kesatuan. Jadi, ini harus diperhatikan oleh pimpinan mereka sendiri,” kata Hamzah Haz.
Pada kasus penggerudukan ke Mapolrestabes Medan, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono telah memerintahkan agar Mayor Dedi diperiksa di Pusat Polisi Militer TNI. Semua anggota Kodam I BB yang terlibat juga diperiksa di Pomdam I BB di Medan. Yudo menegaskan, langkah dari anggotanya tidak etis dan melanggar satu dari tujuh perintah harian Panglima TNI yakni stop aksi arogansi prajurit TNI.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Irvan Saputra mengapresiasi sikap tegas Panglima TNI yang meminta semua anggota yang terlibat diperiksa. Irvan menyebut, insiden Binjai 2002 dan penggerudukan Polrestabes Medan harusnya menjadi pejaran bagi pimpinan TNI dan Polri untuk memberantas tindakan beking-membeking. Sudah 21 tahun berlalu, insiden bentrok TNI-Polri akibat beking-membeking harusnya tidak terjadi lagi….