Mahfud MD: Percayakan pada Proses Pengadilan Militer
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengajak masyarakat memercayakan proses peradilan dugaan korupsi di Basarnas pada pengadilan militer.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
SITUBONDO, KOMPAS — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta masyarakat untuk memercayakan proses peradilan terkait dugaan korupsi di Basarnas yang melibatkan pejabat TNI. Masyarakat, menurutnya, bisa mengawal proses peradilan tersebut dari luar.
Seusai mengikuti puncak latihan gabungan TNI Darma Yuda di Pantai Banongan, Situbondo, Jawa Timur, Selasa (1/8/2023), Mahfud MD memberikan pernyataan terkait polemik penanganan kasus dugaan korupsi di Basarnas yang melibatkan pejabat TNI.
”Tentang Basarnas, sudah diselesaikan dengan baik. Sudah diselesaikan sesuai dengan hukum. Menurut UU Militer Nomor 31 Tahun 1997, memang tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI dilakukan oleh peradilan militer. Dalam seluruh jenis pidana,” katanya.
Meski demikian, Mahfud MD melanjutkan, pada tahun 2004 ada UU Nomor 34 Tahun 2004. Dalam UU itu diatur bahwa tindak pidana yang bersifat tindak pidana umum untuk anggota TNI diadili peradilan umum, adapun yang bersifat tindak pidana militer diadili peradilan militer.
”Tetapi, itu ada aturan di dalam Pasal 74 Ayat 2 UU tersebut, di mana disebutkan, sebelum ada UU peradilan militer baru yang menyempurnakan UU 31 Tahun 1997, maka masih dilakukan oleh peradilan militer. Jadi, sudah tidak ada masalah. Hanya tinggal koordinasi. Dan, koordinasi sudah dilakukan tadi malam atas arahan panglima TNI,” katanya.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, Puspom TNI sudah melanjutkan menersangkakan pejabat yang bersangkutan, dan sudah ditahan, untuk kemudian diproses di pengadilan militer.
Kesan saya pribadi, peradilan militer itu kalau sudah mengadili, biasanya akan lebih steril dari intervensi politik. Lebih steril dari tekanan-tekanan masyarakat sipil.
Berikutnya, Mahfud mengajak masyarakat memercayakan proses peradilan itu pada pengadilan militer. ”Kesan saya pribadi, peradilan militer itu kalau sudah mengadili, biasanya akan lebih steril dari intervensi politik. Lebih steril dari tekanan-tekanan masyarakat sipil. Oleh karena itu, kita percayakan pada peradilan militer. Dan kita semua akan mengawalnya dari luar,” katanya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, pada Sabtu (29/7/2023), menegaskan bahwa seluruh proses penyelidikan, penyelidikan, hingga penetapan pelaku dalam dugaan korupsi di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas telah sesuai prosedur hukum. Saat dilakukan kegiatan tangkap tangan di Basarnas pun, KPK melibatkan Polisi Militer TNI.
Firli juga menyampaikan, seperti diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang KPK, KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka atas dugaan suap pada proyek pengadaan barang atau jasa di Basarnas, salah satunya Kepala Basarnas Periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi. Dalam kurun waktu 2021-2023, Henri bersama dan melalui Koordinator Administrasi Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto diduga menerima sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor proyek (Kompas.id, 26/7/2023).
KPK sudah memiliki kecukupan alat bukti dalam penetapan tersangka terhadap lima orang dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang/jasa di Basarnas tahun 2021-2023. Pada Senin (31/7/2023), KPK kembali menahan satu tersangka, yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan.