Kebakaran hutan dan lahan mendorong warga Desa Dayun bersiasat mengelola lahan gambut. Dengan kreativitas dan pendampingan yang memadahi, warga bisa mengubah bencana menjadi wisata yang sejahterakan desa.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
Pada 2015, sekitar 500 hektar lahan gambut di sekitar Desa Dayun terbakar saat musim kemarau. Rumah-rumah warga dikepung api dan asap. Orang-orang tak bisa bekerja, dan anak-anak tak bisa sekolah. Semua menanggung derita.
”Anak sulung saya kena ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Waktu itu umurnya tiga tahun,” kata Kepala Desa Dayun Nasya Nurgik (33), Senin (7/8/2023).
Desa Dayun berada di Kabupaten Siak, Riau. Letaknya sekitar 90 kilometer dari Kota Pekanbaru. Ada sekitar 12.000 jiwa yang tinggal di sana.
Setelah anaknya jatuh sakit akibat asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Nasya berusaha menggerakkan kelompok masyarakat peduli api (MPA) di Desa Dayun. Siang dan malam mereka bahu-membahu dengan aparat memadamkan api.
”Memadamkan kebakaran di lahan gambut itu susah sekali. Saat api kelihatannya sudah padam, sebenarnya masih ada bara yang tersisa di bawah tanah. Butuh usaha berbulan-bulan sampai asap benar-benar hilang,” ujarnya.
Warga juga mengalami kendala untuk memadamkan api karena tidak ada sumber air di sekitar Desa Dayun. Satu-satunya sumber air yang besar adalah Danau Zamrud, tetapi letaknya jauh di tengah Taman Nasional Zamrud.
Oleh karena itu, pada 2018, Nasya berinisiatif menggunakan dana desa untuk membuat embung seluas 6.000 meter persegi dengan kedalaman air 1,5-2 meter. Embung itu dibuat dengan membuat kanal di lahan gambut agar air terkumpul di satu lokasi.
”Dengan adanya embung, pesawat water bombing dan mobil pemadam kebakaran bisa lebih dekat mengambil air. Tak perlu masuk ke tengah hutan sampai ke Danau Zamrud,” ucapnya.
Selain membuat embung, warga Desa Dayun juga berinisiatif menanam semangka secara tumpang sari di lahan yang sawit baru diremajakan (replanting). Tanaman semangka yang merambat berguna untuk menutupi lahan gambut agar tidak terbakar saat dipanggang terik matahari pada musim kemarau.
Wisata
Setelah frekuensi karhutla di sekitar Desa Dayun mulai menurun sejak 2019, warga berinisiatif mengembangkan embung menjadi tempat wisata. Mereka membeli perahu dan memperindah kawasan sekitar embung.
Nasya mengatakan, warga juga membentuk kelompok sadar wisata dengan 21 anggota untuk mengelola wisata desa. Mereka mengintegrasikan wisata embung, Danau Zamrud, dan pertanian semangka.
”Desa kami terkenal dengan pertanian semangka. Maka, kami juga belajar untuk membuat dan memasarkan produk-produk makanan olahan dari semangka. Selain itu, kami juga membuat batik dengan motif daun semangka,” katanya.
Upaya itu membuat Desa Dayun berhasil menyabet juara pertama dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Apresiasi tersebut menambah semangat warga untuk semakin kreatif mengembangkan potensi desa mereka.
”Saat ini, kami sedang berupaya menggandeng desa-desa sekitar untuk mengintegrasikan daya tarik wisata yang potensial di tempat mereka. Diharapkan, Desa Dayun dan desa sekitar bisa berdaya bersama-sama,” kata Nasya.
Pendampingan
Upaya dan inisiatif masyarakat Desa Dayun mengelola ekosistem gambut tidak lepas dari peran berbagai pihak baik dari unsur pemerintah maupun swasta. Salah satunya adalah organisasi non-pemerintah (NGO) Perkumpulan Elang yang memberikan pendampingan dan pelatihan mengelola lahan gambut.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang Janes Sinaga mengatakan, Desa Dayun termasuk dalam lanskap Semenanjung Kampar-Kerumutan yang luasnya lebih dari 2 juta hektar. Kawasan ini menjadi habitat bagi berbagai hewan dilindungi, seperti harimau sumatera, beruang merah, dan ikan arwana emas.
Di Desa Dayun dan Penyengat yang masuk dalam lanskap Semenanjung Kampar-Kerumutan ini juga tengah gencar dilakukan upaya restorasi dan pemulihan ekosistem. Berbagai upaya penyelamatan Semenanjung Kampar-Kerumutan diwujudkan melalui program-program masyarakat dan upaya mendukung pencapaian target penyerapan karbon bersih dari hutan dan tata guna lahan 2030 (Kompas, 15/3/2023).
Sekretaris Komisi IV DPRD Riau Sugeng Pranoto mengatakan, sepanjang 2023, karhutla telah menghanguskan lebih kurang 1.000 hektar area di Riau. Karhutla masih menjadi bencana yang rutin terjadi setiap tahun di provinsi tersebut.
Ia menilai, pemerintah perlu menyiapkan perangkat masyarakat sampai ke level desa untuk menanggulangi karhutla. Sejumlah desa di daerah rawan kebakaran harus dibekali dengan alat pemadam yang memadai.
”Gubernur seharusnya mengumpulkan kepala-kepala desa yang wilayahnya rutin terdampak karhutla. Mereka harus dibekali pengetahuan untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran,” ujarnya.
Kelestarian lingkungan amat penting karena sumber kehidupan rakyat Riau bergantung kepada sektor pertanian. (Syamsuar)
Gubernur Riau Syamsuar, dalam wawancara dengan Kompas jelang HUT Ke-66 Provinsi itu yang berlangsung pada Rabu (9/8/2023), menyatakan, Pemerintah Provinsi Riau berkomitmen mewujudkan pembangunan yang merata, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan. Program itu ia sebut sebagai ”Riau Hijau”.
”Kami tetap berkomitmen dengan program itu. Kami memahami bahwa di masa depan daerah yang maju adalah daerah yang memperhatikan ekonomi berkelanjutan. Kelestarian lingkungan amat penting karena sumber kehidupan rakyat Riau bergantung kepada sektor pertanian,” kata Syamsuar.
Ia juga mengatakan, sebagai daerah yang kaya sumber daya alam, Riau masih kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas. Ia meyakini, kualitas sumber daya manusia adalah kunci utama pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Hal itu sudah dibuktikan Nasya Nurgik dan teman-temannya. Dengan kreativitas dan pendampingan yang memadai, warga bisa mengubah bencana menjadi wisata yang menyejahterakan desa.