Inisiatif Masyarakat Dayun dan Penyengat Cegah Kebakaran Lahan Terulang
Karhutla telah mendorong masyarakat untuk melakukan upaya restorasi dengan berbagai inisiatif. Di Kabupaten Siak, pengelolaan gambut disinergikan dengan berbagai aspek, mulai dari ekonomi, wisata, hingga penurunan emisi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
SIAK, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla besar yang terjadi di sejumlah wilayah, termasuk Riau, pada 2015 mendorong masyarakat lokal untuk melakukan upaya restorasi sekaligus menjaga ekosistem gambut dengan berbagai inisiatif. Pengelolaan gambut tersebut juga bisa disinergikan dengan berbagai aspek, mulai dari ekonomi, wisata, hingga kebijakan penurunan emisi.
Salah satu inisiatif pencegahan karhutla ditunjukkan oleh masyarakat di Desa Dayun, Kabupaten Siak, Riau. Selama sembilan tahun terakhir, masyarakat Desa Dayun tidak hanya melakukan upaya restorasi, tetapi juga terus meningkatkan penyadartahuan tentang pentingnya menjaga ekosistem gambut.
Karhutla di Dayun pada 2015 baik di dalam maupun luar konsesi, termasuk di area konflik, disebabkan oleh sejumlah faktor. Hal itu di antaranya perilaku abai masyarakat, seperti membuka lahan dengan cara dibakar dan membuang puntung rokok sembarangan, terutama pada saat puncak musim kemarau.
Pada 2013, desa kami berstatus desa tertinggal, tetapi sejak 2018 sampai sekarang sudah menjadi desa mandiri.
Kepala Desa Dayun Nasya Nugrik menyampaikan, titik balik masyarakat Desa Dayun mulai menyadari pentingnya menjaga ekosistem gambut terjadi pada 2014-2015. Saat itu, Desa Dayun yang 75 persen wilayahnya bergambut mengalami karhutla besar seluas hampir 500 hektar dan berdampak pada lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.
”Dampak yang paling dirasakan masyarakat saat terjadi kebakaran yaitu dari aspek kesehatan. Rata-rata masyarakat Dayun bila demam pasti juga terkena ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Namun, saat itu dampak kesehatan ini belum menjadi kesadaran umum masyarakat,” ujarnya saat ditemui di Siak, Selasa (14/3/2023).
Inisiatif awal yang dilakukan masyarakat Dayun dalam mengatasi karhutla adalah membangun embung pada 2017 sebagai penyimpan/cadangan air saat terjadi karhutla. Seiring menurunnya intensitas kebakaran, warga kemudian mengembangkan embung ini untuk wisata atau rekreasi sehingga bisa memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat.
Dari aspek teknis, pengendalian karhutla dilakukan dengan membuat sekat kanal. Penyekatan kanal ini untuk mencegah lebih banyak air keluar dari gambut dan mempertahankan kondisi tergenang gambut yang esensial guna mencegah kebakaran.
Masyarakat Dayun juga menggencarkan patroli pencegahan karhutla melalui kelompok masyarakat peduli api (MPA). Patroli tersebut hampir setiap hari di area-area rawan terbakar. Di sisi lain, seluruh masyarakat desa yang berjumlah hampir 12.000 penduduk juga terus ditingkatkan kesadarannya dalam menjaga dan mengelola lahan gambut.
”Dulu, desa kami sulit menjaga kelestarian lingkungan. Namun, inisiatif dan upaya yang dilakukan masyarakat membuat karhutla turun signifikan. Bahkan, masyarakat dapat meningkatkan aspek sosial, ekonomi, hingga agamanya. Pada 2013, desa kami berstatus desa tertinggal, tetapi sejak 2018 sampai sekarang sudah menjadi desa mandiri,” katanya.
Selain masyarakat Dayun, inisiatif untuk mengatasi sekaligus mencegah karhutla berulang juga dilakukan masyarakat Desa Penyengat. Salah satu inisiatif yang dilakukan ialah mengubah kegiatan ekonomi masyarakat adat tanpa aktivitas membakar lahan gambut.
Masyarakat Penyengat juga mengembangkan pertanian di lahan gambut dengan komoditas nanas. Hal ini dilakukan untuk melepas ketergantungan masyarakat terhadap sawit. Bahkan, tingginya produktivitas ini membuat sejumlah nelayan beralih menjadi petani nanas sehingga mereka turut menjaga lahan ataupun hutan gambut agar terhindar dari kebakaran.
”Kami juga membentuk MPA untuk menjaga agar api tidak menyebar sehingga hutan tetap utuh. Kami masih menganggap hutan itu sebagai tempat yang memiliki banyak manfaat, termasuk penyedia bahan obat,” kata Toko, Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (Bapekam) Desa Penyengat.
Pendekatan karbon bersih
Upaya dan inisiatif masyarakat Desa Dayun dan Penyengat dalam merestorasi dan mengelola ekosistem gambut tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, seperti organisasi non-pemerintah (NGO) lokal hingga swasta. Peran NGO sangat signifikan salah satunya dalam memberikan pendampingan dalam pembuatan kebijakan berupa peraturan desa tentang pengelolaan lahan gambut dan area sekitarnya.
Di Desa Dayun dan Penyengat yang masuk dalam lanskap Semenanjung Kampar-Kerumutan ini juga tengah gencar dilakukan upaya restorasi dan pemulihan ekosistem. Berbagai upaya penyelamatan Semenanjung Kampar-Kerumutan diwujudkan melalui program-program masyarakat dan upaya mendukung pencapaian target penyerapan karbon bersih dari hutan dan tata guna lahan (FoLU Net Sink) 2030.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang Janes Sinaga mengatakan, pendekatan FoLU Net Sink digunakan agar upaya restorasi dan pemulihan ekosistem Semenanjung Kampar-Kerumutan lebih terukur serta terintegrasi dengan berbagai kebijakan dari tingkat pusat hingga daerah. Hal ini sekaligus dapat mendorong pelibatan berbagai pihak secara lebih luas.
Bentang alam lanskap Semenanjung Kampar-Kerumutan ini memiliki luas lebih dari 2 juta hektar. Dari jumlah tersebut, wilayah percontohan untuk implementasi FoLU Net Sink mencapai 1,3 juta hektar. Inisiatif restorasi dengan pendekatan FoLU Net Sink juga digunakan karena kawasan ini masih memiliki tutupan hutan alam seluas 600.000 hektar.
Ekosistem Semenanjung Kampar-Kerumutan juga memiliki kekayaan biodiversitas, di antaranya 58 jenis flora, 38 jenis burung, dan 44 jenis ikan. Kawasan ini juga menjadi ekosistem berbagai hewan langka dan dilindungi, seperti harimau sumatera, beruang merah, serta ikan arwana emas.
”Di dalam bentang alam ini juga terdapat area konsesi untuk hak guna usaha dan hutan tanaman industri. Kami berharap pendekatan FoLU Net Sink bisa menjaga tutupan hutan ini dan tidak terkonversi menjadi hutan tanaman industri atau kebun sawit,” ucapnya.
Selain itu, melalui implementasi FoLU Net Sink, potensi ekosistem Semenanjung Kampar-Kerumutan akan berkontribusi dalam pencapaian pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Luasnya lahan gambut membuat fungsi penyerapan karbon di kawasan ini sangat tinggi.