Serius Tangani Sampah di TPA Tlekung Kota Batu
Pemerintah Kota Batu mengambil sejumlah langkah untuk menangani pengolahan sampah di TPA Tlekung yang sebelumnya dikeluhkan oleh warga.
”Sampah iku diolah. Ojok ditumpuk ben ora mambu. Lek gak mampu ngolah ditutup ae TPA-ne…” (Sampah itu diolah. Tidak ditumpuk biar tidak bau. Kalau tidak mampu mengolah lebih baik TPA ditutup saja…).
Begitu bunyi sebagian isi spanduk berbahan vinil yang masih menempel separuh di Jalan Raya Tlekung, Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, tidak jauh dari pintu masuk ke Tempat Pembuangan Akhir Tlekung.
Meski separuh sisinya terkulai ke tanah, pesan di spanduk itu masih terbaca. Isinya merepresentasikan aspirasi warga setempat yang merasa keberatan dengan aroma yang muncul dari TPA tersebut. Mereka menilai masalah yang terjadi bertahun-tahun itu tak juga kunjung terselesaikan.
”Masih bau, terutama saat malam atau pagi. Kalau siang seperti ini agak berkurang karena ada angin dan matahari,” tutur Sulastri (54), salah satu warga Dusun Gangsiran, Desa Tlekung, yang rumahnya hanya berjarak 20 meter dari pintu gerbang TPA, Minggu (6/8/2023).
Sulastri merasakan langsung dampak itu. Maklum lokasi timbunan sampah berjarak kurang dari 1 kilometer dari rumahnya dan lokasinya berada di tempat yang topografi lebih tinggi. Akibat aroma kurang sedap itu pula, dua tahun lalu dia mesti beralih dari berjualan nasi menjadi buah.
”Kala itu ada pembeli dari Surabaya merasakan aroma kurang sedap. Dia bilang begini, ’Bu, apa tidak ada pembeli yang komplain dengan bau sampah?’ Sejak saat itu saya tidak jualan nasi lagi,” tuturnya.
Baca juga: Patung-patung Sampah Kota Batu yang "Bersuara"
Masalah sampah ini berusaha diselesaikan dalam beberapa tahun terakhir, tetapi tak kunjung juga terselesaikan. Puncaknya terjadi Jumat (28/7/2023). Saat itu, sejumlah warga memblokade akses masuk ke TPA. Dampaknya, truk-truk sampah tidak bisa masuk ke lokasi.
Untungnya, aksi ini hanya berlangsung singkat. Sehari kemudian, blokade warga berakhir setelah Pemerintah Kota Batu bersama DPRD dan pihak kepolisian turun tangan berdialog dengan perwakilan warga.
Ada enam tuntutan yang mereka kemukakan saat itu, di antaranya pemerintah daerah harus memaksimalkan pengolahan sampah yang kian menumpuk dan berpotensi mengakibatkan pencemaran air bawah tanah, udara, hingga aliran limbah ke sungai.
Baca juga: Kejari Batu Musnahkan Barang Bukti Pidana dengan Pirolisis di TPA Tlekung
Sampah yang masuk ke TPA juga harus dikelola menggunakan mesin, bukan hanya ditumpuk menjadi gunungan begitu saja. Tuntutan lainnya warga menolak perluasan TPA di Tlekung dengan alasan kondisi geografis tidak layak. Mereka juga minta dilakukan kajian alternatif TPA di tempat lain.
Pemerintah daerah harus memaksimalkan pengolahan sampah yang kian menumpuk dan berpotensi mengakibatkan pencemaran air bawah tanah, udara, hingga aliran limbah ke sungai.
Menanggapi aspirasi itu, Pemkot Batu pun mengambil sejumlah langkah penanganan. Bahkan, untuk menunjukkan keseriusannya, sejak saat itu, Penjabat Wali Kota Batu Aries Agung Paewai memutuskan berkantor di TPA selama sebulan ke depan.
Aries, yang menjabat sebagai Wali Kota sejak 19 Januari lalu, menilai, masalah ini perlu mendapatkan perhatian bersama karena menyangkut seluruh masyarakat. Dirinya pun telah berkoordinasi dengan kepala desa dan lurah untuk menyediakan tempat pembuangan sampah dengan sistem reuse, reduce, dan recycle (TPS 3R) di setiap desa dan kelurahan.
Beberapa hari setelah aksi warga, Pemkot Batu telah membuat prosedur standar operasi (SOP) TPS 3R. SOP-nya meliputi penataan sampah, pengangkutan sampah, pengumpulan sampah, dan SOP TPA.
Begitu pula dengan sumber pendanaan telah ditentukan mulai dari APBD dan APBN guna penyiapan sarana dan prasarana TPS 3R, iuran dari warga untuk pengolahan sampah, hingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk kebutuhan operasional dan pemeliharaan TPS 3R di masa-masa awal keberadaannya.
Pembiayaan juga dimungkinkan berasal dari penjualan material daur ulang dan kompos yang terproduksi di TPS 3R. Pendapatan dari hasil penjualan ini diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada sumber dana yang lain nantinya.
Menurut Aries, pihaknya juga mengupayakan adanya penambahan sumber daya manusia yang akan terlibat untuk mengelola TPA. Selama ini ada 50-an pegawai, sebagian merupakan warga setempat. ”Jika ada teman-teman atau masyarakat yang ingin membantu, kami siap berkolaborasi untuk mengoptimalkan upaya penanganan sampah di Tlekung,” ujarnya.
Sejauh ini insinerator yang dipakai untuk membakar sampah dengan suhu tinggi masih terbatas sehingga belum bisa maksimal menangani sampah di tempat itu. Dia pun meminta agar alat tersebut ditambah dan ditingkatkan kemampuannya. Dengan begitu pengolahan sampah bisa dilakukan lebih cepat.
Kabar terbaru, insinerator yang sebelumnya rusak kini telah diperbaiki. Menurut rencana, alat itu bisa dioperasikan kembali pekan ini.
Selama ini Tlekung menjadi satu-satunya lokasi pembuangan akhir sampah di kota berpenduduk 213.000 jiwa itu. Memiliki luas 5,1 hektar dengan sel sampah 0,9 ha, TPA yang berada di kaki sisi timur Gunung Panderman itu menerima 120 ton sampah per hari dari 24 desa/kelurahan yang ada di Batu. Ttak heran jika tinggi gunungan sampah mencapai belasan meter.
Volume sampah ini biasanya meningkat saat libur panjang tiba. Saat itu banyak restoran, hotel, dan tempat wisata diserbu oleh pelancong dari luar daerah. Maklum, pada situasi normal jumlah wisatawan ke Batu lebih dari 7 juta orang per tahun.
Untuk penanganan Tlekung, menurut rencana Pemkot Batu akan menggunakan anggaran dari pos Data Tidak Terduga. Namun, berapa besar nilainya, mereka belum bisa menyampaikan. Aries mengaku dirinya bersama Tim Percepatan Penanganan Sampah masih terus mengevaluasi dan merumuskan langkah-langkah menangani Tlekung.
Baca juga: Darurat Pengelolaan Sampah di Indonesia
Selain upaya dari Pemkot Batu hingga pemerintah desa, keikutsertaan masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah juga diperlukan. Salah satu komunitas, yakni Sapu Bersih Sampah Nyemplung Kali (Sabers Pungli), telah menyampaikan niatnya untuk turut serta membantu menangani masalah Tlekung.
Namun, komunitas yang rutin bersih-bersih sungai ini akan fokus lebih dulu ke upaya pemilahan sampah sejak dari tempat asal, yakni rumah tangga. ”Kami akan melakukan kampanye bersama soal pemilahan sampah dari rumah, tempat wisata, dan tempat usaha,” ujar Dodi, Ketua Sabers Pungli.
Harapan warga dengan penanganan bertahap, serius, dan konsisten maka masalah Tlekung bisa tertangani. Bagaimanapun Batu sebagai kota wisata perlu dijaga aspek lingkungannya.