Aneka patung dan instalasi terbuat dari sampah plastik mewarnai kawasan Balai Kota Batu menjadi kampanye kolosal terkait pengurangan sampah plastik.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
Atmosfer halaman Balai Kota Among Tani di Batu, Jawa Timur, berubah dalam beberapa hari terakhir. Taman di depan yang semula memesona, namun lengang, kini seolah semakin sesak dan ramai. Di beberapa titik, kondisinya berjubel oleh ”pendatang” baru yang tak lain berupa patung-patung berbahan sampah plastik.
Dengan aneka bentuk dan ukuran, patung dan instalasi itu menyeruak ke berbagai penjuru. Tidak hanya di taman, tetapi juga keluar sampai trotoar yang menjadi jalur pedestrian. Bahkan, seberang Jalan Panglima Sudirman (jalan protokol depan kantor balai kota) juga tak luput dari invasi ”manusia-manusia” sampah.
Tak ada tema khusus terkait dengan bentuk karya. Di tepi kolam dekat tiang bendera, misalnya, patung sesosok lelaki dalam posisi sedang berlari. Tak jauh darinya ada seorang tengah memanggul perahu karet. Lalu ibu menggendong bayi, ayah membaca koran sambil duduk, hingga tokoh pewayangan Gatotkaca yang berdiri gagah di pinggir jalan.
Ukurannya juga bervariasi, mulai dari yang seperti anak kecil sampai orang dewasa. Bahkan, beberapa di antaranya jangkung dan punya wajah seram. Untuk memperkuat karakter, si pembuat menempel atau menggantungkan tulisan berisi soal kepedulian terhadap lingkungan.
Sekilas, penampakan patung dan instalasi itu memang terlihat agak kaku dan kumuh. Maklum, barang yang digunakan beraneka ragam, mulai dari botol air mineral, karton bekas gelas kopi, bungkus deterjen, susu anak, bungkus mi instan, bekas kemasan kopi, makanan kecil, dan kantong kresek, dan masih banyak lagi.
Patung dan instalasi itu pun berbaur dengan karya seni yang telah bercokol lama di tempat itu meski agak kontras. Sebut saja, patung separuh badan beberapa pahlawan nasional hingga patung berbahan perunggu berwujud Presiden Soekarno tengah sungkem kepada ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.
”Bagus, tidak mengira sampah bisa dijadikan karya seni,” ujar Yusiah (45), warga Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Sabtu (23/7/2022).
Bersama suami dan anaknya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, Yusiah menyambangi pameran bertajuk ”1001 Manusia Sampah” Manfaatkan yang terbuang—Gerakan Batu Bebas Sampah 2022 dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Menurut dia, secara tidak langsung pameran ini mengingatkan kepada pengunjung tentang pentingnya menjaga lingkungan, khususnya terkait pengolahan sampah plastik.
Yusiah dan keluarga bukan satu-satunya pengunjung yang menikmati pagi di tempat itu. Ada puluhan orang yang tertarik datang, termasuk siswa sekolah dan mahasiswa. Beberapa di antaranya tak henti mengabadikan suasana dengan kamera telepon selular.
Karya bersama bagaimana masyarakat peduli dengan lingkungan dan membuat karya secara bersama-sama pula.
Ifa (40), salah satu wali murid dari TK Raudlatul Athfal Al Khoiriah, Bumiaji, menuturkan, keberadaan patung-patung sampah itu punya nilai edukasi bagi generasi muda, termasuk anaknya. Di desanya, Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, sebagian sampah telah ditangani melalui bank sampah. Ada juga sampah organik yang telah dimanfaatkan untuk kompos dan eco enzim.
”Nilai edukatifnya, dengan mengajak anak ke sini mereka bisa tahu penggunaan sampah. Tidak semua sampah harus dibuang, ada yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain,” ujar Ifa, yang mengisi peringatakan kegiatan hari anak nasional, salah satunya dengan mengajak mereka melihat pameran ini.
Meski pameran baru dibuka pada 25 Juli, ratusan patung dan istalasi berbahan sampah—yang menjadi media edukasi kolosal—ini melibatkan banyak pihak, mulai dari organisasi perangkat daerah di lingkungan pemerintah Kota Batu hingga pihak desa/kelurahan se-Kota Batu.
Tidak hanya itu, pembuatan patung sampah juga diikuti lembaga dan komunitas lain, seperti seniman, sekolah, kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, komunitas masyarakat, organisasi keagamaan, pelaku wisata, perhotelan, dan masih banyak lainnya. Hingga Jumat (22/7/2022) telah terkumpul 500-an buah karya.
”Ini karya kolaborasi, kolosal, bukan karya individu satu orang. Karya bersama bagaimana masyarakat peduli dengan lingkungan dan membuat karya secara bersama-sama pula,” ujar Abdul Rokhim (48), yang bersama komunitas Maos Art selaku pihak yang pertama kali memiliki inisiatif membuat pameran bertemakan manusia sampah.
Menurut Rokhim, gagasan manusia sampah awalnya muncul tahun 2004 saat dirinya diundang mengikuti pameran Biennale Jawa Timur di Surabaya. Saat itu dia membuat karya instalasi berjudul ”Manusia Sampah dan Sampah Manusia” berujud sesosok manusia dengan obyek yang lain.
”Saat itu, sebenarnya ada keinginan saya untuk membuat pameran kolosal di Batu. Hanya saja, belum ada pihak yang mendukung sampai akhirnya ide itu hilang ditelan waktu. Setelah menjadi tenaga ahli di dinas lingkungan hidup (DLH), kepada dinas ngomong bikin event di HPSN. Event yang paling mengena apa? Saya ingat konsep itu dan gayung bersambut,” tuturnya.
Pemerintah Kota Batu, dalam hal ini DLH, menyebar 1.000 bahan (bambu dan isolasi sebagai konstruksi patung) dengan separuh di antaranya sudah kembali. Adapun masyarakat menyiapkan sendiri sampah plastiknya.
Menurut Rokhim, sampah memang menjadi masalah universal, tak terkecuali di Batu. Kota berpenduduk sekitar 250.000 jiwa itu menghasilkan 120 ton sampah per hari. Kondisi ini dipastikan meningkat saat musim libur akibat banyaknya wisatawan yang datang. Dalam situasi normal sebelum pandemi, jumlah wisatawan ke Batu mencapai 7 juta orang dalam setahun.
Kota Batu memiliki target mengurangi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tlekung hingga 24 persen pada akhir 2022. Hingga akhir 2021, baru separuh atau 12 persen yang terwujud. ”Saat ini sampah yang masuk ke TPA Tlekung sebanyak 120 ton per hari dan naik menjadi 140 ton per hari saat hari libur,” ujar Kepala DLH Kota Batu Aries Setiawan.
Soal pengendalian sampah plastik, menurut Aries, di Batu sebenarnya sudah ada peraturan Wali Kota Nomor 81 Tahun 2019 tentang Pembatasan dan Penggunaan Plastik. Pemerintah Kota Batu juga telah membentuk tim pengawas terkait pengunaan kantong plastik dengan melibatkan DLH dan satuan polisi pamong praja.
Lewat ”suara” dari patung-patung itu ini diharapkan persoalan sampah yang menggunung tak hanya saat libur akhir pekan bisa ditekan.