Berkas Kasus Pencabulan Siswi di Pontianak Dilimpahkan ke Kejaksaan
Kepolisian Resor Kota Pontianak, Kalimantan Barat, menyerahkan berkas perkara HS (46) ke Kejaksaan Negeri Pontianak. HS adalah tersangka pencabulan terhadap siswinya yang masih di bawah umur.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kasus pencabulan dan pemaksaan aborsi terhadap siswi di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pontianak, Senin (7/8/2023). Kasus tersebut menjadi perhatian publik dan diduga dilakukan oleh pembina yayasan sebuah sekolah.
Kepolisian Resor Kota Pontianak telah menyerahkan satu berkas perkara dari tersangka HS (46) atas dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Pontianak Komisaris Tri Prasetyo, Senin (7/8/2023), menuturkan, kepolisian sudah menetapkan HS sebagai tersangka. ”Tadi kami sudah berkoordinasi dengan pihak kejaksaan. Sudah ada beberapa diskusi dan memenuhi berkas perkara dan sambil menunggu petunjuk lebih lanjut dari pihak Kejaksaan Negeri Pontianak,” tuturnya.
Adapun tersangka HS sampai saat ini tidak mengakui perbuatannya. Tersangka tidak mengakui pernah menyetubuhi korban. Namun, ada beberapa keterangan tersangka yang menjadi petunjuk bagi penyidik.
Alat bukti yang dikumpulkan berupa barang-barang milik korban, keterangan-keterangan saksi, beberapa dokumen seperti visum, dan beberapa dokumen yang menunjang suatu rangkaian keterkaitan antara bukti-bukti yang lain sebagai petunjuk. Dari bukti-bukti itu penyidikan menetapkan HS sebagai tersangka.
Tersangka dikenakan Pasal 81 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kemudian dilapis dengan juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 6 Huruf c dan Pasal 15 Huruf 1 Ayat e dan g UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukumannya minimal 3 tahun maksimal 15 tahun.
Berdasarkan keterangan korban kepada polisi, pencabulan terjadi sebanyak lima kali. Yang pertama dan kedua dilakukan pada Juli 2022. Adapun yang ketiga, keempat, dan kelima terjadi sekitar Agustus-September di rumah tersangka.
Persetubuhan pertama dan kedua di hotel. Kemudian, ketiga hingga kelima di rumah tersangka. Hal tersebut berdasarkan keterangan korban. Namun, tersangka sama sekali tidak mengakuinya. Pada saat kejadian, korban masih berusia 17 tahun, tetapi pada saat ini sudah berusia 18 tahun.
Laporan masuk ke Polresta Pontianak pada Januari 2023. Tersangka ditahan pada 21 Juli 2023. Kemudian, 1 Agustus 2023, penahanannya ditangguhkan. Terkait penangguhan penahanan tersangka, hal itu diberikan mengingat latar belakang tersangka, kemudian melihat tersangka juga sebagai tulang punggung keluarga.
Lalu, ketika dipanggil, pelaku hadir dan pada saat ke tempat kejadian perkara (TKP) juga tersangka mempersilakan kepolisian memeriksa TKP. Dengan demikian, polisi tidak khawatir tersangka akan melarikan diri, mengulangi atau melakukan tindak pidana lainnya. ”Sampai saat ini tersangka masih melaksanakan wajib lapor,” ungkapnya.
Terkait dugaan paksaan aborsi dan sodomi terhadap korban di Jakarta yang disampaikan pihak korban akan didalami. Karena berkaitan juga dengan TKP di Jakarta, maka memerlukan waktu dan tenaga yang ekstra untuk melakukan pendalaman di Jakarta.
Jojo, tim kuasa hukum korban, Senin sore, menuturkan, mewakili pihak korban beserta keluarga ia mengapresiasi atas kinerja jajaran Polresta Pontianak yang serius dan tidak kenal lelah mengungkap kasus ini hingga menetapkan HS sebagai tersangka yang selanjutnya dilakukan penahanan.
Terkait pengalihan penahanan tersangka, pihaknya sangat menyayangkannya karena hal tersebut tentunya memang kewenangan penyidik untuk melakukannya sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, tentunya sangat melukai rasa keadilan, khususnya bagi korban dan keluarga serta masyarakat pada umumnya.
Apalagi kejahatan terhadap anak merupakan kasus yang perlu perlakuan dan penanganan khusus serta merupakan atensi bagi pemerintah. Penyidik perlu berhati-hati dalam menangani perkara ini sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat yang dapat menurunkan citra Polri dan kepercayaan yang telah sangat membaik saat ini.
Hari ini (Senin) telah dilaksanakan tahap satu pelimpahan berkas ke Kejaksaan Negeri Pontianak. Pihaknya berharap setelah tahap satu ini Kejaksaan Negeri Pontianak segera memproses dan mengajukan dakwaan serta tuntutan ke pengadilan agar hakim membuktikan dan menjatuhkan putusan bersalah atau tidaknya tersangka HS.
”Semoga kebenaran dan keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya,” tutur Jojo.
Jojo juga menceritakan kronologi kejadian yang menimpa korban. Berkisar Juni-Juli 2022 korban dibawa pelaku ke salah satu hotel di Pontianak dan terjadi dugaan pesetubuhan. Kemudian, dugaan persetubuhan juga terjadi di rumah pelaku.
Semoga kebenaran dan keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya.
Beberapa bulan kemudian, korban hamil. Begitu hamil, korban dibawa pelaku ke Jakarta, dipaksa untuk aborsi. Setelah pulang dari aborsi setiba di hotel, korban disodomi.
”Sepulang dari Jakarta pelaku menghindar dan malah mengintimidasi korban. Maka, korban mencari keadilan. Pada Januari 2023 kami membuat laporan. Korban juga sudah mendapat pendampingan dari psikolog serta dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban,” tuturnya.
Tersangka memiliki tim kuasa hukum, yaitu Yohanes Nenes, Suarmin, dan Alfonsius Girsang. Alfonsius Girsang, anggota tim kuasa hukum tersangka, Senin sore, menuturkan, apa yang diberitakan dan beredar di masyarakat luas sudah terlalu berlebihan serta bukan fakta yang sebenarnya. Apa yang sebenarnya terjadi sudah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Pihaknya selaku pengacara menyerahkan sepenuhnya pada proses peradilan.
Senada dengan itu, Suarmin, anggota tim kuasa hukum tersangka, menuturkan, menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada pihak berwajib. Pihaknya juga sudah menyiapkan bukti-bukti. Ketika di persidangan pihaknya mengungkapkan bukti-bukti yang dimiliki dan apa yang sesungguhnya terjadi.