Peningkatan Kualitas SDM Mendesak untuk Iringi Percepatan Hilirisasi
Hilirisasi yang digaungkan beberapa tahun terakhir perlu diimbangi dengan percepatan peningkatan kualitas SDM. Hal ini agar hilirisasi yang berjalan benar-benar berdampak pada peningkatan kesejahteraan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Peserta mendokumentasikan Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) yang juga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam seminar yang dihelat Kagama dan Universitas Halu Oleo, Jumat (4/8/2023), di Kendari, Sulawesi Tenggara.
KENDARI, KOMPAS — Hilirisasi yang digaungkan beberapa tahun terakhir perlu diimbangi dengan percepatan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini untuk menopang percepatan hilirisasi dalam berbagai sektor yang digaungkan pemerintah. Dengan begitu, hilirisasi bisa benar-benar berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di sentra industri.
Hal itu menjadi salah satu catatan dalam diskusi yang digelar Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) dan Universitas Halu Oleo, Jumat (4/8/2023), di Kendari, Sulawesi Tenggara. Tema diskusi itu adalah ”Percepatan Hilirisasi Industri sebagai Prime Mover Ekonomi Nasional untuk Indonesia Maju Berdaulat dan Berkelanjutan”.
Pembicara kunci dalam diskusi itu adalah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia serta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga Ketua Kagama.
Pembicara lain yang hadir adalah Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi, Deputi Bidang Hilirisasi Industri Mineral Kementerian Investasi/BKPM Heldy Satrya Putera, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sultra Johannes Robert, dan ekonom Mudrajad Kuncoro.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja Anwar Sanusi memaparkan sejumlah kondisi dan tantangan dunia kerja dan dunia usaha dalam seminar yang dihelat Kagama dan Universitas Halu Oleo, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (4/8/2023).
Anwar Sanusi mengungkapkan, hilirisasi industri yang berjalan telah menyerap banyak tenaga kerja lokal. Pada usaha hilirisasi nikel, misalnya, persentase tenaga kerja lokal lebih banyak terserap dibandingkan dengan tenaga kerja asing.
Meski begitu, ia mengakui, sebagian besar pekerja lokal itu merupakah buruh, bukan pekerja level menengah ke atas. Oleh karena itu, keahlian para pekerja lokal harus ditingkatkan secara maksimal.
”Kita tentu ingin agar masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut andil dalam hilirisasi industri yang berlangsung di daerah. Oleh karena itu, upaya untuk peningkatan kemampuan terus diupayakan,” kata Anwar yang juga Wakil Ketua Umum Kagama.
Dia menambahkan, untuk meningkatkan keahlian para pekerja lokal, pemerintah mendorong industri terkait untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan pelatihan di sektor masing-masing. Di sisi lain, pemerintah juga terus mengintensifkan pelatihan dan pendidikan melalui fasilitas dan infrastruktur yang dimiliki.
”Jadi, pekerja lokal kita itu bukan sekadar tukang, tetapi berkontribusi ke level yang lebih tinggi. Itu yang terus kita dorong,” ucapnya.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Foto aerial kawasan pemurnial nikel PT Virtue Dragon Nickel Industrial Park di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/3/2023). Ribuan pekerja dari dua perusahaan di kawasan ini, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel, melakukan aksi mogok kerja menuntut berbagai hal ke perusahaan yang dianggap tidak menaati aturan ketenagakerjaan.
Johannes Robert menuturkan, sektor pertambangan telah berkontribusi besar terhadap perekonomian Sultra lebih dari satu dekade terakhir. Seiring masuknya hilirisasi, sektor industri pengolahan nikel turut menunjukkan kontribusi positif. Meski dua sektor ini memiliki angka investasi tinggi, tingkat kemiskinan di Sultra juga masih tinggi.
Persentase penduduk miskin di Sultra pada Maret 2023 sebesar 11,43 persen, naik 0,16 persen dibandingkan dengan September 2022 dan naik 0,26 persen dibandingkan dengan Maret 2022. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 321.530 orang, naik 6.790 orang dibandingkan dengan September 2022 dan naik 11.740 orang dibandingkan dengan Maret 2022.
Padahal, Sultra merupakan daerah dengan cadangan nikel terbesar di Indonesia yang mencapai 1,8 miliiar ton. Selama lima tahun terakhir, realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor pertambangan Sultra juga meningkat pesat, mencapai Rp 4,4 triliun pada 2022 lalu.
Robert menyatakan, salah satu yang harus dilakukan untuk menurunkan angka kemiskinan adalah mendorong hilirisasi nikel hingga tingkat akhir, bukan hanya pada tingkat pertama seperti saat ini. Hilirisasi hingga produk akhir akan melahirkan pekerjaan baru dengan efek lanjutan yang juga tinggi.
”Tentunya ini akan berimbas pada pendapatan masyarakat secara luas. Ke depannya akan ada sejumlah kawasan industri baru di Sultra, dan kami berharap ini bisa memberikan dampak besar ke masyarakat nantinya,” ucapnya.
Bahlil Lahadalia mengatakan, hilirisasi adalah instrumen yang berdampak besar terhadap perekonomian secara luas. Tidak hanya terhadap peningkatan angka penerimaan negara, tetapi juga pada pemerataan ekonomi.
Hilirisasi nikel, misalnya, membuat nilai ekspor melejit sepuluh kali lipat dalam lima tahun. Investasi saat ini juga tidak lagi terfokus di Jawa, tetapi telah menyebar ke banyak daerah yang membawa implikasi positif ke wilayah tersebut.
”Hilirisasi tidak hanya untuk nikel, tetapi juga pada sektor lainnya. Ke depan, kita ingin investasi yang berkualitas. Bagaimana keterlibatan pengusaha daerah untuk mengambil bagian. Kedua adalah isu lingkungan karena industrialisasi terjadi, lalu masyarakat terkena dampak. Ketiga adalah energi hijau untuk masa depan,” ujarnya.
Kita tentu ingin agar masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut andil dalam hilirisasi industri yang berlangsung di daerah.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada yang juga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi pembicara kunci dalam seminar yang dihelat Kagama dan Universitas Halu Oleo, Jumat (4/8/2023), di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, Ganjar Pranowo menyampaikan, sebagai negara dengan sumber daya melimpah, Indonesia memang harus memiliki produk unggulan. Selain nikel, Indonesia juga memiliki banyak potensi mineral lain, produk pertanian dan perkebunan, serta perikanan dan kelautan.
Di sektor kelautan, Ganjar menontohkan, Indonesia adalah produsen ikan tuna dengan sumber daya yang melimpah. Potensi ini masih bisa dikembangkan dan dikelola sehingga memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat.
”Juga ada komoditi karet, udang, hingga kelapa sawit. Dan yang terpenting, hilirisasi memerlukan SDM yang mumpuni. Kualitas sumber daya kita sangat berperan dalam mendorong hilirisasi berbagai sektor ke depannya,” ucapnya.