Enam kecamatan yang tersebar di empat kabupaten di NTT mengalami kekeringan ekstrem. Pemkab/pemkot diingatkan agar tetap waspada dengan melakukan pemantauan di lapangan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Enam kecamatan di empat kabupaten di Nusa Tenggara Timur mengalami kekeringan ekstrem. Sementara sejumlah kecamatan di 16 kabupaten lain dalam kondisi siaga kekeringan. Puncak kemarau yang berlangsung hingga empat bulan ke depan patut diwaspadai.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Nusa Tenggara Timur Rahmatullaj Adji, Jumat (4/8/2023), di Kupang, mengatakan, hampir seluruh wilayah NTT telah berada pada puncak kemarau. Data per 31 Juli 2023 memperlihatkan, beberapa wilayah di NTT mengalami hari tanpa hujan (HTH) berturut-turutlebih dari 21 hari hingga lebih dari 60 hari.
”Daerah dengan kondisi HTH berturut-turut lebih dari 60 hari sebanyak enam kecamatan yang tersebar di empat kabupaten, yakni Kecamatan Elar di Manggarai Timur, Kecamatan Rote Barat Laut di Kabupaten Rote Ndao, Kecamatan Haharu dan Kahunga Eti di Kabupaten Sumba Timur, serta Kecamatan Mamboro dan Kecamatan Umbu Ratunggay di Kabupaten Sumba Tengah. Jadi, tidak semua kecamatan di kabupaten itu mengalami kekeringan ekstrem,” katanya.
Sebanyak 16 kabupaten memiliki sejumlah kecamatan dalam kondisi siaga. Kabupaten Belu, misalnya, di Kecamatan Kakuluk Mesak dan Lasiolat. Selain itu, Kecamatan Semau Selatan, Fatuleu Barat, Nekamese, dan Sulamu di Kabupaten Kupang; serta Kecamatan Kodi, Kodi Balaghar, Kodi Utara, Wewewa Selatan, Loura, dan Wewewa Barat di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Adapun di Kabupaten Sumba Timur, kondisi itu meliputi Kecamatan Kambata Mapambuhang, Karera, Katala Hamu Lingu, Lewa, Lewa Tidahu, Mahu, Pinu Pahar, Rindi, Tabundung, dan Wula Wajelu. Hari tanpa hujan di wilayah ini lebih dari 31 hari berturut-turut.
Memasuki pertengahan Agustus hingga November, semua kecamatan yang masih dalam kategori siaga bisa menuju kekeringan ekstrem jika HTH di wilayah itu lebih dari 60 hari. Selanjutnya, kecamatan yang masih dalam kategori waspada, dengan kondisi HTH lebih dari 21 hari, bakal ke kategori siaga.
Setiap kabupaten/kota di NTT bisa mengalami tiga kategori kekeringan, yakni waspada, siaga, dan ekstrem. Oleh karena itu, kepala daerah diimbau waspada dan mempelajari potensi kondisi kekeringan ekstrem di masing-masing wilayahnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambros Kodo mengatakan, pemerintah kabupaten/kota diminta untuk terus melakukan pemantauan, pendataan, dan pemetaan soal ancaman bencana kekeringan di lapangan. Jika kekeringan ekstrem itu berlanjut dengan ancaman kesulitan air bersih, gagal panen, dan gizi buruk, segera diambil tindakan.
”Dalam pertemuan pekan lalu, setiap kabupaten/kota melaporkan bahwa dari hasil pantauan di lapangan, semua waduk, embung, dan sumber-sumber mata air masih aman. Ketersediaan air bersih untuk manusia, ternak, dan pengairan masih cukup,” katanya.
Selain distribusi air bersih, setiap pemerintah kabupaten/kota juga menyiapkan 100 ton beras sebagai cadangan pangan. Jika beras itu habis digunakan, masih ada 200 ton di provinsi yang akan dialokasikan ke kabupaten/kota yang membutuhkan. Namun, distribusi beras itu dilakukan setelah ada surat keputusan bupati/wali kota mengenai keadaan luar biasa dampak kekeringan di daerah itu.
Menurut Ambros, kekeringan ekstrem pada awal Agustus 2022 jauh lebih buruk dibanding tahun ini. Pada awal Agustus 2022 terdapat 11 kabupaten/kota yang mengalami kekeringan ekstrem. Memasuki November 2022 hampir seluruh kabupaten/kota mengalami kekeringan ekstrem.
”Pemda tetap waspada dan mengajak seluruh masyarakat untuk mengantisipasi. Memanfaatkan air bersih secukupnya, manfaatkan sisa air untuk tanaman umur pendek, tidak membakar hutan, dan merawat sumber-sumber mata air,” kata Ambros.