Tanpa Penanganan, 14 Tahun Lagi Bandung Raya Terbelenggu Kemacetan
Pemerintah mempersiapkan transportasi terpadu untuk kawasan aglomerasi Bandung Raya. Warga diharapkan terdorong menggunakan transportasi publik dan kemacetan teratasi.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kawasan Bandung Raya di Cekungan Bandung, Jawa Barat, kian terbebani oleh kemacetan. Tanpa adanya penanganan, kawasan itu diprediksi mengalami kemacetan di seluruh daerahnya sekitar 14 tahun lagi atau pada 2037. Presiden Joko Widodo meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Perhubungan menentukan langkah yang bisa segera dilakukan untuk mengurangi kemacetan.
Instruksi ini disampaikan Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat tertutup terkait penataan transportasi terpadu Cekungan Bandung di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Hadir dalam rapat yang berlangsung pukul 10.00-10.45 ini, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
”Jadi, kami ditugaskan oleh Bapak Presiden untuk melakukan evaluasi terhadap Cekungan Bandung atau Bandung Metropolitan dan kami diberikan waktu satu bulan untuk melaksanakan,” kata Budi seusai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Sejauh ini ada tiga opsi moda transportasi yang bisa disiapkan untuk mengatasi kemacetan di kawasan Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
Pertama, kereta api yang saat ini sudah tersedia jalurnya dari timur ke barat. Karena peninggalan masa kolonial, jalur ini memerlukan perbaikan. Selain itu, Gubernur Jabar juga mengusulkan agar kereta api dibuat tiga lantai dengan tiga fungsi, yakni kereta api, jalur pedestrian, dan lintas rel terpadu (LRT).
”Kita menggunakan tanah sendiri, jadi sangat mudah,” ujar Budi.
Langkah kedua adalah proyek transportasi massal berupa bus rapid transit (BRT). Ketiga adalah membangun kereta gantung. Proyek BRT ditargetkan selesai pada 2027 dengan pengoperasian 455 bus, sedangkan proyek kereta gantung akan dimulai secara bertahap.
Ridwan mengatakan mengatasi kemacetan di Bandung Raya sangat mendesak dilakukan. ”Bandung Raya kemacetannya saat ini 40 persen. Kalau kita tidak melakukan apa-apa, 2037 seluruh kota akan macet total. Jadi, buka pintu sudah macet,” ujarnya.
Karena itu, menurut Gubernur yang kerap dipanggil Emil itu, sesungguhnya ada lima solusi yang dipersiapkan setelah ada Badan Pengelola Cekungan Bandung. Namun, anggaran daerah tak mampu melaksanakan penataan transportasi terpadu itu sendiri. Sebab, menurut Emil, anggaran yang diperlukan mencapai Rp 100 triliun.
Bandung Raya kemacetannya saat ini 40 persen. Kalau kita tidak melakukan apa-apa, 2037 seluruh kota akan macet total (Ridwan Kamil).
Pendanaan transportasi
Walakin, penataan transportasi terpadu sangat diperlukan. Dengan demikian, warga yang mau menggunakan transportasi publik bertambah dan kemacetan bisa berkurang. Saat ini, hanya 13 persen warga Bandung Raya yang mau menggunakan transportasi publik. Emil berharap, dengan adanya pengembangan transportasi massal, setidaknya bisa mendorong 50 persen warga Bandung Raya menggunakan angkutan umum.
Menurut rencana, Emil mempresentasikan satu atau dua proyek yang bisa segera dilaksanakan dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Cekungan Bandung sendiri terdiri atas 85 kecamatan di lima wilayah: Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang. Penataan kelima daerah yang menjadi bagian aglomerasi Bandung Raya ini diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Pembangunan kereta gantung (cable car), menurut Emil, cocok untuk wilayah seperti Cekungan Bandung. Sebab, banyak orang tinggal di bukit dan kereta gantung bisa memindahkan warga dari satu titik ke titik lain. Pembangunannya juga dinilai cukup cepat karena hanya memerlukan tiang-tiang.
Emil menuturkan, dalam studi yang dikerjakan lima tahun lalu, biaya pembangunan kereta gantung Rp 100 miliar-Rp 200 miliar per kilometer. Direncanakan ada lima koridor dengan total sekitar 30 kilometer. ”Tahun ini belum kami studi, mungkin ada kenaikan (biaya),” tambahnya.
Adapun BRT, lanjutnya, akan diluncurkan dalam dua-tiga bulan ini untuk jalur pertama dan jalur kedua.
Selain BRT, jalur kereta warisan Pemerintah Kolonial Belanda yang saat ini baru dimanfaatkan untuk transportasi antarprovinsi, Jakarta-Bandung-Surabaya, bisa diperbaiki dan dioptimalkan. ”Kita bisa bikin tiga lantai tanpa melakukan pembebasan lahan,” tambahnya.
Emil mengatakan, perencanaan transportasi terpadu ini sesungguhnya sudah cukup lama disiapkan. Namun, anggaran tidak tersedia.
Kali ini, Budi Karya menjelaskan, pemerintah mempertimbangkan menggunakan kombinasi anggaran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta untuk penanganan kemacetan di Bandung Raya. Pembangunan kereta gantung dinilai menarik dan bisa menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). ”Jadi, ini akan di-mix dari KPBU dan APBN dan itu menjadi solusi,” ujarnya.
Pemerintah mempertimbangkan menggunakan kombinasi anggaran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta untuk penanganan kemacetan di Bandung Raya.
Budi Karya menambahkan, penataan transportasi terpadu di kawasan perkotaan aglomerasi tidak hanya dikerjakan di DKI Jakarta dan di Bandung Raya. Transportasi massal di kota-kota besar lain, seperti Medan, Semarang, Surabaya, dan Makassar, juga perlu ditata.
Hal ini dimungkinkan karena Kementerian Perhubungan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sedang menginisiasi pembiayaan dari Bank Dunia untuk Medan Raya dan Bandung Raya. Adapun untuk Semarang Raya dan Surabaya Raya, pembiayaan diupayakan dari Jerman.